Negara 'Kalah Tak Berdaya' di Kasus Pencemaran Lingkungan Pabrik Sawit PT SIPP di Bengkalis, Korban Bisa Apa?
SM News, Pekanbaru - Kasus pencemaran lingkungan akibat limbah pabrik kelapa sawit milik PT Sawit Inti Prima Perkasa (SIPP) di Jalan Rangau, Mandau, Bengkalis seolah menjadi pukulan keras bagi pemerintah dan negara.
Kasus ini seakan menunjukkan negara tidak memiliki daya dan kekuasaan untuk menertibkan pelaku usaha yang diduga melanggar hukum dan aturan. Tangan hukum negara juga tak mengambil tindakan hukum yang serius, alhasil warga korban pencemaran bingung untuk mencari perlindungan dan hak-haknya yang dirugikan.
"Rasanya hukum tidak ada lagi memberi perlindungan kepada rakyat kecil seperti saya. Kebun sawit saya sudah rusak dicemari limbah pabrik, tapi tindakan hukum dari negara tidak ada. Saya bingung mencari keadilan kemana lagi," kata Roslin, warga yang kebun sawitnya terkena pencemaran limbah PT SIPP.
Sejak beberapa bulan lalu, jebolnya limbah PKS milik PT SIPP telah menyebabkan tanaman kelapa sawit Roslin rusak. Hasil panen anjlok. Tumpahan limbah menyebabkan tanaman sawit rusak. Tanah kebun tercemar dan minyak limbah masih membekas.
Lewat kuasanya hukumnya, Dr (c) Marnalom Hutahaean SH, MH pengaduan sudah dilayangkan ke Polda Riau pada Februari lalu. Namun, hingga kini meski jejak dan dampak pencemaran lingkungan masih kasat mata, namun belum ada tindakan hukum dari kepolisian.
"Oleh karena itu kami melaporkan kasus pencemaran lingkungan ini ke Pak Kapolri dan Pak Presiden Jokowi. Klien kami telah dirugikan. Dampak lingkungan dari pencemaran ini begitu nyata, sehingga sebenarnya penindakan hukum dapat dengan mudah dilakukan, namun itu tidak terjadi," kata Marnalom.
Marnalom menyatakan kalau Bupati Bengkalis, Kasmarni sudah menjatuhkan sanksi kepada PT SIPP. Perusahaan tersebut diperintah paksa untuk menghentikan operasional pabrik, sampai pemulihan dampak pencemaran dan pengurusan izin limbah dan lingkungan dipenuhi oleh perusahaaan.
Perintah itu tertuang dalam Surat Keputusan Bupati Kabupaten Bengkalis Nomor: 442/KPTS/VI/2021 tanggal 29 Juni 2021. Namun, alih-alih patuh pada perintah Bupati Bengkalis, perusahaan hingga kini masih terus beroperasi. SK Bupati tersebut terkesan dicuekin oleh perusahaan.
PT SIPP bahkan telah menggugat SK Bupati Bengkalis tersebut ke PTUN Pekanbaru dan sudah memasuki agenda sidang ke delapan yakni pemeriksaan setempat (sidang lapangan) pekan lalu.
Gugatan tersebut sebenarnya memicu tanda tanya. Soalnya pada 4 Oktober lalu, mediasi antara PT Sawit Inti Prima Perkasa (SIPP) dengan Pemkab Bengkalis yang difasilitasi Kejari Bengkalis sudah dilaksanakan. Hasilnya, perusahaan bersedia membayarkan denda sebesar Rp 101 juta yang dititip di Kejari Bengkalis.
Nyatanya, pelaksanaan mediasi oleh jaksa pengacara negara (JPN) Kejari Bengkalis dilakukan setelah PT SIPP menggugat Bupati Bengkalis ke PTUN. Diketahui, PT SIPP mendaftarkan gugatan pada 1 Oktober lalu dengan nomor registrasi: 50/G/2021/ PTUN.PBR.
SM News belum dapat mengonfirmasi apa penyebab PT SIPP menggugat SK Bupati Bengkalis tentang penghentian operasional perusahaan, meski sudah bersedia membayar denda.
Upaya hukum pun sudah dilakukan oleh Pemkab Kuansing pasca-terbitnya SK Bupati Bengkalis nomor: 442/KPTS/VI/2021 tanggal 29 Juni 2021. Kuasa hukum Pemkab Bengkalis, Wan Subantriarti SH, MH menyatakan kalau kliennya telah melaporkan dugaan pidana lingkungan kasus pencemaran tersebut ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.
