Aneh dan Janggal! BPN Kampar Terbitkan Sertifikat Baru yang Sudah Dibatalkan Pengadilan, Jokowi dan Menteri Sofyan Djalil Diseret ke Pengadilan
SabangMeraukeNews, Pekanbaru - Tindakan Kantor Pertanahan (BPN) Kampar, Riau ini sungguh aneh sekaligus janggal. Dua buah sertifikat hak milik (SHM) tanah yang sudah dibatalkan pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap (inkrah), justru diduga diutak-atik lagi oleh BPN menjadi SHM yang diterbitkan dengan nomor baru.
Ini diketahui dari surat yang dilayangkan oleh Kepala Kanwil Kementerian ATR/ BPN Provinsi Riau, Syahrir kepada Mahkamah Agung RI perihal permohonan fatwa pada 12 November lalu. Surat itu dibuat oleh Syahrir setelah ia digugat oleh dua warga Riau bernama Umar dan Yap Ling ke Pengadilan Negeri Pekanbaru pada 5 Oktober silam.
BERITA TERKAIT: Kajari Kuansing: BPN Jangan Suruh Orang Gugat Ke Pengadilan, Itu Keliru, Kasihan Rakyat!
Syahrir digugat karena dugaan melakukan pembangkangan atas putusan pengadilan. Ia tidak menjalankan perintah dan putusan pengadilan untuk membatalkan dua sertifikat tersebut.
Perkara ini pun menyeret Presiden Joko Widodo, Menteri ATR/ BPN Sofyan Djalil sebagai tergugat. Termasuk juga Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/ BPN yang dinilai melakukan intervensi serta Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar.
BERITA TERKAIT: KPK Periksa Kakanwil BPN Riau Syahrir, Kasus Dugaan Suap HGU PT Adimulia Agrolestari Tersangka Bupati Kuansing
Gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) dengan nomor registrasi perkara: 207/Pdt.G/2021/PN PBR telah dimulai dengan sidang mediasi oleh hakim mediator. Kemarin, Selasa (14/12/2021) adalah sidang mediasi kedua setelah sebelumnya mediasi ditunda karena para pihak tidak lengkap hadir.
Ironisnya, bukannya membatalkan dan menganulir 2 buah SHM tersebut sesuai perintah putusan pengadilan, BPN Kampar justru menerbitkan SHM baru untuk mengganti sertifikat yang sudah dibatalkan secara sah menurut hukum.
Kedua sertifikat yang harusnya dibatalkan tersebut yakni SHM dengan nomor 346/ Teratak Buluh seluas 15.200 meter persegi dan nomor 347/ Teratak Buluh seluas 15.310 meter persegi atas nama Azrul Harun. Berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) pada 13 Juli 2020 lalu, kedua sertifikat tersebut sudah dinyatakan batal.
Dalam putusan pengadilan tingkat pertama hingga kasasi yang dikuatkan oleh putusan PK, kedua SHM tersebut sudah dinyatakan batal karena penerbitannya tidak didasarkan kepada warkah dan buku tanah (tidak ada warkah dan buku tanahnya).
BERITA TERKAIT: Kepala Kanwil ATR/ BPN Riau Dituding Membangkangi Putusan Pengadilan, Warga Riau Gugat Presiden Jokowi dan Menteri Sofyan Djalil
Adapun sertifikat baru dengan objek yang sama diterbitkan yakni nomor 11925/ Kubang Jaya sebagai pengganti SHM nomor 346/ Teratak Buluh dan nomor 11926/ Kubang Jaya sebagai ganti SHM nomor 347/ Teratak Buluh yang diterbitkan Kantor Pertanahan/ BPN Kampar pada 25 Agustus 2020 lalu. Itu artinya, sebulan setelah putusan PK pembatalan kedua sertifikat keluar, BPN Kampar justru menerbitkan sertifikat baru yang sudah dibatalkan oleh pengadilan.
Berdasarkan putusan pengadilan pertama hingga kasasi yang dikuatkan oleh putusan PK, kedua SHM tersebut sudah dinyatakan batal karena penerbitannya tidak didasarkan pada warkah dan buku tanah (tidak ada warkah dan buku tanahnya).
