Jalur Mandiri Penerimaan Mahasiswa Dituding Berlumur Suap, Ketua Majelis Rektor Tolak Dihapuskan
SABANGMERAUKE NEWS - Pro kontra soal penerimaan mahasiswa lewat jalur mandiri mencuat pasca-penangkapan Rektor Universitas Lampung (Unila) dalam kasus suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejumlah pihak meminta agar jalur mandiri dihapus sehingga kompetisi anak bangsa untuk dapat berkuliah di perguruan tinggi lebih terbuka dan adil.
Meski demikian, Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) sekaligus Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum menolak wacana penghapusan penerimaan mahasiswa baru lewat jalur mandiri di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
"Seleksi mandiri tetap harus dipertahankan. Karena pada dasarnya penerimaan mahasiswa baru lewat jalur mandiri sudah terdapat di dalam produk perundang-undangan. Tepatnya di Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang secara legalitas masih terjaga dengan baik dan secara implementatif lebih dari 10 tahun tidak pernah ada masalah," ujar Prof. Jamal dikutip dari laman resmi UNS.
Meski menolak, Prof. Jamal menilai ada tiga catatan penting untuk memperbaiki tahapan dan proses seleksi penerimaan mahasiswa baru di PTN lewat jalur mandiri.
Hal ini bertujuan agar tidak disusupi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
1. Ada Transparansi dan Akuntabilitas
"Pertama harus adanya transparansi dan akuntabilitas pada seleksi jalur mandiri yang terus menerus dilakukan. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk mewujudkan good university governance," ungkap Prof. Jamal.
2. Berbasis pada Seleksi Akademik
Kedua, seleksi penerimaan mahasiswa baru lewat jalur mandiri masuk PTN harus dijaga dengan selalu berbasis pada seleksi akademik.
Hal ini dikarenakan basis penerimaan siswa baru itu adalah akademik dan tidak boleh dengan tujuan komersial atau disalahgunakan untuk memperkaya diri sendiri, kelompok atau golongan.
3. Pengawasan Kemdikbud RI
Catatan ketiga dijelaskan Prof. Jamal adalah perlunya pengawasan yang terus menerus yang dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI) dan jajarannya dalam penerimaan mahasiswa baru lewat jalur seleksi mandiri masuk PTN.
Karena pengawasan dari Kemendikbudristek yang dilakukan secara terus menerus oleh Inspektoral Jenderal atau Dirjen Dikti, Ristek, Sekjen dan Mendikbudristek sangat penting untuk menjaga seleksi mandiri itu tetap ada," tegasnya.
Oknum Tidak Mewakili Pendidikan Tinggi
Prof Jamal menilai kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap rektor PTN di Lampung, Prof Karomani bisa menjadi penyebab perasaan publik terkoyak terhadap dunia pendidikan tinggi di Indonesia yang disusupi kasus korupsi.
"Karena dunia pendidikan tak terlepas juga dalam OTT. Proses OTT ini bukan peristiwa yang sistemik dalam hal kebijakan rektor, tetapi ini adalah kesalahan personal atau pribadi yang dilakukan oleh oknum tersebut," ucapnya.
Prof. Jamal mengibaratkan bahwa jika sebuah gudang yang di dalamnya ada seekor tikus, maka tidak perlu gudang itu dibakar untuk mematikan tikusnya.
"Artinya, ketika kasus korupsi mencuat dilakukan oleh seorang rektor, maka tidak harus kebijakan penerimaan mahasiswa baru lewat jalur mandiri di seluruh PTN dihapus. Gudang itu perlu diperbaiki saja, agar tidak ada tikus-tikus yang masuk," tuturnya.
"Semisal didapati ada tikus yang masuk ke dalam gudang ya ditembak saja seperti apa yang dilakukan oleh KPK," pungkas Prof. Jamal. (*)