"Kami masih menunggu tindak lanjut laporan tersebut dari Kementerian LHK," kata Wan, Rabu (8/12/2021).
Sidang Pemeriksaan Setempat PTUN Pekanbaru
Kemarin, majelis hakim PTUN Pekanbaru melakukan sidang pemeriksaan setempat (PS) ke pabrik kelapa sawit PT SIPP dan lokasi pencemaran lingkungan di Kilometer 6, Jalan Rangau, Pematang Pudu, Mandau, Bengkalis.
Kedatangan majelis hakim disambut antusias oleh warga setempat yang menginginkan perusahaan tersebut ditutup karena telah menyusahkan ekonomi mereka. Sejumlah spanduk dibentangkan di tepian jalan berisi kritik keras dampak negatif perusahaan terhadap lingkungan setempat.
"Kebun Warga Kena Limbah, PT SIPP Ketawa. Bekukan Operasional PT SIPP karena Cuma Menghasilkan Limbah," demikian isi spanduk yang dipajang warga menyambut kedatangan hakim PTUN Pekanbaru.
Sempat terjadi cekcok antara Ketua RT setempat yang tak diizinkan ikut menyaksikan sidang lapangan tersebut. Sang Ketua RT, Paber Panjaitan menyatakan sebagai perangkat pemerintah ia berhak tahu soal masalah itu. Apalagi warganya telah menjadi korban dugaan pencemaran limbah perusahaan.
Cekcok juga terjadi lantaran pihak perusahaan mengklaim bahwa lahan yang tercemar limbah sawit adalah milik perusahaan. Namun, hal tersebut dibantah keras oleh Jonli yang merupakan pemilik lahan kebun sawit yang sudah dicemari oleh limbah perusahaan.
"Ini lahan saya yang dicemari limbah perusahaan. Bukan lahan perusahaan. Tanaman sawit saya sudah rusak karena limbah perusahaan. Enak saja mengklaim ini lahan perusahaan," kata Jonli.
Sayang, kehadiran majelis hakim PTUN Pekanbaru tak membuka kesempatan bagi warga untuk menyampaikan aspirasi dan pengalaman pahit mereka merasakan limbah perusahaan.
"Padahal saya mau sampaikan apa yang kami rasakan. Kebun sawit saya rusak dan hancur karena limbah yang mereka buang. Ekonomi kami rusak. Tapi, Pak Hakim tadi belum mau mendengar. Kami berharap hakim menggunakan hati nuraninya dalam perkara ini agar berpihak kepada kami sebagai korban," kata Roslin, salah satu korban limbah PT SIPP.
Gugatan PT SIPP terhadap Bupati Bengkalis, Kasmarni di PTUN Pekanbaru terdaftar dengan nomor registrasi: 50/G/2021/ PTUN.PBR tanggal 1 Oktober 2021 lalu. Dalam gugatannya, SIPP meminta majelis hakim menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Bupati Kabupaten Bengkalis Nomor: 442/KPTS/VI/2021 tanggal 29 Juni 2021. SK Bupati Bengkalis tersebut berisi tentang Penerapan Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah dalam Bentuk Penghentian Sementara Kegiatan Produksi kepada PT SIPP.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Dinas Lingkungan Hidup, perusahaan terbukti telah mencemari lingkungan dan tidak memiliki izin pengelolaan lingkungan. Perusahaan juga diwajibkan melakukan pemulihan terhadap lingkungan yang telah dicemari limbah perusahaan.
Namun perusahaan yang disebut berkantor pusat di Medan ini bukannya memenuhi perintah SK Bupati Bengkalis. Tindakan yang mengesankan arogansi pernah dipertontonkan perusahaan saat menolak pemasangan plang penyegelan pabrik berdasarkan perintah SK Bupati Bengkalis. Pihak perusahaan mengerahkan sejumlah massa hingga akhirnya plang segel pengumuman itu dipasang di luar kompleks perusahaan.
Bahkan hingga saat ini, meski SK Bupati Bengkalis untuk menghentikan operasional perusahaan diterbitkan pada 24 Juni 2021, namun perusahaan tetap beraktivitas dan beroperasi seperti biasa.
"Ini bentuk arogansi perusahaan, sekaligus juga lemahnya wibawa pemerintah dan tak adanya supremasi hukum," kata seorang warga menyikapi perusahaan yang tak patuh hukum.
Pihak PT SIPP belum dapat dimintai konfirmasi terkait gugatan dan sikap keras perusahaan melawan SK Bupati Bengkalis tersebut.
