5 Kasus Anggota TNI Dipecat Karena Perilaku Menyimpang
SABANGMERAUKE NEWS - Pemecetan terhadap anggota TNI karena perbuatan penyimpangan asusila LGBT kembali terjadi. Sedikitnya ada lima kasus persidangan yang terjadi selama 2022 yang digelar di Pengadilan Militer Jakarta yang berujung pemecatan terhadap anggota TNI.
Dilansir dari berbagai sumber, berikut sabangmeraukenews rangkum 5 kasus pemecatan anggota TNI karena LGBT:
1. Sertu HDK
Kasus dengan nomor putusan 8-K/PM II-08/AL/I/2022 ini diputus pada 5 April 2022 dengan terdakwa Sertu HDK. Dia diadili di pengadilan militer karena perbuatan asusila yang secara langsung tidak menaati perintah dinas.
Dalam dakwaan Oditur Militer, disebutkan bahwa Sertu HDK merupakan Anggota TNI yang berdinas di Puskodal Kolinlamil. Dia bahkan pernah menjadi ADC Panglima Kolinlamil 2014-2018 dan 2020.
Dia didakwa melakukan perbuatan asusila dan tidak menaati perintah dinas pada kurun waktu 2013, 2014, 2015, 2016, 2017, 2019. Baik di Depok dan Jakarta Utara. Masih dalam dakwaan, HDK ini telah melakukan penyimpangan seksual dengan dua orang. Keduanya dihadirkan di persidangan sebagai saksi.
Disebutkan, dengan saksi pertama, dia melakukan asusila sebanyak 2 kali. Sementara dengan saksi kedua dia melakukan sebanyak 8 kali. Saksi kedua ini berinisial Kelasi IFF. Perbuatan berulang diduga karena dia menerima perbuatan Sertu HDK. Keduanya juga merupakan sepupu.
Atas perbuatannya, dia didakwa dengan Pasal 281 Ke-1 KUHP atau Pasal 103 Ayat (1) KUHPM.
Adapun dalam persidangan, Sertu HDK mengakui perbuatannya tersebut. Kemudian, dalam kesaksiannya, Sertu HDK menyatakan hal yang memotivasinya melakukan penyimpangan seksual dengan sesama jenis untuk mendapatkan kenikmatan, kepuasan diri, dan sensasi tersendiri.
Di sisi lain, dia meminta keringanan hukuman dengan sejumlah alasan. Mulai dari sudah punya istri dan memiliki anak berusia 8 bulan, sudah insaf dan berjanji tak melakukannya lagi, hingga pernah menjadi ADC Panglima Kolinlamil.
Atas perbuatan tersebut, Oditur Militer menyatakan Sertu HDK bersalah melakukan tindak pidana 'menolak perintah dinas' sebagaimana Pasal 103 ayat (1) KUHPM. Sehingga menuntut untuk dijatuhi pidana penjara selama 6 bulan dan pidana tambahan berupa pemecatan dari kedinasan.
Dalam putusannya, majelis hakim mempertimbangkan bahwa perbuatan dari Sertu HDK dinilai terbukti dan melanggar sejumlah hal. Berikut di antaranya:
Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/398/2009 tanggal 22 Juli 2009, Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/1648/2019 tanggal 22 Oktober 2019 dan Surat Telegram Kasal Nomor ST/34/2021 tanggal 14 Januari 2021 ada larangan bagi prajurit TNI melakukan perbuatan asusila dengan jenis kelamin yang sama (homoseksual/lesbian).
Majelis hakim menilai, surat telegram tersebut mengandung perintah bagi semua prajurit dan perintah tersebut sudah berulangkali disampaikan Pimpinan saat sosialisasi tentang larangan bagi prajurit TNI melakukan perbuatan asusila dengan jenis kelamin yang sama (homoseksual/lesbian) dan Terdakwa pernah mengikuti sosialisasi tersebut.
"Bahwa berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas yang merupakan fakta yang diperoleh dalam persidangan, Majelis Hakim berpendapat terdapat cukup bukti yang sah dan meyakinkan Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana 'dengan sengaja tidak mentaati suatu perintah dinas' sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 103 ayat (1) KUHPM," kata hakim dikutip dari situs Mahkamah Agung.
Sertu HDK pun divonis sesuai dengan tuntutan Oditur Militer, yakni pidana penjara serta pemecatan.
"Memidana Terdakwa oleh karena itu dengan pidana pokok penjara selama 6 bulan. Pidana tambahan dipecat dari dinas militer," ungkap hakim.
2. Serda WRS
Kasus dengan putusan nomor 16-K/PM.II-08/AL/I/2022 ini diputus pada 7 April 2022 dengan terdakwa Serda WRS. Seperti kasus pertama, kasus ini juga sama terkait dengan perbuatan LGBT.
