Hantu Resesi Ekonomi Dunia Telah Tiba, Ini Tanda-tanda yang Sudah Terjadi
SABANGMERAUKE NEWS - Dunia dalam ancaman resesi ekonomi global. Hal ini diprediksi akan terjadi tahun depan 2023.
Resesi ekonomi telah menjadi hantu menyeramkan bagi seluruh negara di dunia. Ramalan sejumlah lembaga dunia memperkirakan negara-negara di dunia akan jatuh ke jurang resesi secara berjamaah.
Organisasi untuk Kerja sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperkirakan pertumbuhan global akan melambat pada tahun ini. Ekonomi global hanya akan tumbuh 3 persen pada 2022 dan melambat menjadi 2,2 persen pada 2023.
Resesi ekonomi ini dipicu oleh krisis energi dan krisis pangan akibat perang tak berkesudahan antara Ukraina dan Rusia.
Pengertian Resesi
Resesi ekonomi adalah penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan dalam waktu stagnan dan lama, mulai dari berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Resesi ekonomi bisa memicu penurunan keuntungan perusahaan, meningkatnya pengangguran, hingga kebangkrutan ekonomi.
Secara umum, resesi terjadi ketika ekonomi tumbuh negatif dua kuartal beruntun. Pada 2020 lalu dunia mengalami resesi akibat pandemi Covid-19, menyebabkan berkurangnya lapangan kerja dan banyak pegawai dirumahkan. Tanpa aktivitas dan mobilitas manusia, roda ekonomi pun macet. Berikut tanda-tanda resesi akan tiba.
1. Inflasi Tinggi
Tanda-tanda resesi ekonomi salah satunya adalah inflasi. Inflasi merupakan kondisi naiknya harga barang dan jasa selama periode tertentu. Inflasi yang berlebihan membuat daya beli masyarakat melemah.
Di lain sisi, produksi barang dan jasa bakal menurun. Ini masuk dalam kategori berbahaya karena akan memicu pengangguran, kemiskinan, dan berujung pada resesi.
Pada Juli lalu, Dana Moneter Internasional (IMF) menaikkan proyeksi inflasi global sepanjang 2022 menjadi 6,6 persen bagi negara maju, dari sebelumnya 0,9 persen pada proyeksi April 2022. Untuk negara berkembang, IMF memperkirakan laju inflasi akan mencapai 9,5 persen pada 2022, atau naik 0,8 persen dari proyeksi sebelumnya.
2. Tingginya Suku Bunga
Inflasi yang melambung membuat bank sentral harus menaikkan suku bunganya. Masalahnya, dua hal tersebut diperparah dengan daya beli yang mulai lesu dan bakal menjadi pemantik resesi.
Suku bunga yang tinggi berfungsi untuk melindungi nilai mata uang, tapi ini akan membebani debitur dan menyebabkan kredit macet. Jika terjadi secara besar-besaran, perbankan bisa kolaps.
Saat ini, bank sentral di berbagai negara mulai menaikkan suku bunga acuannya secara agresif dan cepat.
Sebagai catatan, bank sentral AS Federal Reserve telah menaikkan suku bunga acuannya (Fed Fund Rate/FFR) pada 22 September 2022.
The Fed kembali menaikkan suku bunganya sebesar 75 basis points (bps) atau 0,75 persen menjadi 3,0-3,25 persen.
Dari catatan CNBC Indonesia, kenaikan suku bunga The Fed ini merupakan kenaikan yang kelima kalinya selama tahun 2022.
3. Kontraksi Ekonomi
Seperti yang sudah dijelaskan pada pengertian resesi ekonomi, kondisi ini terjadi ketika pertumbuhan ekonomi suatu negara negatif hingga dua kuartal berturut-turut.
Kondisi ini biasanya dipengaruhi oleh ketidakstabilan investasi, konsumsi, pendapatan nasional, pengeluaran, dan ekspor-impor. Jika ini terjadi, resesi sulit untuk dihindari.
Saat ini, beberapa negara maju seperti AS dan China mulai mengalami kontraksi ekonomi pada kuartal II-2022. Ekonomi AS mengalami kontraksi sebesar 0,6 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal kedua.
Pertumbuhan ekonomi China melambat pada kuartal II-2022. Kenaikan produk domestik bruto (PDB) secara tahunan (yoy) pada kuartal kedua hanya sebesar 0,4%.
Berdasarkan data Biro Statistik China yang dirilis pada Jumat (15/7/2022), pertumbuhan PDB tersebut jauh di bawah pertumbuhan pada kuartal I-2022 yang mencapai 4,8%. Catatan itu juga jauh di bawah konsensus pasar sebesar 1%.
4. Lapangan Kerja
Turunnya lapangan kerja membuat semakin banyak pengangguran dan menunjukkan lemahnya ekonomi suatu negara. Jika ini terjadi, tingkat kriminalitas berpotensi meroket.
Semakin banyak tindak kriminal, investor bisa kehilangan kepercayaan untuk menanamkan modal dan pada akhirnya negara berpeluang jatuh ke jurang resesi.
Peringatan Sri Mulyani
Tanda-tanda di atas telah dibaca oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dalam paparan APBN KITA Agustus 2022, dia mengungkapkan bahwa tanda-tanda resesi 2023 sudah muncul.
Dia mengungkapkan resesi ini dipicu oleh inflasi yang tinggi akibat melesatnya harga pangan dan energi di sejumlah negara, khususnya Eropa dan AS. Inflasi tinggi memicu bank sentral di negara maju menaikkan suku bunga dan mengetatkan likuiditas.
Mantan bos Bank Dunia ini menegaskan kebijakan tersebut akan berdampak bagi pertumbuhan ekonomi dunia. Bahkan, negara berkembang pun ikut merasakan efeknya.
"Kalau bank sentral di seluruh dunia meningkatkan suku bunga cukup ekstrem dan bersama-sama, dunia mengalami resesi di 2023," ujarnya, dalam Konferensi Pers APBN KITA Agustus, dikutip Rabu (27/9/2022).
"Kenaikan suku bunga bank sentral di negara maju cukup cepat dan ekstrem dan memukul pertumbuhan negara-negara tersebut," lanjut Sri Mulyani.
Suku bunga acuan di Inggris tercatat sebesar 2,25% atau naik 200 basis points (bps) dan AS sudah mencapai 3,25% setelah naik 300 bps. Sementara itu, AS diperkirakan akan kembali menaikkan sebesar 75 bps dan Eropa sebesar 125 bps.
"Ini kenaikan ekstrem, selama ini Eropa sangat rendah dari sisi policy rate-nya," ujar Sri Mulyani. Pada kuartal II-2022, dia melihat pertumbuhan ekonomi China, AS, Jerman dan Inggris sudah mengalami koreksi. (*)