Kacau! Hutan Tanaman Industri PT Nusa Wana Raya Jadi Kebun Sawit: Pejabat PUPR, PT NWR dan Menteri LHK Digugat ke Pengadilan
SabangMerauke News, Pekanbaru - Kawasan hutan yang peruntukannya menjadi hutan tanaman industri (HTI) ternyata di lapangan kenyataannya berbeda. Justru sebagian kawasan HTI tersebut diduga telah disulap menjadi kebun kelapa sawit oleh oknum tertentu. Loh, kok bisa?
Hal ini terlihat dari gugatan legal standing yang didaftarkan oleh YLBHR terhadap tiga pihak ke Pengadilan Negeri Pelalawan. YLBHR menengarai telah terjadi penanaman kebun kelapa sawit seluas 53 hektar di kawasan HTI milik PT Nusa Wana Raya (NWR) di Desa Pangkalan Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan.
Dalam gugatannya yang terpampang di SIPP Pengadilan Negeri Pelalawan, YLBHR telah mendaftarkan gugatan dengan nomor: 43/Pdt.G/LH/2021/PN. Plw tertanggal 9 November 2021 lalu. Sidang perdana telah digelar pada Kamis (9/12/2021) lalu. Namun karena para pihak tidak lengkap, sidang pun ditunda hingga 30 Desember mendatang dengan agenda mediasi.
Dalam gugatannya, YLBHR menggugat tiga pihak yakni seorang bernama Sahat Martumbur sebagai tergugat I. Orang ini disebut-sebut memiliki jabatan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemukiman Rakyat (PUPR) RI.
Sementara tergugat II adalah PT Nusa Wana Raya, yakni perusahaan konsesi HTI yang memasok kayu ke PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Perusahaan NWR dituding telah lalai dalam menjaga, mengamankan dan mengelola lahan konsesi yang telah diberikan oleh negara untuk dikelola menjadi HTI. Nyatanya, YLBHR menilai ada wilayah konsesi yang diduga dijadikan Sahat Martumbur sebagai kebun sawit.
Sementara tergugat III yakni Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI selalu institusi negara pemberi izin konsesi kepada PT NWR.
Dalam provisi gugatannya, YLBHR meminta agar majelis hakim PN Pelalawan menghukum Sahat Martumbur selaku tergugat I untuk menghentikan seluruh kegiatan di atas obyek gugatan.
Sementara dalam pokok perkara, YLBHR meminta hakim menyatakan bahwa perbuatan ketiga tergugat adalah perbuatan melawan hukum (PMH).
Selain itu, majelis hakim diminta untuk menghukum Sahat Martumbur untuk menyerahkan obyek gugatan kepada tergugat II (PT NWR) selaku pemegang izin HTI Pola Transmigrasi dalam keadaan kosong dan mengembalikan obyek gugatan kepada status dan fungsinya sebagai kawasan hutan.
Majelis hakim juga diminta menghukum PT NWR untuk menjaga dan memelihara areal kerja HTI miliknya dengan melakukan penanaman tanaman industri pada obyek gugatan.
Menteri LHK pun diminta untuk melakukan pengawasan obyek gugatan dengan penuh tanggungjawab sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku;
"Menghukum Tergugat I (Sahat Martumbur) untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp. 2.500.000 setiap hari, apabila Tergugat I lalai melaksanakan putusan perkara a quo," demikian kutipan gugatan YLBHR. (*)