Negara Untung Besar Dari Rakyat Perokok, Meski Harus Subsidi Rp 15 Triliun
SabangMerauke, Jakarta - Meski harus mengeluarkan uang sebesar Rp 15 triliun untuk pengobatan masyarakat akibat asap rokok, namun negara masih mendapatkan pemasukan yang signifikan dari penerimaan cukai rokok. Per tahun 2020, penerimaan negara dari tembakau tersebut mencapai Rp 170 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, banyak kerugian yang diakibatkan oleh rokok. Tidak hanya bagi individunya yang merokok tapi juga ke negara.
Negara bahkan harus merogoh kocek hingga Rp 15 triliun per tahun untuk para perokok. Ini digunakan untuk mengobati masyarakat yang sakit karena merokok. Jumlah ini hampir 10% dari pendapatan cukai rokok pada 2020 sebesar Rp 170 triliun.
Menurutnya, secara total biaya kesehatan akibat merokok per tahunnya mencapai Rp 17,9 triliun hingga Rp 27,7 triliun. Sebagian dari biaya tersebut yakni Rp 15 triliun dari kantong pemerintah melalui BPJS Kesehatan.
"Akibat merokok sebanyak Rp 10,5 triliun sampai Rp 15,6 triliun biaya perawatan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Senin (13/12/2021).
Menurutnya, biaya ini cukup besar yakni mencapai 20%-30% dari biaya subsidi PBI JKN yang dikeluarkan pemerintah yakni sebesar Rp 48,8 triliun.
Selain itu, biaya ekonomi dari kehilangan tahun produktif karena penyakit disabilitas dan kematian dini akibat merokok juga sangat besar. Estimasinya mencapai Rp 374 triliun di tahun 2015.
Oleh karenanya, ia ingin melindungi dan menjauhkan barang berbahaya ini dari masyarakat. Caranya dengan kebijakan kenaikan tarif cukai yang dilakukan setiap tahun.
Untuk tahun 2022, kenaikan rata-rata tarif cukai sebesar 12%. Lebih rendah dari kenaikan tahun lalu yang sebesar 12,5%.
"Tarif CHT mendorong agar rokok makin tidak terjangkau masyarakat yang kita lindungi yakni anak-anak dan orang miskin," pungkasnya. (*)