Sukses Seret 3 Kepala Cabang Bank Riau Kepri di Kasus Fee Ilegal Asuransi, Apakah Polda Berniat Usut Dugaan Uang Komisi dari PT Jamkrida?
SabangMerauke News, Pekanbaru - Kepolisian Daerah (Polda) Riau bertindak cepat dalam pengusutan kasus penerimaan fee ilegal asuransi kredit yang menjerat 3 mantan kepala cabang Bank Riau Kepri (BRK). Ketiganya sudah divonis bersalah hukuman 2,5 tahun penjara karena terbukti melanggar Undang-undang Perbankan, yakni menerima uang secara ilegal dari perusahaan pialang PT Global Risk Management (GRM).
Meski demikian, fakta persidangan mengungkap bahwa lebih dari 40 kepala cabang/ cabang pembantu dan kedai BRK diduga kuat juga menerima fee yang sama. Namun, hingga kini proses hukum 'gelombang kedua' dari kasus ini diduga belum dituntaskan.
Berita Terkait: Gubernur Syamsuar Bungkam Soal Dugaan Uang Komisi PT Jamkrida ke Kepala Cabang Bank Riau Kepri, Ada Apa?
Terlepas dari masih belum tuntasnya pengusutan kasus fee ilegal dari PT GRM kepada seluruh penerimanya, namun tindakan Polda Riau tersebut patut mendapat apresiasi.
Pertanyaan baru pun muncul kemudian. Apakah Polda Riau kembali akan memproses hukum dugaan pemberian komisi dari PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Riau kepada para kepala cabang BRK? Atau apakah kasus ini akan diambil oleh lembaga penegak hukum lainnya?
Berita Terkait: 'Tumbalkan' 3 Kepala Cabang, Bank Riau Kepri Justru Tetapkan Perusahaan Pemberi Fee Ilegal Jadi Pialang Tunggal, Formasi: Ini Sudah Mainan Atas!
Ahli pidana perbankan, Dr Zulfi Diane Zaini SH, MH menyatakan pemberian fee atau komisi dari PT Jamkrida Riau ke kepala cabang Bank Riau Kepri (BRK) tidak diperbolehkan. Hal tersebut bahkan merupakan bentuk pelanggaran dari Undang-undang Perbankan yang dapat dan semestinya diproses hukum.
"Pada pokok dan prinsipnya, penerimaan apapun dari pihak ketiga, tidak bisa masuk ke kantong pribadi dari direksi, pengurus atau pegawai bank. Namun harus menjadi pendapatan atau penerimaan institusi bank tersebut," kata Dr Zulfi Diane Zaini SH, MH dalam perbincangan dengan SM News, Sabtu (11/12/2021) lalu via sambungan telepon.
Dr Zulfi adalah saksi ahli Polda Riau dalam kasus dugaan suap fee ilegal asuransi kredit Bank Riau Kepri (BRK) dari pialang (broker) PT Global Risk Management (GRM) yang menjerat 3 mantan kepala cabang BRK dan telah divonis bersalah dengan hukuman 2,5 tahun penjara pada tingkatan banding. Namun, dalam perkara ini penuntut umum tidak menjerat pemberi dan penerimanya dengan Undang-undang Tipikor, melainkan hanya dengan UU Perbankan, sehingga pemberi fee tidak dapat dijerat.
Kepala Pusat Studi Hukum Perbankan (PSHP) Universitas Bandar Lampung ini menegaskan segala penerimaan dari pihak ketiga harus dicatat dalam laporan laba rugi bank, bukan menjadi pendapatan pribadi dari kepala cabang bank.
"Saya agak heran, mestinya bank itu (Bank Riau Kepri, red) mengedepankan prinsip utama perbankan yakni prinsip kehati-hatian. Kan sudah jelas ada peraturan hukum soal itu yang harus disesuaikan dengan kebijakan bank. Apalagi BRK itu kan bank plat merah yang semua sahamnya milik pemerintah daerah. Ini tak boleh terjadi," kata Dr Zulfi.
