Ditanya Soal Skandal Dugaan Gratifikasi Tim Auditor Inspektorat Riau, Kejati Enggan Menjawab
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Tindak lanjut skandal dugaan gratifikasi dari BUMD oleh 5 anggota tim auditor Inspektorat Riau belum menemui titik terang. Kasus ini terkesan didiamkan oleh institusi hukum maupun otoritas lainnya.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Humas Kejati Provinsi Riau, Bambang Heripurwanto saat dikonfirmasi hanya memberi respon singkat soal kemungkinan kejaksaan menindaklanjuti dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam bentuk suap dalam persoalan tersebut. Ia meminta untuk wartawan SabangMerauke News langsung menghubungi Asisten Intelijen Kejati Riau.
"Lebih pasnya, langsung konfirmasi ke Pak Asintel ya," kata Bambang Heripurwanto via pesan WhatsApp, Senin (22/8/2022).
SabangMerauke News kemudian mencoba menghubungi Asisten Intelijen Kejati Provinsi Riau, Raharjo Budi Kisnanto sejak Senin (22/8/2022) lalu, tetapi tidak kunjung mendapat jawaban. Pada Selasa (23/8/2022), media ini kembali menghubungi Raharjo Budi.
Namun Raharjo justru hanya mengirim foto makanan seakan mengatakan bahwa ia tengah makan, tanpa sedikit pun membalas pertanyaan. Kemudian, SabangMerauke News meminta waktu untuk bisa menghubungi yang bersangkutan via telepon, tetapi hingga berita ini dinaikan, Raharjo Budi tidak kunjung memberikan jawaban.
Diwartakan sebelumnya, kasus dugaan gratifikasi tim auditor Inspektorat Riau geger dan menjadi buah bibir. Disebut-sebut ada lima orang auditor yang memeriksa badan usaha milik daerah (BUMD) milik Pemprov Riau, tercemar oleh dugaan perilaku aparat yang menyimpang itu.
Gratifikasi diduga diberikan kepada tim auditor yang melakukan pemeriksaan laporan keuangan BUMD tahun 2021. Sejauh ini, belum diketahui secara pasti bentuk gratifikasi yang diduga diterima oleh pegawai di Inspektorat Riau yang seharusnya bebas dari praktik culas tersebut.
Ironisnya, tim auditor tidak dijerat dengan pasal Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Belum ada lembaga hukum yang melakukan tindak lanjut dugaan gratifikasi tersebut. Pun Gubernur Riau sejauh ini tidak menyerahkannya diproses ke aparat penegak hukum.
Respon Biro Hukum Pemprov Riau
Kepala Biro Hukum Pemprov Riau, Elly Wardani saat dikonfirmasi hanya memberi respon singkat. Ia menyebut, proses selanjutnya dari persoalan itu ada di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Riau, bukan di Biro Hukum.
"Proses selanjutnya di BKD, bukan di Biro Hukum," terang Elly Wardani via pesan WhatsApp menjawab konfirmasi SabangMerauke News, Sabtu (20/8/2022) kemarin.
Elly tak bersedia memberi penjelasan lebih lanjut soal proses yang dilakukan Biro Hukum Pemprov Riau terkait penanganan kasus pegawai Inspektorat Riau tersebut. Padahal, media ini telah melayangkan sejumlah pertanyaan konfirmasi, di antaranya meminta penjelasan soal proses yang dilakukan Biro Hukum dalam masalah itu. Pertanyaan tentang mengapa kasus ini tidak diserahkan ke aparat penegak hukum karena terindikasi suap (tindak pidana korupsi) juga tak dibalasnya.
Respon Kepala Inspektorat Riau
Kepala Inspektorat Provinsi Riau, Sigit Juli Hendrawan juga irit bicara setelah merebaknya informasi skandal dugaan gratifikasi tim auditor yang melaksanakan pemeriksaan keuangan BUMD. Sigit menyebut kalau masalah itu adalah kasus lama yang diviralkan kembali saat ini.
"Kasus lama tahun 2021 dan sudah kita kenakan sanksi, tapi diviralkan lagi. Masalah udah selesai, oke Mas," terang Sigit Juli Hendrawan via pesan WhatsApp menjawab konfirmasi SabangMerauke News, Rabu (17/8/2022) lalu.
Sigit belum memberikan penjelasan lebih detil soal skandal tersebut. Padahal, SabangMerauke News telah mengajukan sejumlah pertanyaan konfirmasi untuk mendalami kasus tersebut.
Fitra Desak Aparat Hukum Bergerak
Koordinator Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Triono Hadi menyatakan, kasus tersebut seharusnya dilaporkan ke aparat penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Aparat hukum dan KPK dapat menerima laporan tersebut untuk ditindaklanjuti apakah hal tersebut termasuk suap atau tidak," kata Triono Hadi kepada media, Selasa (16/8/2022).
Menurutnya, Inspektorat seharusnya menjalankan tugas sebagai pengawas dan pengendali internal pemerintah daerah. Menurutnya, para pegawai Inspektorat mestinya telah menyadari dan paham tentang gratifikasi dalam jabatan, sehingga tidak melakukan hal tersebut dalam praktiknya.
Ia menjelaskan, gratifikasi menurut undang-undang tindak pidana pemberantasan korupsi, bisa menjadi kategori suap, seperti adanya kesepakatan tertentu dalam melakukan atau tidak melakukan sesuatu tanggung jawab pekerjaan sebagai penyelenggara pemerintahan.
"Setiap gratifikasi ke pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap apabila berkaitan dengan jabatannya atau berlawanan dengan tugasnya. Beda halnya jika penerima gratifikasi melaporkan gratifikasi yang diterima kepada KPK," tegas Triono. (cr8)