Notaris Kasus Korupsi Kredit Fiktif Rp 40 Miliar di BNI Pekanbaru Segera Dilimpahkan, Ini Kata Kejati Riau
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menyatakan, kasus dugaan korupsi kredit fiktif BNI Pekanbaru yang telah diusut sejak tahun 2013 masih bergulir. Berkas tersangka Dewi Farni Djafar (DFD) sudah dinyatakan lengkap atau P-21 pada 18 Agustus 2022 lalu.
Dewi Farni Djaafar (DFD) merupakan notaris yang mengeluarkan cover note agunan dari PT Riau Barito Jaya (BRJ) pada tahun 2007 dan tahun 2008. Terseretnya Dewi berawal ketika Direktur PT BRJ, Esron Napitupulu, mengajukan kredit Rp 40 miliar ke BNI 46 Cabang Pekanbaru. Kredit ini diajukan secara bertahap, yaitu tahun 2007 Rp 17 miliar dan tahun 2008 sebesar Rp 23 miliar.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi Riau, Bambang Heripurwanto mengatakan, dengan telah lengkapnya berkas perkara tersebut, tahapan berikutnya akan dilakukan tahap II, yakni pelimpahan tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut.
"Insyaallah penyerahan tersangka DFD dan barang bukti awal Oktober 2022 mendatang," kata Bambang kepada SabangMerauke News, Selasa (27/9/2022) sore lalu.
Atas perbuatannya, Dewi dijerat pasal 2 dan atau pasal 3 juncto pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya dalam perkara ini, penyidik Ditreskrimsus Pold Riau sudah menetapkan enam orang tersangka yakni Esron Napitupulu sebagai Direktur Utama PT BRJ, tiga pegawai BNI Atok Yudianto, AB Manurung, dan Dedi Syahputra. Keenamnya bahkan telah mendekam di lembaga permasyarakatan.
Kasus ini juga menjerat dua mantan pimpinan wilayah BNI Wilayah 02, yaitu Mulyawarman dan Ahmad Fauzi. Para tersangka telah dinyatakan terbukti bersalah oleh pengadilan.
Perkara berawal ketika Direktur PT BRJ, Esron Napitupulu, mengajukan kredit Rp 40 miliar ke BNI 46 Cabang Pekanbaru. Sebagai agunan, Esron melampirkan beberapa surat tanah di Kabupaten Kampar, Pelalawan dan Kuantan Singingi (Kuansing).
Tanpa peninjauan di lapangan, pegawai BNI bernama Atok, Dedi Syahputra dan AB Manurung menyetujui kredit. Hasil penyelidikan, sebagian tanah yang diagunkan tidak ada.
Dalam pengembangan kasus ini terungkap, kredit yang diajukan Esron bukan untuk perkebunan sawit. Uang itu digunakannya membangun klinik kecantikan, membeli beberapa rumah dan toko serta hektare tanah di daerah Riau. (cr7)