SKK Migas Keberatan 2 Saksinya Dipolisikan Dugaan Memberikan Keterangan Palsu, Hakim: Kalau Gak Salah, Ngapain Takut!
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Perkara gugatan lingkungan limbah B3 tanah tercemar minyak warisan PT Chevron Pacific Indonesia di Blok Rokan yang bergulir di Pengadilan Negeri Pekanbaru kian menarik.
Dua saksi yang diajukan SKK Migas dilaporkan ke Polda Riau oleh Lembaga Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) terkait dugaan memberikan keterangan palsu dalam persidangan.
SKK Migas pun mengajukan keberatan kepada majelis hakim yang diketuai Dr Dahlan dalam persidangan lanjutan, Selasa (23/8/2022). SKK Migas melalui kuasa hukumnya menyebut pelaporan ke polisi itu dapat menyebabkan saksi-saksi lain menjadi takut dalam memberikan keterangan.
"Kami menyampaikan keberatan karena dua saksi yang kami hadirkan pada persidangan sebelumnya, dilaporkan oleh penggugat ke Polda Riau. Ini bisa membuat saksi kami menjadi takut dalam menyampaikan keterangan, Yang Mulia," kata kuasa hukum SKK Migas dalam persidangan siang tadi.
Hakim Dahlan lantas merespon keberatan yang disampikan kuasa hukum SKK Migas tersebut. Menurut Dahlan, tak seharusnya saksi takut bersaksi di muka persidangan, sepanjang apa yang disampaikan adalah sesuai dengan kebenaran.
Menurut Dahlan, urusan lapor melapor ke polisi merupakan hak setiap warga negara. Sepanjang laporan dapat dibuktikan, maka hal tersebut akan diselesaikan lewat mekanisme yang ada.
"Kalau Bapak merasa benar, ngapain takut Pak. Jangan takut, Pak," kata hakim Dahlan merespon keberatan kuasa hukum SKK Migas.
Sebelumnya, pada Senin (22/8/2022) kemarin, LPPHI melaporkan dua saksi yang dihadirkan SKK Migas dalam persidangan sebelumnya ke Polda Riau. Dalam surat pelaporannya, LPPHI menilai kedua saksi berinisial RS dan BH diduga memberikan keterangan palsu saat memberi kesaksian di bawah sumpah.
RS dan BH yang kini merupakan pejabat di lingkungan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR, menurut LPPHI, menyebut PT PHR telah melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup pada lokasi pencemaran limbah B3 tanah tercemar minyak (TTM) peninggalan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Blok Rokan, setelah alih kelola wilayah kerja migas Blok Rokan dari PT CPI ke PT PHR pada 9 Agustus 2021 silam.
LPPHI menilai keterangan RS dan BH tersebut tidak berdasar, apalagi menyebut pemulihan lingkungan dilakukan atas penugasan SKK Migas.
Hadirkan 2 Saksi
Dalam persidangan yang berlangsung hari ini, Selasa (23/8/2022), kuasa hukum SKK Migas kembali menghadirkan dua saksi fakta yakni Yapit Sapta Putra dan Eko Hary Endarto.
Keduanya mengaku sebagai mantan pegawai SKK Migas. Yapit terakhir menjabat sebagai Manajer Lingkungan Lingkungan Deputi Operasi SKK Migas. Sejak Agustus 2021, ia mengaku telah menjadi pegawai Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas. Sedangkan Eko terakhir menjabat sebagai Vice President Lingkungan Deputi Perencanaan SKK Migas dan telah pensiun pada Maret 2021 lalu.
Sementara itu, pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai tergugat III menyatakan belum siap untuk menghadirkan saksi-saksi pada persidangan pekan depan. Majelis hakim lantas memberikan kesempatan pada Dinas LHK Provinsi Riau sebagai tergugat IV untuk menghadirkan saksi-saksinya pada persidangan dijadwalkan Selasa pekan depan.
Perkara gugatan lingkungan hidup ini, tercatat dalam nomor register perkara: 150/PDT.G/ LH/2021/PN.Pbr. Gugatan terdaftar pada 6 Juli 2021 yang sudah bergulir lebih dari setahun lamanya.
Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) merupakan lembaga penggugat perkara ini. Sedangkan PT Chevron Pacific Indonesia, SKK Migas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau merupakan para tergugat. (*)