3 Negara Ini Ikuti Jejak China Alami 'Resesi Seks', Perempuannya Malas Nikah dan Punya Anak
SABANGMERAUKE NEWS - Komisi Kesehatan Nasional China belakangan mendesak pemerintah pusat maupun daerah untuk mengutamakanan layanan kesehatan reproduksi. Otoritas setempat juga disebut menawarkan pemotongan pajak, memperpanjang cuti hamil, hingga uang insentif untuk anak, demi meningkatkan gairah memiliki momongan.
Istilah 'resesi seks' mengacu pada turunnya keinginan pasangan untuk berhubungan seksual, menikah, atau memiliki anak. Karenanya, angka kelahiran China terus merosot, bahkan diprediksi bakal mencetak rekor terendah tahun ini, di bawah 10 juta.
"Sudah 11,5 persen lebih rendah dari tahun lalu," sebut ahli demografi China, (17/8/2022).
"China akan mencegah aborsi dan mengambil langkah-langkah untuk membuat perawatan kesuburan lebih mudah diakses sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan salah satu tingkat kelahiran terendah di dunia," kata Otoritas Kesehatan Nasional China, Selasa (16/8/2022).
Bukan cuma China, negara mana saja yang 'tersandung' masalah 'resesi seks'?
1. Jepang
Jepang mencatat rekor jumlah kelahiran terendah 2021. Dikutip dari Reuters, ada 811.604 kelahiran tahun lalu, terendah sejak 1899 berdasarkan data Kementerian Kesehatan. Di sisi lain, jumlah kematian naik menjadi 1.439.809, menyebabkan populasi menyusut secara keseluruhan yakni 628.205.
Tak hanya itu, selama enam tahun berturut-turut angka kesuburan keseluruhan menurun menjadi 1,3. Diketahui, Jepang juga memiliki salah satu populasi penuaan tercepat di dunia, terlebih beberapa waktu lalu pembatasan aktivitas selama pandemi COVID-19 dinilai berpengaruh besar.
Survei Kesuburan Nasional Jepang 2019 bahkan menunjukkan satu dari setiap 10 pria di Jepang dengan kisaran usia 30 tahun mengaku belum pernah berhubungan seksual. Angka tersebut relatif tinggi jika dibandingkan laporan negara lainnya.
'Biang kerok' di balik fenomena tersebut diyakini akibat beragam faktor, salah satunya lagi-lagi terkait ketidakstabilan keuangan nasional.
2. Singapura
Banyak warga Singapura 'ogah' menikah. Hal ini menyebabkan angka perkawinan menurun dan berimbas pada rendahnya angka kelahiran. Dibandingkan rata-rata global yaitu 2,3, angka kelahiran bayi per wanita di Singapura yakni 1,12 di 2021 lalu.
'Resesi seks' yang terjadi di Singapura membuat pemerintah mengizinkan para wanita lajang membekukan sel telur. Sebelumnya, tindakan ini hanya diizinkan bagi wanita dengan kondisi medis tertentu, seperti tengah menjalani kemoterapi.
"Kami menyadari bahwa beberapa wanita ingin mempertahankan kesuburannya karena keadaan pribadi mereka. Misal karena tidak dapat menemukan pasangan saat mereka masih muda, tetapi ingin memiliki kesempatan untuk hamil jika menikah nanti," ungkap administrasi Perdana Menteri Lee Hsien Loong dalam pernyataan, dikutip dari South China Morning Post.
3. Amerika Serikat
Isu resesi seks di Amerika Serikat mulai mencuat sejak 2019. Terlebih, saat pandemi COVID-19 merebak, banyak pasangan menunda menikah atau memiliki anak.
Penelitian di Institute for Family Studies (IFS) menunjukkan tren antara 2008 dan 2021, jumlah orang dewasa muda yang 'ogah' berhubungan seks meningkat lebih dari dua kali lipat, dari 8 persen menjadi 21 persen.
Menurut penelitian tersebut, lebih banyak perempuan di rentang usia 18-35 tahun tidak berhubungan seks dalam satu tahun terakhir. Peningkatan ini juga didorong oleh pernikahan yang tertunda imbas pandemi COVID-19. (*)