Ngeri-ngeri Sedap! Hal Ini yang Terjadi Kalau Pemerintah Nekad Naikkan Harga BBM Subsidi
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan memberi sinyal akan dinaikkannya harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Bahkan menurutnya kemungkinan pekan ini, pengumuman kenaikan harga akan disampaikan oleh Presiden Joko Widodo.
Masyarakat saat ini masih menunggu kebijakan dan langkah apa yang akan diambil pemerintah dalam mengatur harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite maupun Biosolar.
Kalau Pertalite naik, bagaimana dampaknya bagi masyarakat kelas menengah ke bawah?
Konsumsi Pertalite di Indonesia mencapai 80% dari total bensin, sehingga kenaikan harga Pertalite tentu akan mendorong kenaikan inflasi, yang mungkin saja meningkat.
Badan Pusat Statistik (BPS) di awal bulan ini mengumumkan data inflasi Indonesia periode Juli 2022 yang tumbuh 0,64% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm).
Secara tahunan (year-on-year/yoy), laju inflasi terakselerasi. Inflasi Juli 2022 tercatat 4,94% (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang 4,35% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Oktober 2015.
Dalam keranjang inflasi, bensin memiliki bobot 4% menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Sehingga misalnya saja harga BBM naik 10%, inflasi bisa terdorong hingga 0,4 poin persentase terhadap inflasi.
Secara historis, pada 2014 misalnya, saat harga BBM jenis Premium yang saat itu paling banyak dikonsumsi, dinaikkan pada bulan November hingga 30%. Inflasi kemudian melesat hingga 8,36% (yoy).
Hal yang sama juga terjadi setahun sebelumnya. Pemerintah menaikkan harga BBM di bulan Juni 2013 yang memicu kenaikan inflasi hingga 8,38% (yoy).
Dampak kenaikan BBM ternyata tidak hanya pada ekonomi, tapi juga akan berimbas pada aspek sosial masyarakat Indonesia.
BBM sangat diperlukan untuk operasional perusahaan, sehingga jika harganya kian mahal maka akan membebani biaya produksi hampir seluruh sektor dan lini bisnis.
Akibatnya, perusahaan akan meminimalisir biaya operasional, misalnya dengan menghentikan rekrutmen karyawan baru hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Kenaikan BBM berpotensi akan meningkatkan angka pengangguran yang tentunya akan menambah tingkat kemiskinan Indonesia. Padahal, per Maret 2022, BPS telah melaporkan adanya penurunan tingkat kemiskinan setelah pandemi.
Tingkat kemiskinan per Maret mencapai 9,54% atau 26,16 juta orang. Turun 0,6 poin atau 1,38 juta orang. Sementara dibandingkan September 2021 penurunan tingkat kemiskinan mencapai 0,17 poin atau 0,34 juta orang.
Namun, garis kemiskinan mengalami kenaikan 3,975% dibandingkan September 2021 menjadi Rp 505.469 pada Maret 2022.
Bukan hal yang tak mungkin, jika tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan yang meningkat akan menimbulkan kekacauan hingga demonstrasi.
Jika berkaca pada 2013 silam, ratusan mahasiswa dan buruh menggelar demo menolak kenaikan BBM di depan Istana Negara, Pertamina, hingga Kementerian Energi dan Daya Mineral (ESDM).
Hal tersebut seharusnya dapat menjadi pembelajaran. Sebelum pemerintah menaikkan harga BBM, sebaiknya mencermati beberapa poin seperti tingkat inflasi dan daya beli masyarakat.
Konsumsi masyarakat Indonesia berkontribusi sebanyak 50% terhadap PDB, sehingga jika inflasi meninggi tentunya akan membatasi konsumsi masyarakat dan ikut mengerek turun PDB.
Sinyal-sinyal kenaikan harga BBM Pertalite ini sudah sering mencuat, baik itu dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
"Harga Pertamax keekonomian Rp 15.150 namun di eceran masih Rp 12.500 per liter. Dan Pertalite keekonomiannya Rp 13.150 tapi ecerannya Rp 7.650 per liter," ungkap Menko Airlangga dalam Konferensi Pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2023, Selasa (16/8/2022) lalu.
Menko Airlangga juga membandingkan harga BBM Pertalite dan Pertamax di RI yang masih jauh di bawah harga BBM dari negara-negara tetangga. Misalnya saja Thailand yang menjual BBM dengan harga Rp 19.500 per liter. Kemudian Vietnam Rp 16.645 per liter dan Filipina mencapai Rp 21.352 per liter.
Adapun Bahlil menyadari bahwa kenaikan harga BBM di dalam negeri bisa menimbulkan gejolak di masyarakat. Namun demikian, kondisi keuangan negara dalam menahan kenaikan harga BBM sudah terbata-bata.
"Saya menyampaikan sampai kapan APBN kita akan kuat menghadapi subsidi yang lebih tinggi, jadi tolong teman-teman sampaikan juga kepada rakyat bahwa rasa-rasanya sih untuk menahan terus dengan harga BBM seperti sekarang feeling saya harus kita siap-siap kalau katakanlah kenaikan BBM itu terjadi," kata Bahlil. (*)