Hakim 'Mengamuk': Vonis 8 Tahun Pegawai Bank Mandiri Pemalsu Tanda Tangan Debitur, Tuntutan Jaksa Cuma 1 Tahun!
SM News, Yogyakarta - Majelis hakim Pengadilan Negeri Sleman menjatuhkan vonis 8 tahun penjara terhadap Margiyanto, pegawai honorer Bank Mandiri Pasar Tajem Yogyakarta. Vonis ini jauh di atas tuntutan jaksa yang hanya menuntut terdakwa hukuman 1 tahun penjara.
Vonis dibacakan dalam persidangan yang berlangsung, Kamis (2/12/2021) lalu. Dilansir Suara.com, kasus ini dilaporkan oleh debitur Bank Mandiri, Genhard terkait proses restrukturisasi utang yang diduga terjadi pemalsuan tanda tangan dan sejumlah dokumen tanpa izin.
Pinjaman yang direstrukturisasi tanpa sepengetahuan Gerhard, namun dianggap sah oleh Bank Mandiri, padahal tanda tangannya dipalsukan.
Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta sebelumnya telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini yakni pegawai honorer bernama Rukhi Mahatmajati, pimpinan Bank Mandiri Pasar, Tajem Dian Rindu Gufara dan terdakwa Margiyanto.
SP Hutabarat SH, kuasa hukum Genhard menyatakan sampai saat ini dua tersangka selain Margiyanto, belum diajukan ke pengadilan karena alasan belum memenuhi unsur.
"Tetapi jaksa penuntut tidak memberikan petunjuk, malah meminta Polda DIY untuk membuat SP3. Lalu muncul pertanyaan di pihak pelapor. Ada apa ini? Jaksa penuntut saat itu bernama Bayu Danarko, meminta agar diturunkan surat pemberhentian penyidikan," kata Hutabarat, Rabu (8/12/2021).
Ia mengungkapkan kalau Dian sebagai atasan terdakwa tidak mungkin tidak tahu. Namun, kepolisian telah menetapkan alasan dari pihak Kejaksaan Tinggi Yogyakarta bahwa Dian Rindu Gufara dan Rukhi Mahatmajati tidak terlibat dalam kasus tersebut.
"Atas keputusan tindakan hakim yang memutus perkara ini, seharusnya Dian Rindu Gufara dan Rukhi Mahatmajati diperiksa ulang sebagai penanggung jawab tanda tangan palsu itu," tegas Hutabarat.
Kejaksaan Tinggi Yogyakarta sendiri sudah mengambil sikap untuk melakukan gelar perkara ulang.
Bermula Dari Restrukturisasi Utang
Berdasarkan penelusuran SM News dari situs Suara.com, kasus ini bermula dari restrukturisaai pinjaman korban Gerhard Lumban Tobing (43) yang merupakan nasabah Bank Mandiri Pasar Tajem, Sleman. Ia menuding Bank Mandiri telah melakukan penyalahgunaan wewenang dan pembobolan data miliknya.
Gerhard mengungkapkan sejak April 2014, ia telah menggunakan fasilitas pinjaman dari Bank Mandiri untuk usaha rental sepeda motornya, dengan jaminan sembilan BPKP kendaraan yang ia sewakan.
Warga Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY itu mengatakan, tak ada kendala yang terjadi selama lima tahun mengangsur, hingga pada 2018 ia menjadi korban penipuan dan kesulitan membayar angsuran sebesar Rp3.625.000 setiap bulan untuk pinjamannya yang berjumlah Rp 90 juta.
Lalu pada Februari 2018, dirinya ditagih pegawai Bank Mandiri KCP Pasar Tajem, Sleman bernama Margiyanto lantaran tak ada saldo yang bisa di-autodebit dari rekeningnya untuk membayar angsuran.
Lalu pada Februari 2018, dirinya ditagih pegawai Bank Mandiri KCP Pasar Tajem, Sleman bernama Margiyanto lantaran tak ada saldo yang bisa di-autodebit dari rekeningnya untuk membayar angsuran.
Ia pun menyerahkan dua sepeda motornya kepada Margiyanto supaya dijual dan hasilnya digunakan untuk pembayaran angsuran, yang katanya untuk Februari sampai Juni.
