KRP-HPMR Peringatkan PT Pertamina Hulu Rokan Segera Penuhi Hak Istimewa Masyarakat Lokal, Ini 2 Desakannya
SABANGMERAUKE NEWS, Bengkalis - Komite Reformasi Perjuangan Hak Putra Melayu Riau (KRPHPMR) mengingatkan manajemen PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) segera memenuhi hak-hak masyarakat lokal di Duri, Bengkalis. Pemenuhan hak tersebut menyangkut kesempatan untuk dapat bekerja dan ikut berusaha dalam dalam lingkup pekerjaan di Blok Rokan.
Ketua Umum KRP-HPMR, Dr Syarif Abdullah MA menegaskan hal tersebut pasca pertemuan kali kedua dengan manajemen PT PHR di Hotel Grand Zuri Duri, Sabtu (17/9/2022) malam kemarin. Sebelumnya, KRP-HPMR sudah pernah melakukan persamuhan dengan PHR di Gedung Serindit Duri Camp pada 8 September 2022 lalu.
Syarif Abdullah menegaskan, ada dua hak masyarakat lokal yang sangat wajar dapat dipenuhi oleh PHR sebagai operator Blok Rokan pasca alihkelola 9 Agustus 2021 lalu.
Ia bahkan menyebut hal tersebut sebagai hak istimewa dan hak prioritas bagi warga tempatan. Yakni menyangkut diterimanya anak kemenakan yakni masyarakat Melayu lokal bekerja di lingkungan PHR maupun perusahaan mitra kerja (sub kontraktor) anak perusahaan BUMN tersebut.
Menurutnya, saat ini terjadi ketimpangan yang serius terhadap porsi anak kemenakan Melayu yang bekerja di Blok Rokan, bila dibandingkan dengan pekerja lainnya.
Ia menegaskan, tuntutan tersebut tidak bermaksud membangkitkan sentimen lokal kedaerahan. Namun sudah merupakan kewajaran anak-anak Melayu mendapat pekerjaan di tanah airnya sendiri.
"Coba kita lihat saja datanya. Cobalah dibuka. Berapa porsi anak kemenakan Melayu yang bekerja di PHR maupun di perusahaan sub kontraktornya. Sangat timpang sekali. Ini kan gak boleh terus terjadi, dampak sosialnya akan besar. PHR harusnya memahami paradigma tersebut, yakni soal hak istimewa dan prioritas bagi warga tempatan," kata Syarif dalam pembicaraan dengan SabangMerauke News, Minggu (18/9/2022) sore tadi.
Syarif menegaskan, semua warga Bengkalis dapat bekerja di Blok Rokan. Apalagi sudah ada peraturan daerah Bengkalis yang mengatur porsi tenaga kerja lokal dan tenaga kerja luar daerah. Yakni komposisi 70 persen merupakan tenaga kerja lokal dan 30 persen dapat berasal dari luar daerah. Hal tersebut ditandai dengan kepemilikan identitas kependudukan pekerja.
Hanya saja dalam catatan KRP-HPMR, kata Syarif, porsi tenaga kerja lokal dari unsur anak kemenakan Melayu sangat kecil dan minoritas.
"Anak kemenakan kami saat ini justru banyak menganggur, jadi penonton di daerahnya sendiri. Padahal, mereka memiliki kemampuan untuk bekerja di Blok Rokan. Semula kami berharap Pertamina masuk ke Blok Rokan bisa mengubah pola yang terjadi selama ini," tegas Syarif.
Pihaknya juga mempersoalkan adanya syarat pengalaman kerja dalam rekrutmen tenaga kerja di lingkungan Blok Rokan. Menurutnya, persyaratan tersebut tak adil karena tidak memberikan kesempatan yang sama kepada putra-putri lokal untuk bisa bersaing mendapatkan pekerjaan.
"Jika syarat itu terus dipertahankan, maka akan sangat sulit anak-anak lokal bisa diterima. Kan bisa dilakukan training, sehingga syaratnya tidak kaku dan cenderung tidak fair," tegas Syarif.
Ekspansi Anak Cucu Cicit BUMN
Syarif Abdullah juga meminta agar manajemen PT PHR melibatkan perusahaan-perusahaan lokal terlibat dalam kegiatan di Blok Rokan. Menurutnya, pengusaha-pengusaha lokal mestinya mendapat kesempatan untuk diberi pekerjaan dalam meningkatkan bisnisnya selama ini sehingga bisa naik kelas.
"Jadi, selain hak mendapatkan lapangan pekerjaan, namun hak untuk bekerja (berusaha) juga idealnya harus diberikan kepada pelaku usaha lokal. Jangan sampai pengusaha lokal justru jadi penonton seperti yang tersiar selama ini," katanya.
Syarif juga menyinggung soal aksi ekspansi anak cucu cicit BUMN di Blok Rokan dalam setahun terakhir. Ia menilai, kehadiran perusahaan-perusahaan dari Jakarta tersebut tidak mencerminkan pemberdayaan dan penguatan pelaku usaha lokal.
"Pelaku usaha lokal yang seharusnya naik kelas, justru menjadi kehilangan peran," jelasnya.
Ia mendesak agar dibentuk tim fasilitasi gabungan yang melibatkan unsur PHR, forum perusahaan mitra PHR, pemda dan masyarakat untuk mengurai persoalan yang terjadi di Blok Rokan. Khususnya dalam menyelesaikan persoalan tenaga kerja lokal dan keterlibatan perusahaan lokal di Blok Rokan.
"Kami menunggu niat baik PHR untuk segera merespon harapan dan aspirasi yang berkembang saat ini. Agar ketimpangan yang terjadi segera diatasi," tegas Syarif.
Patuhi Perda Tenaga Kerja
Terpisah, anggota DPRD Bengkalis, Sanusi menegaskan agar semua perusahaan, khususnya PT PHR dan mitra kerjanya mematuhi aturan ketenagakerjaan yang sudah ditetapkan Pemkab Bengkalis. Ia mengutarakan soal Perda Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Pelayanan, Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Lokal di wilayah Kabupaten Bengkalis.
"Sudah jelas dalam perda tersebut soal penggunaan tenaga kerja lokal. Ada aturan yang lengkap untuk melaksanakannya. Kami minta seluruh perusahaan di Bengkalis untuk mematuhinya," tegas Sanusi, Minggu sore.
Politisi PKS ini menegaskan, isu tenaga kerja lokal sangat sensitif. Tidak saja soal dampak dan sisi ekonomi, namun juga menyangkut ekses sosial yakni marwah daerah.
Menurutnya, tenaga kerja lokal merupakan unsur utama daya dukung sosial masyarakat terhadap keberadaan perusahaan, khususnya PHR.
"Ketersediaan dan tanggung jawab perusahaan untuk secara optimal merekrut tenaga kerja lokal merupakan pondasi utama adanya daya dukung sosial masyarakat. Jika tidak diselesaikan, maka muncul ekses sosial yang dampaknya sangat besar," pungkas Sanusi. (*)