8 Fakta Menarik Kasus Pembobolan Rekening Nasabah BJB Pekanbaru, Nomor 5 Bikin Kita Kaget
SM News, Pekanbaru - Kasus pembobolan rekening nasabah Bank Jabar Banten (BJB) cabang Pekanbaru dengan korban Arif Budiman sudah sampai pada tahap akhir. Dijadwalkan pada 20 Desember mendatang, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru akan membacakan putusan kasus yang menghebohkan perbankan milik Pemprov Jabar dan Banten yang ekspansi ke Bumi Lancang Kuning ini.
Dua orang mantan pejabat dan teller BJB Pekanbaru telah dituntut. Keduanya yakni manager consumer, Indra Osmer Gunawan dan teller BJB, Tarry Dwi Cahya.
Berikut 5 fakta-fakta menarik yang terjadi sepanjang persidangan tersebut:
1. Terdakwa Diduga Palsukan Tanda Tangan Nasabah
Pencairan sejumlah cek milik perusahaan yang dikelola oleh korban, Arif Budiman diduga terjadi tanpa diketahui pemilik rekening dan perusahaan. Hasil uji laboratorium kepolisian menyebut tanda tangan pemilik rekening perusahaan tidak identik.
Sejumlah cek dijadikan alat bukti ditunjukkan dalam persidangan. Para direktur perusahaan yang dikelola Arif Budiman menyatakan tidak pernah mengajukan pencairan cek. Tanda tangan mereka juga diduga dipalsukan, sehingga uang bisa cair.
2. Cek Salah Tulis Bisa Dicairkan
Pencairan cek di Bank Jabar Banten dalam kasus ini cukup unik sekaligus mengherankan. Soalnya, meski penulisan nominal cek salah, namun cek justru bisa dicairkan.
Misalnya, sebuah cek yang ditulis nominal 'Tujuh Puluh Ribu Delapan Juta Rupiah'. Meski tidak ada angka nominal uang uang sebesar itu, namun nyatanya uang dapat dicairkan sebesar Rp 78 juta.
3. Verifikasi Cek Sore Hari Setelah Uang Cair
Pencairan sejumlah cek milik perusahaan yang terafiliasi dengan korban Arif Budiman terbilang aneh. Soalnya, proses pencairan uang mendahului verifikasi berkas pengacuan cek.
Verifikasi dokumen cek justru dilakukan oleh pejabat BJB Pekanbaru setelah sore hari, jelang tutupnya jam operasional bank tersebut. Ini terus terjadi berulang kali sehingga menimbulkan tanda tanya penerapan SOP BJB Pekanbaru yang memiliki risiko tinggi dan diduga mengabaikan prinsip kehati-hatian perbankan.
4. Data Penyidikan dengan Pengakuan BJB Diduga Berbeda
Satu temuan in yakni adanya perbedaan data penyidikan yang dilakukan oleh Polda Riau. Saat kasus ini disidik, ditetapkan ada sebanyak 9 lembar transaksi cek diduga secara melawan hukum yang pencairannya mengakibatkan kerugian bagi nasabah korban.
Adapun 9 transaksi cek tersebut yakni meliputi:
1. Cek asli penarikan CV Palem Gunung Raya pada 31 Mei 2016 senilai Rp 200 juta.
2. Cek asli penarikan CV Fyat Motor pada 3 Januari 2017 senilai Rp 70.800.000,-
3. Cek asli penarikan CV Rizki Pratama pada 22 Juni 2017 senilai Rp 500 juta.
4. Cek asli penarikan CV Putra Bungsu pada 21 Agustus 2017 sebesar Rp 150 juta.
5. Cek asli penarikan CV Fyat Motor pada 13 Oktober 2017 senilai Rp 250 juta.
6. Cek asli penarikan CV Fyat Motor pada 16 Oktober 2017 senilai Rp 130 juta.
7. Cek asli penarikan CV Rizki Pratama pada 5 Desember 2017 sebesar Rp 1,5 miliar
8. Cek asli penarikan CV Rizki Pratama pada 19 Desember 2017 senilai Rp 1,25 miliar
9. Cek asli penarikan CV Palem Gunung Raya pada 30 Desember 2017 senilai Rp 6,265 miliar
Dari hasil penyidikan Polda Riau tersebut ditetapkan jumlah kerugian korban sebesar Rp 3.200.800.000,-. Jumlah tersebut sebagai hasil rekap kerugian CV Palem Gunung Raya sebesar Rp 400 juta, CV Fyat Motor sebesar Rp 400.800.000,-, CV Putra Bungsu sebesar Rp 150 juta dan CV Rizki Pratama sebesar Rp2.250.000.000,-.
