Lifting Minyak Bumi Anjlok Terus, CERI Minta Jokowi Tukar Pemain di SKK Migas
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Lifting minyak bumi yang konsisten menurun menjadi sorotan keras terhadap kinerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Dari tahun ke tahun, khususnya sejak Kepala SKK Migas dijabat oleh Dwi Sutjipto, lifting minyak tak pernah mencapai target yang ditetapkan APBN, bahkan terus anjlok.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources (CERI), Yusri Usman secara sarkastik memberi apresiasi kepada pejabat Kementerian ESDM, SKK Migas dan Sub Holding Pertamina Hulu Energi yang telah berhasil menurunkan realisasi lifting minyak bumi menjadi hanya 600 ribu barel per hari.
"Kami pikir sudah layak Presiden Jokowi memberikan kesempatan kepada putra-putri bangsa yang lain untuk mengganti pejabat-pejabat SKK Migas yang ada sekarang ini," kata Yusri Usman lewat keterangan tertulis diterima SabangMerauke News, Sabtu (3/9/2022) siang.
Yusri menyinggung fakta ketika Dwi Sutjipto dilantik sebagai Kepala SKK Migas pada 3 Desember 2018 lalu. Pada akhir tahun 2018, lifting minyak nasionalbdi posisi 778.000 barel per hari (bph). Realisasi lifting itu lebih rendah banding target APBN 2018 sebesar 800 ribu bph.
Pada 2019, lanjut Yusri, realisasi lifting minyak hanya mencapai 746.000 bph. Kemudian realisasi lifting terus terjun bebas pada tahun 2020 hingga menjadi hanya tinggal 707.000 bph.
Selanjutnya pada tahun 2021, lifting minyak bumi hanya mampu menghasilkan 660.000 bph barel per hari. Dan hari ini, kata Yusri, hanya mencapai 616.000 barel bph.
"Bukankah ini pencapaian luar biasa yang harus kita apresiasi?," sindir Yusri.
Yusri membandingkan terjadinya kenaikan harga minyak dunia namun di sisi lain produksi minyak dalam negeri terus anjlok.
"Yang terjadi justru harga minyak mahal, produksi malah melempem," tegas Yusri.
Bisnis Pertamina Tak Efisien
Yusri juga menilai, melempemnya produksi minyak nasional telah diperparah dengan tidak efisiennya bisnis Pertamina secara menyeluruh. Ia menyinggung soal sinergi antar anak usaha Pertamina yang digagas Direktur SDM dan Penunjang Bisnis PHE, Oto Gurnita. Menurutnya, program sinergi itu sebagai topeng yang harus segera ditinjau ulang.
Kondisi ini, kata Yusri, makin diperparah oleh kebijakan di Pertamina akibat ide Menteri BUMN Erick Thohir yang memecah Pertamina menjadi beberapa sub holding. Dimana saat ini masing-masing sub holding memiliki ISC melakukan kegiatan impor sendiri-sendiri.
"ISC PT Patra Niaga import BBM setiap hari 400 ribu barel. Begitu juga ISC PT Kilang Pertamina Internasional impor minyak mentah 400 ribu barel perhari. Inilah awal mulanya ketidakefisienan yang makin menjadi-jadi di Pertamina," kata Yusri.
Persoalan lain yang memantik in-efisiensi di Pertamina yakni penerapan mekanisme penunjukan langsung antar anak dan cucu perusahaan holding Pertamina dalam proses pengadaan barang dan jasa.
Seharusnya Pertamina, kata Yusri, melakukan pengadaan barang dan jasa dengan sistem tender terbuka. Dengan demikian Pertamina akan memperoleh barang dan jasa dengan harga lebih murah dan mutu lebih baik, karena ada kompetisi antar penyedia barang dan jasa.
"Namun, dengan kondisi sekarang justru dilakukan lewat main tunjuk langsung. Ini membuat makin suka-sukalah oknum-oknum bermain dengan cowboy Senayan," pungkas Yusri. (*)