Jikalahari Kritik KPK 3 Tahun Tak Bisa Tangkap Surya Darmadi, Singgung Buron Eks Petinggi RAPP Rosman 14 Tahun Tak Ketemu Juga
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mengeritik keras kinerja KPK dalam menangani kasus korupsi suap alih fungsi hutan Riau dengan tersangka Surya Darmadi. Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 2019 lalu, KPK tak kunjung berhasil menangkap Surya Darmadi hingga berujung pada penetapan daftar pencarian orang (DPO).
Hal ini, menurut Jikalahari, kontras dengan langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang seketika mampu 'mendatangkan' Surya Darmadi, meski baru ditetapkan sebagai tersangka awal Agustus lalu dalam kasus korupsi kebun sawit Duta Palma Grup di Indragiri Hulu.
“Kalau perkara ini tidak ditangani Kejagung, status DPO Surya Darmadi akan mirip status DPO Ir Rosman yang jadi buronan KPK sejak 2008 dalam perkara korupsi kehutanan di Riau. Ir Rosman telah buron selama 14 tahun. KPK harus mulai mengakui kelemahannya dalam memburu koruptor sumberdaya alam dan menyerahkan perkaranya pada Kejagung,” kata Koordinator Jikalahari, Made Ali dalam siaran pers, Kamis (18/8/2022).
Made Ali membandingkan langkah keras Kejagung yang menetapkan tersangka korupsi dan pencucian uang Surya Darmadi pada 1 Agustus 2022 lalu. Tak sampai sebulan, pada 15 Agustus lalu, Surya Darmadi manut dan datang menyerahkan diri dan langsung ditahan.
"Kejagung bergerak cepat. Setelah menetapkan Surya Darmadi, Kejagung juga menetapkan Thamsir Rahman eks Bupati Inhu sebagai tersangka pada 1 Agustus 2022. Sejak itu Kejagung gencar mengejar Surya Darmadi," ujar Made Ali.
Singgung Buronan Petinggi RAPP Rosman
Made Ali mengatakan, selain Surya Darmadi, KPK masih memiliki target pencarian orang dalam kasus korupsi kehutanan di Riau. Dia adalah Ir Rosman yang disebut sebagai salah satu petinggi PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) beroperasi di Pelalawan, Riau.
Made menilai, Rosman terlibat kasus korupsi kehutanan Riau yang telah menjadikan Gubernur Riau, Rusli Zainal sebagai narapidana. Bulan lalu, Rusli telah mendapat fasilitas bebas bersyarat dan dikeluarkan dari Lapas Pekanbaru.
Selain Rusli, dua kepala daerah di Riau yakni Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jafar dan Bupati Siak, Arwin AS juga terjerat dalam kasus korupsi izin kehutanan yang digarap oleh KPK sejak 2007 silam.
Tiga narapidana lain yang tersangkut kasus ini adalah mantan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau yakni Asral Rachman, Syuhada Tasman, Burhanudin Husin.
Menurut Made Ali, Rosman adalah General Manager Forestry PT RAPP, anak usaha APRIL Grup dibawah kuasa Royal Golden Eagle milik taipan Sukanto Tanoto.
"Dia melarikan diri saat menjadi saksi dalam perkara terpidana Tengku Azmun Jafar, Asral Rachman, Syuhada Tasman, Burhanudin Husin dan Rusli Zainal," ujar Made Ali.
Dalam dakwaan Azmun Jafar pada 2007, nama Rosman disebut secara bersama-sama dengan para narapidana pejabat Riau tersebut melakukan beberapa perbuatan pidana yang berhubungan dengan perkara sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut.
Diduga, kata Made Ali, peran Rosman menjadi kunci proses pengalihahan/ take over (TO) sejumlah perusahaan yang dibuat Azmun Jaafar kepada PT Persada Karya Sejati (PKS) yang merupakan anak usaha grup PT RAPP dan saat itu Rosman menjabat sebagai Direktur Utama PT PKS.
Ketujuh perusahaan tersebut yakni PT Madukoro, CV Alam Lestari, CV Harapan Jaya, CV Putri Lindung Bulan, CV Tuah Negeri, CV Bhakti Praja Mulia dan CV Mutiara Lestari. Disebutkan, setelah ketujuh perusahaan memperoleh IUPHHK-HT, Azmun meminta Budi Surlani dan Anwir Yamadi untuk menemui Rosman.
Azmun, menurut Jikalahari, mengetahui bahwa 7 perusahaan tersebut tidak memiliki kemampuan mengelola areal IUPHHK-HT. Maka ia meminta agar Rosman dapat membantu menawarkan ke PT RAPP agar mengambil alih (take over) perusahaan tersebut.
Peran Rosman lainnya yang disebut oleh Jikalahari yakni ‘menalangi’ biaya pengurusan rencana kerja tahunan (RKT) ketujuh perusahaan tersebut. Karena tidak memiliki biaya, Rosman menyetujui untuk menalangi biaya pengurusan Rencana Kerja Tahunan (RKT) di Dinas Kehutanan Provinsi Riau yang akan diperhitungkan sebagai pinjaman perusahaan yang akan dikembalikan dengan memotong fee produksi kayu yang berasal dari areal IUPHHK-HT dari ketujuh perusahaan tersebut.
"Rosman merugikan keuangan negara dan menguntungkan PT RAPP. Dari kesaksian Paulina, pegawai legal PT PKS yang ditunjuk Rosman, melakukan pembayaran biaya take over kepada 7 perusahaan," terang Jikalahari dalam siaran persnya tersebut.
Beberapa biaya yang tercatat yakni CV Bhakti Praja Mulia sebesar Rp 6,75 miliar, CV Alam Lestari sebesar Rp 2,2 miliar, CV Mutiara Lestari Rp 1 miliar, CV Puteri Lindung Bulan Rp 2,5 miliar dan CV Tuah Negeri Rp 750 juta.
Menurut Jikalahari, hasil dari produksi kayu HTI dari 7 areal IUPHHK-HT tersebut dijual ke PT RAPP berdasarkan kontrak kerja. PT RAPP akan melakukan penanaman, land clearing dan pemanfaatan bahan baku serpih. Sedangkan hasil kayu pertukangan disebut dijual ke PT Forestama Raya.
Jikalahari mencatat, PT RAPP memperoleh banyak keuntungan dari pemanfaatan 7 areal IUPHHK-HT yang dilakukan land clearing. Berdasarkan fakta persidangan nilai kayu yang hilang mencapai Rp 320 miliar dan telah menguntungkan perusahaan dengan terbitnya RKT 7 perusahaan tersebut mencapai Rp 505 miliar. Total keuntungan PT RAPP sebesar Rp 825 miliar. PT RAPP salah satu anak usaha RGE milik Soekanto Tanoto dibawah APRIL Grup. (*)