Pakar Ekonomi Beri Jurus BBM Subsidi Tak Jebol: Naikkan Harga Pertalite, Turunkan Pertamax!
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Kondisi kritis sedang melanda jantung ekonomi negara khususnya menyangkut ancaman jebolnya BBM subsidi. Sejumlah antrean akibat kelangkaan BBM subsidi jenis Pertalite terjadi di sejumlah daerah.
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menilai telah terjadi sinyal 'lampu kuning' terhadap stok subsidi BBM. Fahmy mengatakan jika upaya pembatasan konsumsi Pertalite tidak berhasil, kuota BBM subsidi pada akhir Oktober 2022 akan jebol.
"Jika menambah kuota BBM subsidi, beban APBN untuk subsidi bisa semakin membengkak hingga melebihi Rp 600 triliun. Tapi jika tidak menambah kuota BBM subsidi, kelangkaan akan terjadi di berbagai SPBU yang berpotensi menyulut keresahan sosial," kata Fahmy dalam keterangannya, Sabtu (13/8/2022).
Mengacu data Kementerian Keuangan, Fahmy mengatakan konsumsi BBM Pertalite hingga Juli 2022 sudah mencapai 16,8 juta kilo liter (KL) atau setara dengan 73,04 persen dari total kuota ditetapkan sebesar 23 juta KL. Dengan demikian, kuota BBM subsidi tinggal tersisa 6,2 KL.
Menurut Fahmy, ada dua kebijakan yang dapat mencegah jebolnya BBM bersubsidi. Pertama, pemerintah harus segera menerbitkan peraturan presiden yang mengatur hanya sepeda motor dan kendaraan angkutan orang serta angkutan barang yang diperbolehkan menggunakan Pertalite dan Solar.
Kedua, pemerintah perlu menurunkan disparitas yang menganga antara harga Pertamax dan Pertalite. Caranya dengan menaikkan harga Pertalite dan menurunkan harga Pertamax secara bersamaan, sehingga maksimal selisih harga kedua jenis BBM itu sebesar Rp 1.500 per liter.
"Kebijakan harga ini diharapkan akan mendorong konsumen Pertalite migrasi ke Pertamax secara sukarela. Perlu juga dilakukan komunikasi publik secara besar-besaran bahwa penggunaan Pertamax sesungguhnya lebih baik untuk mesin kendaraan dan lebih irit," ucap Fahmy.
Fahmy melanjutkan, guna mencegah jebolnya kuota BBM bersubsidi, pemerintah tidak bisa hanya mengeluh. Pemerintah, kata dia, perlu kebijakan tegas dan lugas yang untuk membatasi konsumsi.
"MyPertamina tidak akan berhasil membatasi BBM subsisdi agar tepat sasaran. Bahkan, justru menimbulkan ketidak-tepatan sasaran dan ketidak-adilan bagi konsumen yang tidak punya akses," tuturnya. (*)