PMII: PTP Nusantara V Tak Ramah, Rajin Kriminalisasi Warga Riau!
SM News, Pekanbaru - Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menilai BUMN PTP Nusantara V tidak ramah dan tidak humanis kepada masyarakat Riau. Sebaliknya, sikap keras perusahaan plat merah ini dinilai kerap mengkriminalisasi warga Riau.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PKC PMII) Riau – Kepulauan Riau, Abdul Rouf.
“Kami sudah menemui beberapa kelompok masyarakat yang berkonflik dengan PTPN V dan kami mendapati sejumlah persoalan pelik. Perusahaan kerap mengkriminalisasi warga Riau,” kata Ketua Pengurus Koordinator Cabang PMII Riau-Kepulauan Riau, Abdul Rouf dalam keterangan tertulisnya, Minggu (12/12/2021).
Dua persoalan paling krusial yang terjadi antara PTP Nusantara V dengan masyarakat Riau yaknikonflik agraria dan kebun kemitraan warga dengan PTPN V.
“Terkait konflik agraria terjadi dengan masyarakat adat Desa Pantai Raja, Kecamatan Perhentian Raja, Kabupaten Kampar. Mereka meminta ganti rugi lahan kepada PTPN V,” ujarnya.
Rauf menjelaskan sejak tahun 1984 hingga saat ini, PTP Nusantara V belum mengganti rugi kebun masyarakat adat Desa Pantai Raja. Meskipun pada April 1999, PTPN V telah berjanji untuk mengganti rugi lahan mereka seluas 150 hektar sesuai dengan berita acara kesepakatan. Padahal, pada 2019 lalu, persoalan ini pun sudah dimediasi oleh Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia.
Selain itu, pada Juli 2021 lalu, DPRD Riau melalui Komisi II juga mempertemukan masyarakat adat Desa Pantai Raja dengan PTPN V serta menghasilkan kesepakatan lagi.
Menurut Rauf, PTP Nusantara V juga memiliki masalah krusial dengan kebun kemitraan (KKPA) dengan masyarakat. Di antaranya polemik dengan Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M) di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu.
“Para petani Kopsa-M menyampaikan kepada kami kalau masalah mereka adalah terkait kebunnya yang gagal, hutang membengkak dan menyusutnya lahan. Kebun gagal ini bukan berdasarkan asumsi dari petani, tapi berdasarkan hasil audit fisik kebun dari Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar pada tahun 2017,” tegasnya.
Kata Rouf, jika melihat hasil audit fisik kebun, Dinas Perkebunan Kampar memang menyatakan kalau kebun sawit milik Kopsa-M dengan luas kurang lebih 1.400 hektar dinyatakan gagal. Sedangkan sejak awal pembangunan pada 2003, diketahui kebun sawit masyarakat ini dikelola secara single management oleh PTPN V selaku avalis hingga pada tahun 2017.
“Aneh sekali, sekelas perusahaan milik negara yang katanya expert di bidang perkebunan bisa gagal mengelola kebun masyarakat yang menjadi mitranya,” ujarnya dengan nada kesal.
Akibat dari kebun gagal ini kata Rauf, telah menyebabkan rendahnya pendapatan terhadap petani Kopsa-M dan harus menanggung beban hutang yang membengkak.
Abdul Rouf juga menyampaikan dalam waktu dekat mereka akan bertemu dengan salah satu mitra PTPN V lainnya yakni Koperasi Iyo Besamo di Desa Terantang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar.
“Koperasi Iyo Besamo ini hampir sama persoalannya dengan Kopsa-M, tapi kami mau dengar terlebih dahulu dari mereka bagaimana persoalan sebenarnya,” jelasnya.
Hobi Kriminalisasi Masyarakat Riau
Buntut dari permintaan masyarakat adat Desa Pantairaja atas ganti rugi lahan seluas 150 hektar, membuat mereka digugat oleh PTPN V atas nama Chief Executive Officer (CEO) Jatmiko Krisna Santosa untuk membayar uang sebesar Rp 14,5 miliar.
Gugatan ini muncul selepas masyarakat adat Desa Pantairaja menduduki lahan PTPN V di Kebun Sei Pagar selama 23 hari pada 2020 lalu. Mereka menduduki lahan tersebut menuntut janji PTPN V yang tak juga merealisasikan ganti rugi lahan seluas 150 hektar. Kesepakatan ganti rugi ini tertuang pada berita acara kesepakatan yang dimediasi oleh Komnas HAM RI pada 2019 lalu.
“Kejam sekali, PTPN V sebagai perusahaan milik negara menuntut masyarakat kecil untuk ganti rugi puluhan miliar. Tetapi semua sudah terbukti, tuntutan ganti rugi Rp14,5 miliar itu tidak dikabulkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bangkinang pada Juli 2021, sebab PTPN V tidak mampu membuktikannya,” ujar Abdul Rouf.
Diketahui majelis hakim PN Bangkinang terdiri dari Riska Widiana, Sofya Nisra dan Ferdi menolak sebagian gugatan PTPN V karena tidak terbukti. Yakni berupa permintaan PTPN V supaya masyarakat Desa Pantairaja membayar uang kerugian karena telah memblokir jalan, menduduki kebun dan menghalang-halangi aktivitas PTPN V sebesar Rp 4,5 miliar plus Rp 10 miliar.
Sedangkan di kasus dengan Kopsa-M, saat ini dua orang petani Kopsa-M ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Kampar karena dituduh menggelapkan buah. Penetapan tersangka ini melalui laporan dari salah satu karyawan PTPN V bernama Roni Desfar.
Kejadian ini bermula ketika PTPN V menolak hasil penjualan buah Kopsa-M pada Agustus 2021 lalu. Sehingga ketika buah ditolak oleh PTPN V, saat itu buah akan dijual ke pabrik lain. Namun ketika di perjalanan, truk pengangkut buah milik Kopsa-M dicegat oleh oknum karyawan PTPN V yang mengaku sebagai petani Kopsa M.
Setelah dicegat, mereka membawa truk itu ke Polsek Perhentian Raja sambil ingin membuat laporan. Akan tetapi pihak Polsek tidak mau menerima laporan tersebut. Akhirnya persoalan ini ditangani oleh Polres Kampar. Mobil truk bermuatan buah milik Kopsa-M itupun digelandang ke Polres Kampar.
Lantaran pelaporan oknum PTPN V yang mengaku sebagai petani Kopsa M tidak diterima, maka pihak PTPN V langsung yang membuat laporan, yaitu dengan atas nama Roni Desfar.
Pihak PTP Nusantara V belum dapat dikonfirmasi ikhwal tudingan serius PMII ini. (*)