Laporan di Polda Riau Mandeg, Kirim Surat ke Kapolri
Korban pencemaran limbah pabrik kelapa sawit, Roslin melalui kuasa hukumnya Marnalom Hutahaean SH, MH telah mengadukan pencemaran limbah PT SIPP yang merusak kebun sawitnya ke Polda Riau. Namun hingga saat ini belum ada perkembangan laporan tersebut.
"Pak Kapolda Riau, tolong lindungi dan beri keadilan bagi kami rakyat kecil ini. Perusahaan ini sudah merusak kebun dan menghancurkan ekonomi kami. Kelapa sawit kami sudah rusak dan gagal panen. Mohon pengaduan kami diproses, agar ada keadilan bagi kami," kata Roslin kepada SM News, Jumat lalu.
Tak hanya ke Polda Riau, surat pengaduan meminta proses hukum terhadap PT SIPP juga sudah dikirimkan ke Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Selain itu juga ditembuskan ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya. Namun hingga kini tak ada respon dari pejabat tinggi negara tersebut.
Diwartakan sebelumnya, korban pemilik lahan yang tercemar limbah pabrik kelapa sawit milik PT Sawit Inti Prima Perkasa (SIPP) di Duri, Bengkalis mempertanyakan perkembangan penanganan laporan pidana lingkungan hidup ke Polda Riau. Soalnya, laporan sudah disampaikan sejak 23 Februari lalu, namun hingga kini belum ada tindak lanjut yang konkret dari aparat penegam hukum tersebut.
"Kita sudah membuat laporan pengaduan secara resmi ke Polda Riau terkait dugaan pidana pencemaran lingkungan oleh PT SIPP sejak 7 bulan lalu ke Polda. Kita harap ada tindak lanjut yang konkret. Soalnya ini sudah cukup lama," kata Marnalom Hutahaean SH, MH selaku kuasa hukum Jonni Siahaan/ Roslin yang lahannya rusak akibat tercemar limbah PKS PT SIPP, Senin (22/11/2021) lalu.
Kebun sawit Jonni hingga saat ini terancam mengalami gagal panen dan pemerosotan hasil. Keluarga telah menderita dan meminta hukum ditegakkan. Apalagi saat ini pemerintah dan aparat hukum sedang concern dan getol-getolnya dalam menyikapi isu lingkungan hidup.
Menurut Marnalom, dugaan pencemaran lingkungan oleh limbah PT SIPP sebenarnya tak bisa dimentahkan lagi. Soalnya, dampak limbah sudah terang benderang merusak tanaman kliennya.
Selain itu, Pemkab Bengkalis melalui Bupati Bengkalis juga sudah menerbitkan Surat Keputusan untuk menghentikan sementara operasional PT SIPP. Dalam Keputusan Bupati Bengkalis yang diteken langsung oleh Kasmarni bernomor: 442/KPTS/VI/2021 secara tegas disebutkan bahwa perusahaan tersebut telah mencemari lingkungan dengan melakukan pembuangan air limbah secara langsung tanpa diolah terlebih dahulu.
"PT Sawit Inti Prima Perkasa membuang limbah secara ilegal ke media lingkungan. Juga tidak memiliki izin pembuangan air limbah domestik," demikian petikan SK Bupati Bengkalis yang diterbitkan pada 24 Juni 2021 lalu.
Marnalom juga menyinggung soal perintah paksa dari Pemkab Bengkalis agar perusahaan menghentikan sementara kegiatan produksi sampai dengan dipenuhinya seluruh persyaratan pengelolaan limbah sesuai peraturan yang berlalu.
"Bahkan dalam poin ketiga SK Bupati Bengkalis tersebut, jelas disebutkan agar perusahaan melakukan pemulihan lingkungan yang tercemar oleh limbah. Sehingga sebenarnya proses hukum terhadap kasus ini seharusnya sudah terang. SK Bupati itu terbit lewat pemeriksaan dan penelitian lapangan ahli lingkungan oleh Pemkab Bengkalis," kata Marnalom.
Ia menyatakan, harapan korban pencemaran lombah PT SIPP agar didengar oleh Polda Riau.
"Demi rasa keadilan dan penegakan hukum yang berwibawa dan pasti, klien kami berharap agar proses hukum pencemaran limbah PT SIPP ini dilakukan secara konkret," kata Marnalom.
Menurutnya, PT SIPP dapat dijerat dengan pidana perbuatan melanggar Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup dengan ancaman hukuman 1 tahun penjara dan pidana denda Rp 1 miliar. (*)