Pekerja Blok Rokan Tewas, Buruh: Standar Keselamatan Kerja PT PHR Dipertanyakan, Jangan Cuma Kejar Target Ngebor Minyak!
SM News, Pekanbaru - Kelompok aktivis buruh bersuara keras terkait standar keselamatan kerja di Blok Rokan yang kini dikelola oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) menyusul tewasnya seorang pekerja akibat tertimpa boom crane di Bekasap pada Kamis (9/12/2021) lalu. PHR dituding hanya ingin mengejar target pengeboran sumur minyak namun di sisi lain aspek keselamatan kerja menurun.
"Kami menilai standar keselamatan kerja Blok Rokan di era Pertamina saat ini cenderung turun. Kejadian meninggalnya seorang pekerja di Bekasap sebagai indikator kalau keselamatan buruh telah dipertaruhkan di tengah ambisi mengejar target produksi minyak di Blok Rokan," kata Ketua DPD Gerakan Massa Buruh (Gemuruh) Provinsi Riau, Suwandi Hutasoit SH kepada SM News, Minggu (12/12/2021) siang tadi.
Suwandi menilai pasca Blok Rokan diambil alih oleh PT PHR yang merupakan anak perusahaan Pertamina, perhatian terhadap pekerja berkaitan keselamatan kerja menurun. Ia menilai standar peralatan kerja pun mengalami efisiensi sehingga dikhawatirkan berdampak pada nasib para buruh, khususnya buruh kontrak yang dipekerjakan oleh sub kontraktor PT PHR.
"Coba cek dan periksa standar peralatan yang dipakai para subkontraktor PHR. Apakah semakin baik atau tidak saat ini. Periksa umur dari peralatan kerja tersebut apakah masih sesuai standar," jelasnya.
Suwandi yang juga aktif dalam kepengurusan serikat buruh ini juga mendapat laporan dari para anggotanya soal aktivitas pekerjaan saat hari hujan di lapangan. Jika dulu lapangan diguyur hujan dan licin, maka aktivitas pekerja akan dihentikan (stop work authority).
"Coba periksa saat ini apakah saat lapangan hujan dan licin, pekerjaan masih terus dilanjutkan? Kami menilai standar keselamatan kerja dari beberapa aspek di Blok Rokan mengalami penurunan kualitas," tegas Suwandi.
Menurutnya, PHR cenderung berambisi mengejar target produksi migas lewat pengeboran sumur minyak secara massif. Sementara pada sisi lain, efiensi besar-besaran dilakukan.
"Ambisi ngebor minyak yang menggebu-gebu diperparah oleh efisiensi yang dilakukan oleh PHR dikhawatirkan akan berdampak pada keselamatan kerja pekerja. Jangan hanya karena mengejar ambisi produksi minyak, tapi nyawa buruh manusia dikorbankan," tegas Suwandi.
Diwartakan kemarin, Mizi (24) pekerja crane di Blok Rokan tewas usai kepalanya tertimpa boom crane yang beraktivitas pukul 21.00 malam. Kejadian memilukan ini terjadi di proyek pengeboran sumur Bekasap-206 yang disebut Rig Airlangga-55. Proyek ini dikerjakan oleh sub kontraktor PT Asia Petrocom Service (APS) yang merupakan mitra dari PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), kontraktor pengelola Blok Rokan yang mengganti PT Chevron sejak 9 Agustus 2021 lalu.
Saat itu terjadi aktifitas perpindahan rig ke lokasi baru. Saat menurunkan crane dari lowbed, operator crane mengangkat boom sekitar 2 meter. Tujuannya untuk memindahkan tiang penyangga yang digunakan sebagai penyangga boom saat mobilisasi crane.
Tiba-tiba boom yang diangkat tidak bisa bertahan sehingga turun dan mengenai korban di bagian kepala. Sempat dilarikan ke fasilitas kesehatan di Duri, namun Mizi sudah menghembuskan nafas terakhirnya.
Korban Mizi (24) merupakan warga Desa Penaso, Kecamatan Pinggir, Bengkalis.
Vice President Corporate Affair PT PHR wilayah kerja Rokan, Sukamto Tamrin belum menyatakan pihaknya sedang melakukan investigasi atas kecelakaan kerja tersebut.
"Saat ini kami sedang melakukan investigasi terkait peristiwa tersebut," terang Sukamto, Sabtu (11/12/2021).
Pupus Klaim Ambisi Zero Accident
Kecelakaan kerja yang menewaskan Mizi (24) di Bekasap memupus ambisi PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang sebelumnya mengklaim catatan nihil kecelakaan fatal alias Zero NOA (Number of Accident).
Kejadian yang terjadi di sumur Bekasap merupakan jenis kecelakaan fatal super-serius yang harus diinvestigasi atas dugaan kelalaian fundamental sistem kerja di tengah ambisi PHR melakukan kejar target pengeboran sumur minyak.
PT PHR tiga pekan lalu sempat menebar rilis ke sejumlah media dalam catatan prestasi produksi pada 100 hari kerja pasca-alih kelola Blok Rokan dari tangan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).
Dalam keterangannya saat itu, Sukamto menjelaskan kalau PHR di wilayah kerja Rokan mencanangkan rencana kerja yang masif dan agresif untuk meningkatkan produktivitas melalui program pengeboran sumur-sumur produksi baru, pengelolaan kinerja base business untuk menahan laju penurunan produksi alamiah, dan keandalan fasilitas operasi.
PHR mengklaim melakukan berbagai terobosan agar target sumur baru dapat tercapai. Di antaranya, tim pengeboran melakukan beberapa kegiatan secara paralel (offline activity), meningkatkan keandalan peralatan pengeboran, dan menyusun perencanaan yang matang dalam pemenuhan sumber daya pendukung agar menghindari terjadinya waktu menunggu servis atau material.
“Hasilnya, PHR WK Rokan berhasil memperpendek waktu pengeboran hingga produksi awal atau put on production (POP). Dari sebelumnya sekitar 22 hingga 30 hari, kini menjadi sekitar 15 hari untuk area operasi Sumatra Light Oil (SLO) atau sumur-sumur penghasil jenis minyak ringan,” jelas Sukamto tiga pekan lalu.
Apakah dugaan kejar target dan klaim memperpendek durasi pengeboran tersebut terkait dengan risiko kecelakaan kerja yang terjadi menimpa Mizi? Hanya investigasi transparan dan kredibel yang akan mengungkapnya. (*)