Pada sisi lain, BJB Pekanbaru pernah mengirimkan data sebanyak 22 data transaksi yang diduga merugikan Arif. Dari data itu ada yang tidak masuk ke dalam berkas penyidikan, yakni:
1. Penarikan cek CV Palem Gunung Raya pada 6 Mei 2014 sebesar Rp 150 juta
2. Penarikan cek CV Palem Gunung Raya pada 19 September 2014 sebesar Rp 100 juta
3. Penarikan cek CV Rizki Pratama pada 20 November 2014 sebesar Rp 25 juta
4. Penarikan cek CV Putra Bungsu pada 12 Desember 2014 sebesar Rp 500 juta (Rp 100 juta)
5. Penarikan cek CV Hikmah pada 15 Desember 2014 sebesar Rp 150 juta
6. Penarikan cek CV Hikmah pada 16 Desember 2014 sebesar Rp 250 juta (Rp 125 juta)
7. Penarikan cek PT Yonny Group pada 4 Agustus 2015 sebesar Rp 447 juta (Rp 100 juta)
8. Penarikan cek PT Yonny Group pada 26 Agustus 2015 sebesar Rp 50 juta
9. Penarikan cek CV Putra Bungsu pada 13 Oktober 2015 sebesar Rp 50 juta
10. Penarikan cek CV Fyat Motor pada 5 Januari 2016 sebesar Rp 475 juta.
11. Setoran tunai Arif Budiman pada 29 Desember 2017 sebesar Rp 1 miliar (Rp 500 juta).
5. Teller Dituntut Lebih Berat Dibanding Manajer BJB
Mantan manajer Bank Jabar Banten (BJB) Pekanbaru, Indra Osmer Gunawan dituntut hukuman 8 tahun penjara oleh jaksa Kejati Riau.
"Menuntut terdakwa Indra Osmer Gunawan Hutahuruk dengan pidana penjara 8 tahun dan pidana denda Rp10 miliar subsidair 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut dalam surat tuntutannya.
Pada sidang sebelumnya, jaksa sudah menuntut teller BJB Pekanbaru, Tarry Dwi Cahya dengan hukuman 10 tahun penjara dan pidana denda Rp 10 miliar subsidair 6 bulan kurungan penjara.
Tuntutan terhadap teller Tarry lebih tinggi dari Indra Osmer, meski jabatannya jauh rendah. Diduga, sikap Tarry yang banyak membantah dan tidak mengakui perbuatannya membuat tuntutan tersebut lebih tinggi. Peran Tarry sebenarnya diharapkan dapat menguak misteri kasus perbankan yang menghebohkan jagat hukum nasional ini.
Indra Osmer menurut jaksa penuntut diyakini terbukti secara bersama-sama bersalah melakukan tindak pidana perbankan sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan alternatif pertama. Yakni melanggar pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-undang RI nomor: 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sementara menurut jaksa, terdakwa Tarry Dwi Cahya terbukti bersalah sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan kombinasi kesatu pertama melanggar pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Serta dakwaan kedua pertama yakni melanggar pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU momor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
6. BJB Mau Ganti Rugi dengan Syarat Korban Cabut Laporan Polisi
Sepcuk surat yang ditandatangani oleh mantan Branch Manager BJB cabang Pekanbaru, Rachmat Abadi pada 20 Maret 2020 lalu muncul dalam persidangan. Dalam surat tersebut, pihak BJB bersedia membayar ganti kerugian korban sebesar Rp 3,02 miliar dari rekapan sebanyak 22 transaksi.
Pihak BJB menawarkan uang pengganti itu dengan syarat Arif Budiman mencabut laporan/ pengaduan dan gugatannya baik secara perdata dan pidana. Selain itu syarat lain yakni Arif diminta menerima dan mengakui seluruh transaksinya. Namun Arif menolak tawaran BJB Pekanbaru tersebut hingga kasus ini naik ke meja hijau.
Korban Arif menolak tawaran BJB atas ganti rugi tersebut. Ia menilai kerugian yang dialaminya justru mencapai Rp 26 miliar. Kasus ini pun naik ke proses hukum.