Dalam dakwaan Oditur Militer, disebutkan bahwa Serda WRS merupakan Anggota TNI yang berdinas di Brigif 1 Mar yang menjabat sebagai Danru.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa perbuatan menyimpang Serda WRS karena punya pengalaman melakukan hal serupa saat masih mahasiswa. Sehingga, seiring berjalannya waktu, terus memotivasi untuk melakukan hal serupa, meski sudah masuk kedinasan.
Terdapat lima orang saksi yang menjadi korban terdakwa. Para saksi itu memberikan keterangan di persidangan.
Atas perbuatannya, Serda WRS didakwa dengan Pasal 281 ke-1 KUHP atau Pasal 103 KUHPM.
Dalam persidangan, terdakwa memberikan pembelaan dengan menyatakan dirinya belum pernah dihukum, sangat menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi, hingga masih ingin menjadi prajurit TNI yang baik.
Namun, Oditur Militer menilai terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 'Ketidaktaatan yang disengaja' sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana dalam Pasal 103 Ayat (1) KUHPM. Terdakwa dituntut dengan hukuman penjara selama 6 bulan ditambah pemecatan dari dinas TNI.
Lantas apa putusan majelis hakim?
"Menyatakan terdakwa tersebut di atas yaitu WRS Serda Mar terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: 'Ketidaktaatan yang disengaja," kata hakim.
"Memidana Terdakwa oleh karena itu dengan pidana pokok penjara selama 6 bulan. Pidana tambahan dipecat dari dinas militer C.q. TNI AL," lanjut hakim.
Dia dinilai terbukti melakukan ketidaktaatan yang disengaja, melanggar Pasal 103 ayat (1) KUHPM. Kemudian terbukti tak menaati ST Panglima TNI Nomor ST/1648/2019 tanggal 22 Oktober 2019 tentang pelanggaran susila dengan jenis kelamin yang sama (homoseksual/lesbian) dan ST Kasal Nomor ST/34/2021 tanggal 14 Januari 2021 tentang penyelesaian Prajurit yang melakukan pelanggaran praktik LGBT (homo seksual/lesbian) diajukan ke dilmil dan rekomendasi pidana tambahan pemecatan dari dinas Keprajuritan.
3. Serda Mus FA
Kasus dengan nomor putusan 70-K/PM II-08/AL/I/2022 ini diputus pada 11 Mei 2022 dengan terdakwa Serda Mus FA. Dia diadili di pengadilan militer karena perbuatan asusila yang secara langsung tidak menaati perintah dinas.
Dalam dakwaan Oditur Militer, disebutkan bahwa Serda Mus FA merupakan Anggota TNI yang berdinas di Denma Mabes AL dengan jabatan Opr. Esclarinet-2 Satsik.
Masih dalam dakwaan, disebutkan bahwa Serda Mus FA memiliki pengalaman kekerasan seksual menyimpang yang dilakukan oleh tetangganya saat duduk di kelas 3 SD. Sejak saat itu, ia mengaku mengalami kelainan terhadap seksualitas.
Ada tiga orang yang menjadi korban Serda Mus FA. Atas perbuatannya, Serda Mus FA didakwa dengan Pasal 281 ke-1 KUHP atau Pasal 103 Ayat (1) KUHPM. Oditur Militer menuntut terdakwa dengan pidana penjara 5 bulan dan pemecatan dari kedinasan.
Dalam persidangan, terdakwa mengajukan nota pembelaan. Salah satu isinya meminta keringanan hukuman agar tidak dipecat dari TNI AL karena ia merupakan tulang punggung keluarga dan dia berjanji tidak akan mengulang perbuatan seperti itu lagi.
Namun demikian, majelis hakim sepakat dengan tuntutan Oditur Militer dan menghukum sesuai dengan tuntutan.
"Memidana terdakwa oleh karena itu dengan pidana pokok penjara selama 5 bulan, menetapkan selama waktu terdakwa berada dalam tahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Pidana tambahan dipecat dari dinas militer," ucap hakim. Hakim menilai perbuatan asusila oleh Serda Mus FA terbukti.
Selain melanggar Pasal 103 ayat (1) KUHPM, dia juga dinilai melanggar dengan tidak menaati perintah dinas sebagaimana lembar Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/1648/2019 tanggal 22 Oktober 2019 tentang Penekanan terkait perbuatan LGBT di lingkungan TNI.
Lalu, Surat Telegram Kasal Nomor ST/34/2021 tanggal 14 Januari 2021 tentang Penyelesaian prajurit yang melakukan pelanggaran praktik LGBT (homoseksual/lesbian) diajukan ke Dilmil dan rekomendasi pidana tambahan pemecatan dari dinas keprajuritan.
4. Kelasi IFF
Kasus ini masih terkait dengan kasus Sertu HDK yang sudah divonis bersalah sebagaimana dipaparkan di atas. Kelasi IFF diadili atas perbuatan asusila, salah satunya yang dilakukan bersama dengan Sertu HDK.