Menurut tim hukum Umar dan Yap Ling yang terdiri dari Adi Karma SH, Dewi Septriany SH dan Poltak SH, langkah BPN Kampar yang menerbitkan SHM baru tersebut sangat tak berdasar. Tindakan BPN tersebut dinilai sebagai dugaan manipulasi yang ingin mengaburkan fakta-fakta hukum.
"Apa dasar BPN Kampar menerbitkan SHM baru sebagai ganti SHM yang sudah dinyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum oleh pengadilan? Ini ironis sekali di tengah janji Presiden Jokowi untuk mencegah manipulasi kasus pertanahan. Tindakan ini diduga keras cacat hukum, keliru dan seakan menunjukkan arogansi BPN," tegas Adi Karma, SH.
BERITA TERKAIT: KPK Sudah Periksa 13 Pejabat dan Pegawai BPN Riau, Adakah Tersangka Baru Suap HGU PT Adimulia Agrolestari?
Kepala Seksi Sengketa Kantor Pertanahan/ BPN Kampar, Senti menolak berkomentar soal alibi BPN Kampar yang justru menerbitkan SHM baru padahal SHM sebelumnya sudah diperintahkan pengadilan untuk dibatalkan. Ia juga tak menjawab pesan konfirmasi yang dikirimkan oleh SabangMerauke News sejak kemarin hingga pagi ini.
Kronologis Masalah dan Putusan Hukum
Dua warga Riau pencari keadilan, Umar dan Yap Ling mengaku sudah frustasi berperkara soal tanah, menggugat Presiden Joko Widodo dan Menteri Agraria Tata Ruang (ATR/ BPN) Sofyan Djalil ke Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Gugatan dilayangkan karena Kanwil Kementerian ATR/ BPN Riau diduga telah melakukan pembangkangan terhadap putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
BERITA TERKAIT: Terlibat Mafia Tanah 125 Pegawai BPN Dipecat, Menteri: Yang Busuk Kita Buang!
Selain menggugat Presiden Jokowi dan Menteri Sofyan Djalil, tiga pihak lain juga ikut menjadi tergugat. Yakni Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/ BPN, Kepala Kanwil ATR/ BPN Riau dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar.
Tim kuasa hukum Umar dan Ling dari Kantor Advokat dan Pengacara Adi Karma & Dewi dalam surat gugatannya membeberkan ikhwal penyebab gugatan tersebut.
"Para tergugat dapat dikualifisir telah melakukan tindakan perbuatan melawan hukum dan melecehkan hukum. Padahal program pemerintahan Jokowi-Ma'ruf yang dikampanyekan dengan slogan Nawacita dalam penegakan hukum. Termasuk kampanye revolusi mental. Namun kenyataannya pada level pejabat di bawah kepresidenan tidak melakukan hal tersebut. Justru sebaliknya terjadi ketidakpastian hukum, meski sudah ada putusan berkekuatan hukum tetap," kata tim hukum Umar dan Ling, Selasa (2/11/2021) lalu.
Putusan tersebut yakni perintah pembatalan dua surat sertifikat hak milik (SHM) tanah di wilayah Kabupaten Kampar sebagaimana dalam putusan perkara nomor 111/Pdt.G/2016/PN. Bkn tanggal 16 Agustus 2017 yang diterbitkan Pengadilan Negeri Bangkinang. Yakni SHM nomor 346 dan SHM nomor 347 yang diduga kuat tanpa warkah dan buku tanah.
Umar dan Ling telah menggugat keabsahan kedua SHM tersebut. Pada 16 Agustus 2017 lalu, Pengadilan Negeri Bangkinang dalam amar putusannya telah menyatakan kedua SHM tersebut tidak sah dan tidak berkekuatan hukum tetap. Selain itu, pengadilan juga menyatakan kalau SHM nomor 07030 atas nama Umar dan SHM nomor 07029 atas nama Yap Ling sah dan berkekuatan hukum.
Putusan PN Bangkinang tersebut pun dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Pekanbaru pada tingkatan upaya hukum banding yang diputuskan pada 14 Maret 2018 lalu.
Perkara ini kemudian naik pada tingkatan kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam putusannya, majelis hakim agung menyatakan menolak permohonan kasasi yang diajukan pemohon kasasi yakni ahli waris Asrun Harun dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar. Putusan kasasi diterbitkan pada 30 November 2018 lalu.
