Hakim Agung Tersangka Suap Perkara, Eks Ketua MA Malu: Hentikan Panggil Hakim 'Yang Mulia'!
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Penetapan hakim agung Sudrajat Dimyati sebagai tersangka suap pangaturan putusan perkara mencoreng institusi Mahkamah Agung. Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin Tumpa mengaku prihatin atas kasus yang memalukan itu.
Sangking malunya, Harifin Tumpa kembali menyerukan agar masyarakat dan semua pihak tidak lagi memanggil hakim dengan sebutan 'Yang Mulia'.
"Betul (setop panggilan yang mulia). Dari dulu saya memang tidak setuju panggilan itu," kata Harifin Tumpa, Senin (26/9/2022).
Harifin Tumpa sudah mengingatkan agar panggilan yang mulia itu disetop sejak dua tahun lalu. Ada kegelisahan yang mendalam mengapa Harifin Tumpa menolak hakim dipanggil yang mulia.
Namun belakangan panggilan yang mulia kerap digunakan, bahkan dibuat aturan tertulis agar siapa pun memanggil yang mulia. Bahkan, di luar sidang pun dipanggil yang mulia.
"Kami semua korps hakim turut merasa tercemar dengan ulah segelintir manusia yang masuk korps hakim agung. Mudah-mudahan ini yang pertama dan terakhir," pungkas Harifin Tumpa.
Sebelumnya, pekan lalu KPK menetapkan sebanyak 10 tersangka kasus suap perkara di MA. Selain hakim agung Sudrajat, sejumlah panitera dan PNS di lingkungan MA juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Kirim Surat ke Ketua MA
Pada Juni 2022 lalu, Kerukunan Keluarga Purnabakti Hakim Agung (KKPHA) dan Persatuan Hakim Indonesia (Perpahi) mengirim surat ke Ketua MA Syarifuddin. Isinya meminta agar sebutan atau panggilan ke hakim sebagai 'Yang Mulia' ditiadakan.
"Kami memohon maaf bahwa usulan atau kesimpulan kami ini tidak bersifat mutlak. Hanya sebagai keprihatinan kami sebagai para pensiunan atas adanya pendapat masyarakat yang bersifat sindiran yang dikaitkan dengan sebutan/sapaan 'Yang Mulia' kepada para hakim, tetapi di dalam kenyataannya masih banyak hakim yang dalam memeriksa dan memutus perkara belum mencerminkan sikap 'Yang Mulia," ujar Harifin kepada wartawan, Kamis (25/6/2020).
Menurut Harifin, bila dirujuk peraturan tertulis, tidak ada satu pun regulasi yang mewajibkan panggilan 'Yang Mulia'. Bahkan, dalam Ketetapan MPRS RI No XXXI/MPRS/1966 telah mengatur penggantian sebutan 'Paduka Yang Mulia' (P.Y.M), 'Yang Mulia' (Y.M), Paduka Tuan (P.T) dengan sebutan Bapak/Ibu atau Saudara-Saudari. Berikut kutipan lengkap Ketetapan MPRS RI No XXXI/MPRS/1966:
"Bahwa untuk mewujudkan kembali kepribadian Bangsa secara konsekuen berdasarkan Pancasila dan untuk mengikis habis sisa-sisa feodalisme serta kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, perlu menetapkan dalam bentuk Ketetapan MPRS penggantian sebutan 'Paduka Yang Mulia', 'Yang Mulia', 'Paduka Tuan' menjadi 'Bapak/Ibu atau Saudara/Saudari". (*)