Gakkum KLHK Usut Dugaan Tindak Pidana Korporasi dan Pencucian Uang PT SIPP di Bengkalis dalam Kasus Pencemaran Lingkungan
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Penyidik Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menetapkan dua bos PT Sawit Inti Prima Perkasa (SIPP) sebagai tersangka pencemaran lingkungan. KLHK tak hanya berhenti pada pengusutan pidana pokok, namun akan menyasar pada dugaan tindak pidana korporasi dan pencucian uang.
"Kami sudah perintahkan kepada penyidik untuk mendalami dugaan kejahatan korporasi dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh kedua tersangka," kata Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani dalam siaran pers yang diterima SabangMerauke News, Selasa (27/9/2022) sore.
Kedua bos PT SIPP yang sudah ditetapkan sebagai tersangka tersebut yakni AN (40) selaku General Manager dan EK (33) selaku Direktur PT Sawit Inti Prima Perkasa (PT SIPP). Perusahaan ini bergerak di industri pengolahan minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil) yang berlokasi di Kilometer 6 Kelurahan
Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.
Rasio menegaskan, pihaknya berharap keduanya dihukum seberat-beratnya dan dikenakan pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan perbaikan akibat tindakan pidana/ pemulihan lingkungan. Dasar hukumnya yakni Pasal 119 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
"Tindakan pelanggaran dilakukan oleh Direktur dan General Manager PT SIPP untuk mendapatkan keuntungan dengan mengorbankan lingkungan hidup dan masyarakat merupakan kejahatan serius. Penindakan tegas dilakukan agar menjadi pembelajaran bagi pelaku pencemaran lingkungan hidup lainnya," tegas Ridho Sani.
Menurutnya, penindakan terhadap kedua tersangka sebagai bentuk keseriusan dan komitmen Gakkum KLHK untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup.
"Pencemaran lingkungan hidup merupakan kejahatan serius dan luar biasa karena merusak ekosistem, mengganggu kesehatan masyarakat dan merampas hak-hak warga negara untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta menimbulkan kerugian negara," pungkas Ridho.
Ancaman Hukuman 10 Tahun Penjara
Kepala Penyidikan Tindak Pidana Lingkungan Hidup KLHK, Anton Sardjanto mengatakan, penindakan terhadap PT SIPP merupakan tindak lanjut laporan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bengkalis.
PT SIPP telah berkali-kali melanggar dan telah dikenakan sanksi administrasi oleh DLH Kabupaten Bengkalis. Bahkan perizinan berusahanya sudah dicabut berdasarkan Keputusan Kepala Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Nomor 060/DPMPTSP-SET/I/2022/01. Ironisnya, PT SIPP tetap tidak patuh dan terus beroperasi.
"Atas perbuatan ini kami melakukan langkah penegakan hukum," tegas Anton Sardjanto.
Anton Sardjanto menguraikan, setelah mendapatkan laporan, penyidik melakukan
pengumpulan bahan dan keterangan. Diperoleh fakta benar telah terjadi pencemaran lingkungan hidup. Dimana PT SIPP melakukan pembuangan limbah secara langsung, pengolahan IPAL yang tidak sesuai dengan UKL/UPL, dan tidak memiliki perizinan pengelolaan limbah dan limbah B3.
Selain itu juga diketahui fakta bahwa Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT SIPP pernah mengalami kerusakan (jebol) sebanyak 2 kali. Berdasarkan hasil analisa sampel laboratorium diketahui bahwa air sungai juga telah tercemar.
Anton menjelaskan, AN dan EM ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan tindak pidana lingkungan hidup berupa dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air dan baku mutu air laut. Atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dan/atau melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
Keduanya disangkakan melanggar Pasal 98 jo Pasal 116 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Pasal 55 KUHAP dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dengan denda paling banyak Rp 10 miliar dan/ atau Pasal 104 berupa ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun dengan denda paling banyak Rp 3 miliar.
Tersangka AN telah dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri. Sementara EK ditahan di Rumah Tahanan Kelas I Salemba Jakarta Pusat.
Sempat Gugat Praperadilan
Tersangka AN dan EK sempat melakukan perlawanan atas penetapan tersangkanya dengan mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kepada penyidik Gakkum KLHK.
Namun, hakim praperadilan memutuskan permohonan praperadilan yang diajukan oleh
tersangka tidak dapat diterima dan gugatan ini dimenangkan oleh penyidik Gakkum KLHK. (*)