Berita Terkait: Dugaan Kepala Cabang Bank Riau Kepri Terima Komisi dari PT Jamkrida, OJK: Penerimaan Pribadi Tidak Diperkenankan!
Ia menegaskan kasus pemberian komisi dari PT Jamkrida kepada kepala cabang BRK sama substansinya dengan kasus fee ilegal dari PT GRM ke kepala cabang BRK yang sudah diproses hukum.
"Itu sama substansi case-nya, yakni penerimaan secara tidak sah oleh pegawai bank. Tidak boleh pengurus atau pegawai bank mendapat komisi atau fee dari pihak ketiga. Itu semestinya menjadi pendapatan bank. Aparat hukum dapat mengambil tindakan hukum dari kasus tersebut, jika benar terjadi dan disertai fakta-fakta hukum," tegas Dr Zulfi.
Kapolda Riau, Irjen (Pol) Agung Setya Imam Effendi telah dikonfirmasi via layanan Whatsapp tentang rencana dan kesediaan Polda Riau untuk melakukan proses hukum pemberian komisi dari PT Jamkrida Riau. Namun, hingga saat ini jenderal bintang dua tersebut tidak kunjung memberikan jawaban.
Sama halnya dengan Kabid Humas Polda Riau, Kombes (Pol) Sunarto juga belum menjawab pesan konfirmasi yanh dikirimkan oleh SM News.
Berita Terkait: Mahasiswa Desak Kapolri Instruksikan Kapolda Riau Usut Tuntas Kasus Fee Ilegal Asuransi Kredit Bank Riau Kepri
Diwartakan sebelumnya oleh media ini, diduga PT Jamkrida yang juga merupakan BUMD milik Pemprov Riau telah memberikan komisi kepada para kepala cabang BRK. Pemberian uang disebut sebagai biaya akuisisi atau komisi atas apresiasi karena kepala cabang BRK telah melakukan penjaminan kredit produktif yang diproses tidak melalui broker alias head to head kepada PT Jamkrida Riau.
Informasi awal pemberian komisi tersebut diperoleh berdasarkan surat keputusan Direktur Utama PT Jamkrida Riau tentang Biaya Akuisisi Cabang-cabang BRK. Surat tertanggal 1 Agustus 2019 lalu itu ditandatangani oleh Dirut PT Jamkrida, Afrizal Berry.
Disebutkan dalam surat itu kalau biaya akuisisi diberikan khusus untuk produk penjaminan kredit produktif yang diproses tidak melalui broker alias head to head. PT Jamkrida mencuplik Peraturan OJK nomor: 2/POJK.5/2017 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Penjaminan sebagai rujukan pemberian komisi biaya akuisisi tersebut.
Dalam salinan kopian surat itu disebutkan kalau pembayaran akuisisi dilakukan secara transfer ke rekening sesuai konfirmasi bayar dari pimpinan cabang BRK.
SM News juga mendapatkan salinan kopian diduga bukti transfer biaya akuisisi kepada sejumlah pemimpin cabang BRK yang diduga diberikan PT Jamkrida Riau pada periode 2020 lalu. Jumlah komisi biaya akuisisi tersebut bervariatif diberikan kepada tiap pemimpin cabang BRK.
SM News masih mengklarifikasi kebenaran surat yang diteken oleh Afrizal Berry tersebut. Namun, ponsel Afrizal tidak dapat dihubungi, sementara pesan singkat Whatsapp yang dikirimkan SM News tidak bisa sampai ke ponselnya.
Pejabat Humas Bank Riau Kepri, Dwi belum memberikan klarifikasi atas dugaan kasus baru pemberian komisi kepada kepala cabang BRK ini. Ia tidak menjawab pesan konfirmasi yang telah dilayangkan sejak beberapa hari lalu. (*)