Indonesia Raja Kelapa Sawit Dunia Tapi Tak Berdaya Tentukan Harga, Ternyata Ini Penyebabnya
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Indonesia boleh bangga menyandang gelar negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Namun, meski menjadi raja kelapa sawit, nyatanya republik ini tak berdaya untuk menentukan harga minyak kelapa sawit (CPO) dunia.
Nyatanya, harga kelapa sawit justru ditentukan oleh negara yang sama sekali tidak memproduksi kelapa sawit, seperti negara-negara di kawasan Eropa.
Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan ada sejumlah faktor yang menyebabkan Indonesia masih belum bisa menentukan harga CPO dunia
Faktor yang dimaksud karena adanya ketidakpastian pasar bursa, supply dan demand, kebijakan pemerintah, serta lebih banyaknya permintaan CPO dari luar negeri dibandingkan konsumsi domestik sehingga mempengaruhi harga CPO Indonesia.
"Supaya ke depannya kita bisa lebih mengendalikan harga sawit maka kita yang men-create demand-nya. Salah satunya dengan memperluas potensi hilirisasi minyak sawit. Meskipun dari 2011 hingga saat ini hilirisasi sawit sudah cukup banyak, tapi masih bisa diperbanyak lagi," ujar Ahmad Heri, Minggu (4/9/2022).
Menurutnya, produk turunan minyak sawit merupakan produk turunan minyak nabati yang paling banyak diminati masyakarat dunia. Bahkan jumlahnya mencapai 33 persen terhadap produk minyak nabati dunia.
Bagi negara-negara kompetitor penghasil minyak nabati di dunia, mereka juga ingin mengunggulkan produk minyak nabati sehingga muncul adanya perang harga, kampanye negatif atau black campaign.
Padahal lanjut Ahmad, banyak industri makanan di Uni Eropa menggunakan minyak sawit sebagai bahan utama.
Kepala Bagian Bursa dan Pengembangan Bisnis PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) Andrial Saputra menuturkan, kedudukan minyak kelapa sawit (CPO) sebagai bahan baku produk pangan, oleokimia, dan bahan bakar nabati sangatlah penting sehingga diperlukan menjaga kestabilan harga CPO domestik.
Sebab pergerakan harga CPO ini juga turut berdampak pada pergerakan harga tandan buah segar (TBS) sawit di tingkat petani.
"Naik turunnya harga CPO berlangsung harian. Cukup banyak faktor-faktor yang mempengaruhi harga CPO, terutama dari fundamental yang terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal," kata dia.
Lebih lanjut kata Andrial, penetapan harga komoditas di Indonesia, termasuk CPO menggunakan tiga pendekatan utama di antaranya supply and demand approach, market approach, dan cost oriented approach.
Andrial menjelaskan, tren strong bullish CPO pada 2021 disebabkan potensi produksi global yang melambat akibat kekurangan tenaga kerja di Malaysia, kondisi ekspor yang masih solid akibat beberapa negara melonggarkan kebijakan lockdown.
Selain itu, ada kebijakan Pemerintah India yang memotong pajak impor CPO, dorongan persaingan harga minyak kedelai, serta adanya prediksi dari para ahli bullish dunia terkait pergerakan harga CPO yang positif hingga 2022. (*)