DPRD Desak BUMD PT Sarana Pembangunan Pekanbaru Dilakukan Audit Investigatif, Ini Alasannya
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - DPRD Kota Pekanbaru mendukung penegasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal keberadaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang kerap menjadi beban keuangan daerah.
BUMD yang kerap mendapat suntikan penyertaan modal namun minim kinerja, bahkan merugi, sebaiknya dievaluasi dan jika kondisinya sudah parah dilakukan penutupan (pembubaran).
Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru, Tengku Azwendi Fajri menyatakan, arahan KPK tersebut sangat tepat dalam konteks efisiensi dan penyelamatan keuangan daerah. Apalagi, di tengah kondisi keuangan negara dan daerah yang kian sulit, seharusnya BUMD tak menjadi beban.
"BUMD yang tidak produktif namun terus menyedot APBD memang sudah seharusnya dievaluasi dan diambil langkah-langkah terukur. Pernyataan pimpinan KPK tersebut sudah tepat sehingga kerugian keuangan daerah bisa dicegah," tegas Tengku Azwendi Fajri kepada SabangMerauke News, Sabtu (10/9/2022).
Ia menjelaskan, alokasi penyertaan modal ke BUMD telah menyedot dana APBD yang tidak kecil. Sehingga, jika modal yang terus disuntik tidak pernah berkembang, apalagi hanya habis untuk membiayai operasional, rencana-rencana kerja serta gaji komisaris-direksi BUMD, maka hal tersebut sebaiknya dihentikan.
BACA JUGA: KPK Minta BUMD 'Sakit' Pengisap APBD Dibubarkan: Percuma Bayar Gaji Komisaris-Direksi, Ada di Riau?
"Lebih baik dana APBD itu dialihkan ke program-program kerakyatan. Hasilnya dapat langsung dirasakan masyarakat. Tidak seperti membuang air ke laut, sia-sia dan menjadi sumber pemborosan keuangan daerah," tegas politisi Partai Demokrat ini.
Tengku Azwendi secara khusus menyoroti kinerja PT Sarana Pembangunan Pekanbaru (SPP) yang merupakan BUMD milik Pemko Pekanbaru. Menurutnya, keberadaan BUMD ini mesti dievaluasi dan dilakukan audit investigatif secepatnya.
Tengku Azwendi menilai, sejauh ini kinerja perseroan daerah tersebut tak kunjung menunjukkan hasil yang baik. Dewan mempertanyakan rencana-rencana bisnis PT SPP telah dilaksanakan atau hanya sekadar menjadi wacana bisnis semata.
"Kami meminta agar PT SPP dilakukan audit investigatif. Untuk memastikan kondisi yang sebenarnya BUMD tersebut. Sejauh mana capaiannya. Ini perlu ditelisik dengan melakukan audit investigatif," tegas Tengku Azwendi.
Adapun audit yang dilakukan harus menyasar pada pada audit keuangan, penilaian kinerja, audit sumber daya manusia dan audit pada perencanaan bisnis PT SPP yang selama ini digaung-gaungkan oleh manajemen.
Menurutnya, tak sedikit dana APBD telah disuntikkan ke PT SPP. Sehingga pertanggungjawaban penggunaan dana rakyat tersebut harus dilakukan oleh manajemen secara transparan dan akuntabel.
Pada sisi lain, perkembangan bisnis PT SPP dan anak-anak usahanya dinilai masih amat minim serta makin melorot. Misalnya soal keberadaan TransMetro Pekanbaru yang saat ini justru kian merosot kinerjanya.
Sementara pada rencana-rencana megabisnis yang digaungkan manajemen di Kawasan Industri Tenayan (KIT), sejauh ini belum ada progress yang nyata. Padahal, modal kerja bersumber dari APBD Kota Pekanbaru terus disuntik ke BUMD tersebut.
"Momentumnya sudah tepat untuk melakukan audit investigatif secara total keberadaan PT SPP. Tidak perlu ditunda-tunda lagi. Penjabat Wali Kota harus mengambil langkah secepatnya terhadap posisi PT SPP. Agar kita mengetahui, sejauh mana kondisi PT SPP yang sebenarnya," pungkas Tengku Azwendi.
Dalam rencananya, selain mengelola TransMetro Pekanbaru melalui anak perusahaannya, PT SPP juga berencana menggarap tiga bisnis lain. Yakni pengelolaan wisata Danau Bandar Kayangan, jaringan gas antar rumah dan Kawasan Industri Tenayan (KIT).
Sementara, dalam pengelolaan KIT sendiri, PT SPP sejauh ini belum menunjukkan tanda-tanda perkembangan yang konkret. Setakad ini belum ada perusahaan yang melakukan kegiatan investasi yang nyata. Meski manajemen PT SPP kerap menyebut ada investor yang telah berminat.
Manajemen PT SPP belum dapat dikonfirmasi atas desakan DPRD Kota Pekanbaru yang meminta perusahaan dilakukan audit investigatif.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendeteksi ratusan badan usaha milik daerah (BUMD) hidup hanya dengan menyusu ke APBD. Meski telah disubsidi dan mengisap anggaran daerah, namun kondisi BUMD tersebut terus sakit-sakitan. Tak heran, suntikan modal APBD hanya dipakai untuk membayar gaji komisaris dan direksinya.
"Kalau sudah tidak bisa dilakukan perbaikan apapun, bubarkan saja. Tidak ada gunanya membayar direksi, komisaris BUMD tinggi, tapi tidak ada manfaatnya bagi penerimaan daerah. Ini yang akan kita lakukan bersama KPK dan Kemendagri," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata dalam forum diskusi, Kamis (8/9/2022) lalu.
Alex, sapaan Alexander Marwata menjelaskan, keberadaan BUMD 'sakit' yang tidak ada manfaatnya saat ini justru membebani daerah. (*)