Pantas Saja Banyak Korupsi, Biaya Nyalon Gubernur Rp 100 Miliar: Dari Mana Sumbernya?
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Biaya superbesar untuk menduduki jabatan politik kepala daerah dinilai sebagai salah satu faktor utama tingginya kasus korupsi. Para kepala daerah yang terpilih, baik gubernur, bupati maupun wali kota harus mencari sumber modal pembiayaan politik dari mana saja.
Jabatan politik tersebut akhirnya diperoleh dengan model transaksional antara calon kepala daerah dengan pemodal.
KPK telah melakukan survei terkait ongkos politik yang harus disiapkan para calon untuk dapat duduk di kursi legislatif maupun eksekutif. Dari hasil survei KPK, ongkos politik untuk mendapatkan kursi di legislatif maupun eksekutif sangat tinggi.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron membeberkan, dari hasil survei tersebut, calon kepala daerah tingkat kabupaten/ kota biasanya harus mempersiapkan dana Rp20 miliar hingga Rp30 miliar. Sedangkan untuk jabatan gubernur dan wakil gubernur, para calon harus mempersiapkan dana mencapai Rp100 miliar.
"Dari survei KPK didapati fakta dana yang harus disiapkan para calon untuk menjadi kepala daerah tingkat dua ialah Rp20 miliar hingga Rp30 miliar," kata Ghufron dalam acara ‘Bincang Staranas PK: Cegah Korupsi Politik, Bantuan Parpol Jadi Solusi?’ di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (17/9/2022).
"Sementara untuk posisi gubernur atau wakil, anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp100 miliar," sambungnya.
Ghufron mengaku terkejut saat mendapati tingginya dana yang harus disiapkan untuk menjadi kepala daerah tersebut. Menurut Ghufron, faktor tersebut bisa menjadi salah satu penyebab perilaku koruptif para kepala daerah. Sebab, ongkos politik yang dikeluarkan tidak sebanding dengan gaji selama lima tahun menjabat.
"Hal ini mengakibatkan proses politik yang semestinya dilakukan secara hati nurani kemudian menjadi transaksi bisnis. Yang terjadi pemilik modal yang akan berkuasa dan akan melahirkan rantai penyimpangan lebih lanjut dan perilaku koruptif," ujar Ghufron.
Untuk keluar dari persoalan tersebut, kajian KPK-LIPI menyimpulkan bahwa setiap partai politik (parpol) harus menjalankan lima fungsinya sebagaimana yang tertuang di dalam Sistem Integritas Partai Politik (SIPP). Yaitu, standar kode etik yakni keuangan parpol dengan kejelasan sumber keuangan dan alokasi anggaran.
Kemudian, rekrutmen kader yang baik dengan regulasi dan sistem, demokrasi internal parpol yaitu demokratisasi dalam penentuan pengurus dan pengambilan keputusan dan kaderisasi dengan regulasi yang diiringi monitoring dan evaluasi.
"Harapannya parpol akan sehat dan pemilunya bisa berintegritas," katanya. (*)