Kemudian pada November 2018, Gerhard kembali ditagih membayar angsuran, oleh Ruki, pegawai Bank Mandiri KCP Yogyakarta Diponegoro. Gerhard mengatakan, saat itu menurut Ruki, angsuran Gerhard yang belum dibayar sudah menunggak sejak Agustus, padahal sudah diringankan dengan restrukturisasi pinjaman.
Karena tak mengerti maksud dari rektrukturisasi pinjaman, Gerhard, bersama Ruki, bertemu dengan Rindu, pimpinan Bank Mandiri KCP Pasar Tajem kala itu.
Menurut keterangan Rindu yang dijelaskan Gerhard, dengan restrukturisasi pinjaman yang disetujui pada Agustus, utangnya di Bank Mandiri berkurang menjadi Rp55,4 juta dan angsurannya per bulan Rp2.567.250.
Meski begitu, Gerhard merasa tak pernah membuat kesepakatan tersebut, sehingga ia menanyakan alasan Bank Mandiri memberinya restrukturisasi pinjaman.
Rasa penasaran Gerhard pun makin menjadi ketika Rindu dan Margiyanto, masih di bulan yang sama, menunjukkan formulir pengajuan restrukturisasi, hasil negosiasi, jadwal angsuran, dan surat-surat lainnya, beserta fotokopi KTP dan NPWP Gerhard.
"Di semua lima surat ini, tanda tangan saya dipalsukan. KTP saya pun yang sudah mati, enggak berlaku, dilegalisir mereka. Mereka juga dapat NPWP saya, dari mana saya tidak tahu karena saya tidak pernah kasih," jelas Gerhard, Senin (26/8/2019) dilansir Suara.com.
Selain itu, alasan membuat restrukturisasi yang tertera pada bukti formulir dari Rindu, menurut Gerhard tidak benar.
"Di alasan juga, ditulis, keluarga kampung meminta kiriman, padahal enggak pernah. Orang tua saya malah tanya ke saya, kenapa bisa kejadian begini. Ini direkayasa semua. Penyalahgunaan wewenang juga dia (Mandiri -red)," kata Gerhard.
"Administrasi restrukturisasi pun, Rp600 ribu, tidak pernah saya bayar, dan pengakuannya Margiyanto yang membayar," tambahnya.
Ia lantas menanyakan hasil penjualan dua sepeda motor yang ia titipkan pada Margiyanto, yang katanya senilai total Rp10 juta. Namun, hingga kini, Gerhard mengaku, belum menerima bukti penjualannya dan tak tahu dibayarkan untuk angsuran bulan apa.
Dia juga menunjukkan, tak ada saldo yang masuk ke rekening koran, sementara pembayaran angsuran dilakukan secara autodebit.
Sampai sekarang, berdasarkan penjelasan Gerhard, tagihan dan denda masih berjalan, tetapi tak ia bayar karena tak bisa menyewakan tujuh sepeda motornya, yang BPKB-nya masih menjadi jaminan di Bank Mandiri.
"Sudah penyalahgunaan wewenang itu Mandiri, data saya juga dibobol. Enggak tahu saya dia dapat dari mana KTP saya yang sudah mati dan NPWP saya," tutur Gerhard.
Menanggapi keluhan Gerhard, melalui Media Relations Officer Dicky Kristanto kepada SUARA.com, Kamis (29/8/2019), VP Area Operation Manager Bank Mandiri Yogyakarta Rinaldy alias M Asi mengatakan, "Kami telah bertemu secara langsung dengan Pak Gerhard dan sepakat untuk mencari skema penyelesaian pinjaman yang terbaik untuk kedua belah pihak."
Sementara itu, terkait solusi yang ditawarkan, pihak Bank Mandiri menerangkan bahwa penyelesaian terbaiknya masih didiskusikan dan belum mencapai kesepakatan.
Namun sepertinya kesepakatan tersebut tak pernah tercapai hingga akhirnya perkara ini naik sampai ke meja hijau dengan vonis 8 tahun kepada pegawai honorer Bank Mandiri tersebut. (*)