7. Rekaman CCTV Diduga Disimpan BJB
Kasus dugaan pembobolan dana nasabah Bank Jabar Banten (BJB) cabang Pekanbaru dengan korban Arif Budiman, terus memunculkan fakta-fakta baru. Bila sebelumnya pejabat BJB Pekanbaru, Sonny Budi Hariyadi selaku manajer operasional mengaku kalau pihaknya tidak memiliki rekaman CCTV, namun pengakuannya tersebut dalam persidangan sudah terbantah.
Adalah mantan petugas CCTV BJB Pekanbaru, Riztino yang membuka tabir yang diduga dipendam oleh pihak BJB Pekanbaru. Riztino kepada majelis hakim dalam persidangan dua pekan lalu menyatakan kalau rekaman CCTV sudah diserahkan kepada Sonny Budi Haryadi.
Ternyata, pengakuan Riztiono tersebut tak hanya klaim semata. Sebuah rekaman pembicaraan via handphone diduga komunikasi antara Riztino dengan Sonny pun beredar. Dalam pembicaraan tersebut, diduga seorang bernama Sonny meminta agar Riztino tidak menyerahkan hasil backup rekaman data CCTV kepada siapapun, kecuali kepada pihak BJB.
Riztino dalam pembicaraan telepon tersebut menyatakan kepada seorang diduga Sonny kalau seluruh data yang orisinil sudah ia serahkan ke pihak BJB. Namun diakuinya masih ada data kopian yang ia pegang. Orang yang diduga Sonny meminta agar sisa data kopian yang ada pada Riztino diserahkan kepada BJB.
8. Ada Pembicaraan Diduga Pejabat BJB Sebut Sudah Siapkan Untuk 'Pengadilan'
Dalam pembicaraan antara diduga Sonny dengan Riztino tersebut, diduga seorang yang bernama Sonny menyatakan kalau masalah perkara dapat dibereskan oleh BJB. Bahkan ia sempat menyebut kalau BJB pernah mengeluarkan uang Rp 5 miliar untuk membereskan kasus.
"Kemarin aja, kasus yang di daerah mana, Rp 5 miliar aja kita beresin. Uang berapa, nggak masalah bagi BJB", kata orang yang diduga Sonny dalam rekaman itu. Soal uang Rp 5 miliar tersebut, orang diduga bernama Sonny mengaitkannya dengan sebuah institusi hukum.
Tak hanya itu, orang diduga Sonny tersebut sesumbar kalau untuk kasus yang terjadi di Pekanbaru sudah disiapkan oleh BJB. Ia bahkan menyebut kalau urusan di pengadilan pun sudah disiapkan.
"Pekanbaru sudah kita siapin semuanya, baik pengadilan. Mau ngadukan di Pengadilan, silakan. Kita sudah siapin semuanya," kata orang diduga Sonny tersebut kepada Riztino dalam rekaman pembicaraan tersebut.
SM News belum dapat mengonfirmasi Sonny maupun pihak BJB Pekanbaru ikhwal adanya rekaman pembicaraan tersebut. Namun, Riztino sudah mengakui kalau suara dalam rekaman tersebut adalah dirinya.
Perkara dilaporkan oleh Arif Budiman ke Polda Riau pada 2019 lalu. Dalam laporannya Arif mengaku telah kehilangan dana mencapai Rp 26 miliar dalam kurun waktu tahun 2014-2018 dari rekening giro sejumlah perusahaannya yang disimpan di BJB Pekanbaru. Namun, dalam proses penyidikan nilai kerugian yang ditetapkan penyidik Polda Riau maupun jaksa Kejati Riau hanya sebesar Rp 3,02 miliar.
Adapun modus dugaan kejahatan perbankan ini sedikitnya dilakukan dalam dua cara. Yakni kedua terdakwa diduga melakukan pencairan cek dana perusahaan dengan memalsukan tanda tangan Arif dan direktur perusahaan yang dimiliki Arif.
Selain itu, terdakwa Indra juga diduga melakukan pengambilan dana dari giro perusahaan Arif dan memindahkannya ke rekening kolega terdakwa. Proses pencairan cek dan pemidahbukuan rekening tanpa diketahui dan dikonfirmasi oleh Arif maupun direktur perusahaan yang dimiliki Arif.
Indra diduga mengutak-atik isi rekening giro sejumlah perusahaan, tanpa persetujuan Arif dan para direktur perusahaan milik Arif. Dalam menjalankan aksinya, terdakwa memerintahkan sejumlah pegawai BJB Pekanbaru untuk melakukan penarikan cek, meski tidak diketahui oleh korban. (*)