Tak berhenti di situ, pihak Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar dan ahli waris Azrul kembali melakukan upaya hukum peninjauan kembali (PK). Namun, putusan PK justru menolak permohonan peninjauan kembali (PK) tersebut pada 13 Juli 2020 lalu.
Dugaan Intervensi Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/ BPN
Tim kuasa hukum Umar dan Ling dalam surat gugatannya ke PN Pekanbaru menyatakan bahwa putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut, telah dieksekusi oleh PN Bangkinang pada 30 Juli 2019 lalu. Namun, meski telah dilakukan eksekusi, pihak Kanwil Kementerian ATR/ BPN Provinsi Riau tidak melakukan pembatalan terhadap kedua SHM nomor 346 dan SHM nomor 347 atas nama Azrul Harun.
Pihak Umar dan Ling bahkan sudah mengajukan permohonan pembatalan kedua SHM tersebut melalui surat tertulis sebanyak dua kali ke Kanwil Kementerian ATR/ BPN Riau. Surat permohonan pembatalan pertama disampaikan pada 27 Oktober 2020 lalu dan kemudian disusul dengan surat permohonan kedua pada 21 Januari 2021.
Pada tanggal 3 Februari 2021 lalu, Kanwil ATR/ BPN Riau telah menindaklanjuti permohonan dengan melakukan gelar perkara. Saat itu direkomendasikan untuk dilakukan pembatalan terhadap SHM nomor 346 dan SHM nomor 347 atas nama Azrul Harun.
Anehnya, tiba-tiba pada 16 Maret 2021, Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/ BPN mengirimkan surat kepada Kanwil Kementerian ATR/ BPN Riau. Surat dengan nomor 66/900/III/2021 tersebut dinilai sebagai bentuk intervensi Inspektorat Jenderal. Isinya meminta agar pembatalan kedua SHM oleh Kanwil ATR/ BPN Riau ditunda. Alasannya, menunggu fatwa dari Mahkamah Agung.
"Alasan menunggu fatwa Mahkamah Agung tidak saja aneh, namun juga lucu dan akal-akalan saja. Fatwa Mahkamah Agung tidak diperlukan karena perkara sudah dinyatakan berkekuatan hukum tetap," tulis tim kuasa hukum Umar dan Ling dalam surat gugatannya.
Tim kuasa hukum Umar dan Ling pun merasa janggal dengan surat Inspektorat Kementerian ATR/BPN tersebut. Soalnya, kewenangan pembatalan SHM berada di kendali Kanwil Kementerian ATR/ BPN Riau. Hal ini sesuai dengan pasal 29 ayat 1 huruf b Peraturan Menteri ATR/ BPN nomor 21 tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan.
"Itu sebabnya surat Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/ BPN tersebut mengada-ada dan mengangkangi serta melecehkan hukum. Yang paling ironis, surat itu telah menciderai kepastian dan keadilan hukum yakni pengabaian atas putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap," jelas tim hukum Umar dan Ling.
Respon Kakanwil Syahrir Dituding Membangkang Putusan Hukum
Kepala Kanwil Kementerian ATR/ BPN Provinsi Riau, Syahrir merespon tudingan disebut telah melakukan pembangkangan terhadap putusan hukum. Menolak disebut membangkang, sikapnya tidak mau membatalkan 2 SHM sesuai putusan pengadilan disebutnya sebagai perwujudan dari prinsip kehati-hatian dalam pemerintahan.
"Gak lah, saya gak membangkang. Kan asas hukum pemerintahan yang baik harus hati-hati," kata Syahrir usai menghadiri sidang mediasi perkara tersebut di Pengadilan Pekanbaru, Selasa (14/12/2021) siang.
Ditanya soal adanya intervensi dari Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian ATR/ BPN hingga kedua SHM tidak jadi dibatalkannya, Syahrir juga menampiknya. Menurutnya, dirinya juga mengaku hanya menindaklanjuti surat Irjen sesuai ketentuan.
Syahrir mengaku gugatan yang dilayangkan terhadap dirinya dan juga Presiden Jokowi serta Menteri ATR/BPN akan bisa diakhiri dengan damai.
