Sidang Dugaan Korupsi Bank BJB Pekanbaru, Pengacara Pertanyakan Akta Notaris Kredit, Minta Notaris Dihadirkan
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Pengacara terdakwa kasus dugaan kredit fiktif Bank BJB Pekanbaru mempersoalkan keberadaan akta notaris perjanjian kredit. Dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru, Selasa (13/9/2022), tim penasihat hukum terdakwa juga meminta agar notaris pembuat perjanjian kredit dihadirkan oleh jaksa penuntut.
Dalam sidang tersebut, Boy Gunawan, SH, MH, tim penasihat hukum Arif Budiman menyoroti perihal akta notaris, yang merupakan salah satu syarat untuk pengajuan kredit di Bank BJB.
Pasalnya, dalam berkas berupa fotokopi akta notaris yang diajukan dalam persidangan, tidak menjelaskan secara rinci siapa saja pihak yang menandatangani akta untuk permohonan pengajuan kredit di Bank BJB Cabang Pekanbaru. Sementara di sisi lain, Arif menegaskan tidak pernah menandatangani akta notaris tersebut.
Boy menanyakan hal itu kepada saksi Fajrurrahman, yang merupakan mantan karyawan Bank BJB Cabang Pekanbaru. Saksi bertugas di Bank BJB Cabang Pekanbaru selama tahun 2017 akhir hingga awal tahun 2022.
Selama itu, saksi bertugas untuk menangani kredit bermasalah, yang salah satunya adalah kredit beberapa perusahaan yang dikelola Arif Budiman selaku nasabah Bank BJB Cabang Pekanbaru.
Dalam keterangannya, saksi mengaku mengetahui adanya kredit macet atas nama CV Palem Gunung Raya dan CV Putra Bungsu yang dikelola Arif Budiman.
Tim kuasa hukum Arif Budiman yang terdiri dari Boy Gunawan, SH, MH, Yuherman SH, MH dan Kaharmansyah Harahap SH, MH kemudian menanyakan akta notaris yang merupakan salah satu syarat untuk mengajukan permohonan kredit di Bank BJB. Hal itu karena tim kuasa hukum melihat ada yang janggal dalam akta tersebut.
Menurut Boy, di dalam akta tersebut tidak mencantumkan tanda tangan semua pihak yang seharusnya ada. Termasuk tanda tangan Arif Budiman dan istri serta comanditer dari dua perusahaan seperti yang disebutkan di atas.
Ketika ditanyakan tentang hal itu, saksi mengatakan bisa jadi akta yang asli dan berisi tanda tangan basah, berada di tangan notaris.
Ketika hal ini ditanyakan kepada tim JPU, yang bersangkutan mengaku tidak mengantongi dokumen yang dimaksud.
Menyikapi hal itu, Boy Gunawan pun meminta akta asli berikut notaris dihadirkan dalam persidangan.
"Demi keadilan, kami mohon supaya akta dan notaris yang bersangkutan dihadirkan dalam persidangan, Yang Mulia," ujarnya kepada majelis hakim yang diketuai Yuliarta, SH.
Menanggapi permohonan itu, Yuliarta pun meminta JPU mewujudkan hal itu.
"Atau kuasa hukum terdakwa bisa meminta supaya notaris dan aktanya dihadirkan dalam sidang selanjutnya nanti," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Boy mengatakan pihaknya akan mengupayakan hal itu sambil berkoordinasi dengan JPU.
Sidang kemarin juga menghadirkan saksi lainnya, yakni Huzairi, yang merupakan mantan Kabag Umum Setwan DPRD Riau selama tahun 2015 dan 2016.
Dalam kesaksiannya, Huzairin mengakui ada beberapa pekerjaan di DPRD Riau, yang pelaksanaannya diklaim atas nama perusahaan milik Arif Budiman. Namun ia mengakui tidak pernah berhubungan langsung dengan Arif Budiman terkait pekerjaan itu.
JPU juga sempat menanyakan perihal ada kunjungan dari pihak Bank BJB Pekanbaru, untuk memastikan pekerjaan itu benar-benar dilakukan perusahaan Arif Budiman.
Namun menurut Huzairin, tanda tangan atas nama dirinya sebagaimana yang ditunjukkan dalam berkas oleh JPU, bukan tanda tangan dirinya. Huzairin juga menegaskan dirinya tak pernah menerima kunjungan dari pihak BJB tersebut.
Sedangkan saksi Erik Oktavianda, yang kini mengisi jabatan yang telah ditinggalkan Huzairi, mengungkapkan dirinya tak mengetahui secara pasti perihal duduk perkara tersebut. Dari pemeriksaan berkas yang dilakukan pihaknya, ditemukan 10 pekerjaan yang nomor SPK-nya berbeda antara yang ada pada pihakbya dengan berkas yang ditunjukkan penyidik Polda Riau beberapa waktu lalu. Namun Erik mengaku tidak tahu pasti mengenai hal itu, karena terjadi saat dirinya belum menduduki jabatan sebagai Kabag Umum Setwan DPRD Pekanbaru.
Sementara itu, saksi Masjuneri Putra selaku ASN dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Dinas Pendidikan Pemkab Kuantan Singingi, mengungkapkan ada sejumlah pekerjaan yang dilakukan perusahaan milik Arif, namun bukan bukan seperti SPK yang diperlihatkan kepadanya saat proses penyidikan berlangsung.
"Memang ada SPK yang tidak sama. Tapi secara administrasi kami tidak masalah karena semua pekerjaan telah dikerjakan hingga tuntas," terangnya.
Sama halnya dengan Huzairi, ia juga mengakui tanda tangan dalam berita kunjungan Bank BJB terhadapnya, bukanlah miliknya.
Begitu juga saksi Agusanto, ASN di Setwan DPRD Riau, yang juga panitia lelang. Menurutnya, tanda tangan dalam berkas verifikasi dan kunjungan pihak BJB yang dijadikan bukti dalam sidang, bukan tanda tangannya.
Saksi terakhir adalah Ireng Maulana, salah seorang rekanan di DPRD Riau. Ia dihadirkan JPU karena ada pekerjaan yang dilakukan pihaknya, namun SPK-nya di Bank BJB Cabang Pekanbaru disebutkan atas nama perusahaan milik Arif Budiman.
Setelah pemeriksaan saksi, sidang kemudian ditunda dan dilanjutkan pekan depan.
Dikonfirmasi usai sidang, Boy Gunawan mengatakan ada beberapa hal yang menjadi catatan pihaknya. Khususnya mengenai akta notaris yang menurutnya masih mengganjal.
"Karena itu kita minta ini benar-benar dituntaskan. Sebab untuk pengajuan kredit tidak akan bisa terlaksana kalau tidak akta notaris. Jadi harus dipastikan apakah memang klien kami atau ada pihak lain yang membuatnya. Kasihan klien kami, nasibnya jadi begini," ujarnya.
Begitu juga dengan sejumlah tanda tangan yang disangkal oara saksi, menurutnya hal itu juga harus dituntaskan. Dalam hal ini bisa dilakukan dengan tes forensik.
"Dulu klien kami juga sudah meminta hal ini dilakukan, tapi tak ada respon," terangnya lagi. (*)