Kementerian LHK Ampuni Penggarap 1,35 Juta Hektar Kebun Sawit Ilegal dalam Kawasan Hutan di Riau, Enak Tenan?
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan menempuh langkah pengampunan terhadap penggarap kebun kelapa sawit ilegal dalam kawasan hutan di Riau. Adapun luasan hutan yang telah dialihfungsikan tanpa izin menjadi kebun sawit mencapai 1,35 juta hektar lebih.
Penyelesaian masalah sektor kehutanan ini akan ditempuh menggunakan Undang-undang nomor 11 tahun 2022 tentang Cipta Kerja, sehingga kegiatan usaha kebun sawit yang 'terlanjur' itu tetap bisa dilanjutkan.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani menjelaskan, berdasarkan data citra satelit dan hasil pengecekan lapangan, teridentifikasi ada seluas 1,44 juta hektare lebih hutan yang digunakan tanpa izin kehutanan. Seluas 1,35 juta hektar digarap menjadi perkebunan sawit ilegal.
"Sedangkan kawasan hutan tanpa izin yang dipakai untuk pertambangan mencapai 4.892 hektare. Sisanya, 85.369 hektare hutan yang digunakan untuk kebun campuran dan 2.720 hektare digunakan untuk kegiatan lainnya," kata Rasio dalam rapat panitia kerja Komisi IV DPR RI dengan Kementerian LHK, Senin (24/8/2022) lalu.
Rasio menguraikan, korporasi merupakan pelaku terbanyak yang menggunakan hutan tanpa izin di Riau dengan luasan mencapai 545.010 hektare. Lalu disusul oleh penguasaan hutan ilegal perseorangan seluas 424.580 hektare. Selanjutnya yang dikuasai kelompok masyarakat seluas 226.158 hektare. Sisanya dipakai oleh multi user, koperasi, dan pemerintah.
Rasio menjelaskan, terhadap keterlanjuran penggunaan kawasan hutan tanpa izin sebelum Undang-undang Cipta Kerja disahkan, akan ditempuh lewat mekanisme denda administrasi. Namun, jika kegiatan ilegal dalam kawasan hutan dilakukan pasca terbitnya UU Cipta Kerja, maka pihaknya tetap akan menempuh langkah hukum kejahatan kehutanan.
Denda Capai Rp 50 Triliun
Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mengatakan, keberadaan aktivitas ilegal dalam kawasan hutan itu akan diselesaikan menggunakan Pasal 110A dan Pasal 110B Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pasal 110A menyatakan bahwa perusahaan yang terlanjur beroperasi dalam kawasan hutan, tapi memiliki perizinan berusaha, maka dapat terus berkegiatan asalkan melengkapi semua persyaratan dalam kurun waktu maksimal tiga tahun.
Sementara, pada pasal 110B menyatakan bahwa perusahaan yang terlanjur beroperasi dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha, maka dapat melanjutkan kegiatannya asalkan membayar denda administratif.
"Kalau di Provinsi Riau banyak yang menggunakan 110B," kata Bambang.
Bambang mengatakan, denda yang dijatuhkan kepada pelaku menggunakan Pasal 110 B itu sekitar Rp 10 juta per hektare. Nilai denda itu lalu dikalikan dengan jangka waktu penggunaan hutan tanpa izin.
"Katakanlah 1 juta hektare dikali Rp 10 juta dan dikali jangka waktu pakai 5 tahun, ya dendanya sekitar Rp 50 triliun," ungkap Bambang. (*)