"Semoga ada jalan damai agar masalah ini bisa cepat diselesaikan," katanya sambil menaiki mobil dinas yang sudah menunggunya di parkiran PN Pekanbaru.
Sudah Frustasi Mencari Keadilan
Umar dan Ling sepertinya sudah menempuh segala cara agar putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap itu bisa dilaksanakan oleh Kanwil ATR/ BPN Riau. Selain sudah berkali-kali mengirimkan surat ke Kanwil ATR/ BPN Riau, pihaknya sudah bersurat ke Menteri ATR/ BPN Sofyan Djalil maupun Wakil Menteri ATR/ BPN Surya Tjandra. Namun, aneka pengaduan tersebut tak kunjung mendapat jawaban yang jelas.
Umar dan Ling pun menggugat Menteri ATR/ BPN Sofyan Jalil atas dugaan pembiaran terhadap pelecehan dan pengangkangan putusan hukum tersebut.
"Seolah-olah mereka dengan kekuasaan yang dimiliki hendak menyatakan bahwa merekalah hukum, sementara putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, bukanlah hukum," tulis tim kuasa hukum Umar dan Ling dalam surat gugatannya.
Bentuk kekecewaan dan habisnya kesabaran, Umar dan Ling pun turut menggugat Presiden Joko Widodo ke pusaran hukum ini. Awalnya, Umar dan Ling berharap di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi hukum dapat ditegakkan secara adil dan bermartabat. Namun dengan kasus yang dihadapinya, Umar dan Ling merasa kalau hukum penuh dengan ketidakpastian dan sebaliknya mempertontonkan praktik arogansi kekuasaan.
"Kami terpaksa menarik dan melibatkan Presiden Jokowi dalam gugatan ini, karena kami telah lelah dan terus berperkara, tidak hanya menghabiskan waktu, tenaga dan biaya namun juga telah menyakitkan perasaan dan hati nurani. Kami berharap putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap tidak dilecehkan. Supremasi hukum sesuai dengan janji Nawacita Pak Presiden Jokowi harus benar-benar terwujud, tidak sekadar jargon," kata tim kuasa hukum Umar dan Ling.
Apalagi Ombudsman RI lewat perwakilannya di Provinsi Riau telah menyatakan dalam laporan akhir hasil pemeriksaan bahwa Menteri, Inspektorat Jenderal, Kanwil Riau dan Kepala Kantor Pertanahan Kampar terbukti melakukan maladministrasi. Yakni tindakan penundaan berlarut dalam proses permohonan eksekusi putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut. Ombudsman RI perwakilan Riau telah menerbitkan laporan akhir hasil pemeriksaannya tersebut pada 26 Januari 2021 lalu, namun hal itu pun tidak diindahkan oleh 5 pihak yang digugat dalam perkara ini.
Umar dan Ling dalam surat gugatannya meminta agar majelis hakim PN Pekanbaru menerima gugatan seluruhnya dan menyatakan kalau Presiden Jokowi, Menteri ATR/ BPN dan Inspektur Jenderal Kementerian ATR/ BPN telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH).
Selain itu, Umar dan Ling pun meminta majelis hakim menyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum SHM nomor 346 dan SHM nomor 347 atas nama Azrul Harun. Kemudian agar majelis hakim menghukum Presiden Jokowi selaku tergugat I agar memerintahkan Menteri ATR/ BPN (tergugat II), Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/ BPN (tergugat III), Kepala Kanwil ATR/ BPN Riau (tergugat IV) dan Kepala Kantor Pertanahan Kampar (tergugat V) untuk melaksanakan putusan PN Bangkinang nomor 111/Pdt.G/2016/PN. Bkn tanggal 16 Agustus 2017 yang sudah berkekuatan hukum tetap.
"Menghukum Kepala Kanwil ATR/ BPN Riau (tergugat IV) untuk menerbitkan surat keputusan pembatalan SHM nomor 346 dan SHM nomor 347 atas nama Azrul Harun," demikian permohonan gugatan Umar dan Ling tersebut. (*)
BERITA TERKAIT :
Bupati Kuansing Tersangka KPK
KPK Sudah Periksa 13 Pejabat dan Pegawai BPN Riau, Adakah Tersangka Baru Suap HGU PT Adimulia Agrolestari?