Kasus ini diadili dengan nomor perkara 13-K/PM II-08/AL/I/2022 yang diputus pada 5 April 2022. Kelasi IFF diadili di pengadilan militer karena perbuatan asusila yang secara langsung menolak perintah dinas.
Dalam dakwaan Oditur Militer, kronologi penyimpangan seksual Kelasi IFF juga sama dengan Sertu HDK. Keduanya 8 kali melakukan perbuatan asusila. Dalam dakwaan disebutkan bahwa Kelasi IFF melakukan penyimpangan karena merasa mendapatkan kepuasan.
"Alasan terdakwa melakukan penyimpangan seksual sesama jenis dengan saksi-2 adalah untuk mendapatkan kenikmatan dan kepuasan Terdakwa dan Saksi-2, kemudian setiap Terdakwa melakukan penyimpangan seksual sesama jenis dengan Saksi-2 Terdakwa melakukannya dalam keadaan sadar. Terdakwa menikmati penyimpangan seksual tersebut sejak tahun 2014 sampai dengan tahun 2017," kata oditur militer.
Atas perbuatannya, Kelasi IFF didakwa dengan pasal 281 Ke-1 KUHP atau Pasal 103 Ayat (1) KUHPM.
Oditur militer pun akhirnya menyatakan bahwa Kelasi IFF terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana 'menolak perintah dinas' sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana dalam Pasal 103 ayat (1) KUHPM. Oditur menuntut Kelasi IFF dengan hukuman 5 bulan penjara serta dipecat dari dinas militer.
Apa putusan hakim?
"Menyatakan Terdakwa tersebut di atas yaitu IFF Kelasi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 'Ketidaktaatan yang disengaja'," kata hakim.
"Memidana terdakwa oleh karena itu dengan pidana pokok Penjara selama 5 bulan. Pidana tambahan dipecat dari dinas militer," sambung hakim.
Hakim menilai dia terbukti melanggar Pasal 103 ayat (1) KUHPM serta Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/398/2009 tanggal 22 Juli 2009, Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/1648/2019 tanggal 22 Oktober 2019 dan Surat Telegram Kasal Nomor ST/34/2021 tanggal 14 Januari 2021 ada larangan bagi prajurit TNI melakukan perbuatan asusila dengan jenis kelamin yang sama (homoseksual/lesbian).
5. Sertu RPS
Kasus dengan putusan nomor 88-K/PM.II-08/AD/II/2022 ini diputus pada 17 Mei 2022 dengan terdakwa Sertu RPS.
Dalam dakwaan Oditur Militer, disebutkan bahwa Sertu RPS merupakan Anggota TNI yang berdinas di Denarhanud 003/ARK yang menjabat sebagai Babak Satbak 4 Ton Rudal.
Masih dalam dakwaan, disebutkan Sertu RPS pernah berhubungan badan dengan seorang pria (saksi 2) di mess tempat dia tinggal. Saat itu, saksi 2 menginap di kamar mess Sertu RPS.
Kemudian, disebutkan juga bahwa Sertu RPS pernah berhubungan badan sebanyak 3 kali dengan seorang pria lain yang dikenalnya lewat media sosial.
Atas perbuatannya, Sertu RPS didakwa oleh Oditur Militer dengan Pasal 281 ke-1 KUHP atau Pasal 103 KUHPM.
Namun demikian, setelah pemeriksaan saksi, Oditur Militer justru menilai perbuatan pidana dari Sertu RPS tidak terbukti.
"Terdakwa tidak terbukti bersalah dan melakukan tindak pidana “Ketidaktaatan yang disengaja” sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana dalam pasal 103 ayat (1) KUHPM," demikian tuntutan oditur militer.
"Oditur Militer mohon kepada Majelis Hakim Membebaskan Terdakwa dari Dakwaan Oditur Militer, dengan permohonan berkas perkara dikembalikan kepada Papera untuk diselesaikan berdasarkan administrasi keprajuritan," sambung bunyi tuntutan.
Akan tetapi, majelis hakim punya pertimbangan tersendiri. Majelis menilai perbuatan asusila dari Sertu RPS ini terbukti berdasarkan fakta persidangan.
Karena Oditur Militer menilai pidana tidak terbukti, maka majelis hakim mempertimbangkan soal apakah Sertu RPS masih layak dipertahankan di dinas militer. Apa hasilnya?
"Bahwa dari hal-hal yang diuraikan di atas yang merupakan fakta-fakta yang melekat pada diri Terdakwa, Majelis Hakim berpendapat bahwa Terdakwa sudah tidak layak lagi untuk dipertahankan sebagai prajurit TNI karena dikhawatirkan akan mengganggu kepentingan organisasi militer," kata hakim.
Sertu RPS divonis 5 bulan penjara disertai dengan pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer.(*)