Marak Antrean Pertalite, Pertamina Klaim Stok Aman 17 Hari ke Depan
SABANGMERAUKE NEWS - Sekretaris Perusahaan Subholding Commercial & Trading PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting memastikan stok BBM bersubdisi jenis pertalite dan solar secara nasional masih aman. "Kalo bicara stok nasional di Pertamina sebenarnya posisinya aman," ujar dia, 14 Agustus 2022.
Dia mengaku sudah mengecek pagi ini bahwa secara nasional stok pertalite ada di level 17 hari ke depan, sementara stok solar 19 hari ke depan. "Dan terus diproduksi. Artinya stok secara nasional di Pertamina mencukupi," tutur Irto. Namun ia tidak menjelaskan berapa banyak stok yang tersedia saat ini.
Sebelumnya, masyarakat dikabarkan mengalami kesulitan mendapatkan bahan bakar minyak subsidi akhir-akhir ini, seperti pertalite dan solar. Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mengungkapkan penyebabnya adalah kebijakan pembatasan penyaluran BBM bersubsidi.
Achmad menjelaskan PT Pertamina (Persero) telah melaporkan realisasi penyaluran BBM jenis Pertalite per 31 Juli 2022 sudah mencapai 16,8 juta kiloliter dari kuota yang ditetapkan tahun ini sebesar 23,05 juta kiloliter. Dengan begitu, sisa kuota penyaluran katanya sudah sangat menipis.
"Artinya hanya tersisa 6,25 juta kiloliter yang hanya mencukupi penyaluran bulan Agustus dan September 2022 saja. Bahkan bisa lebih cepat lagi bila konsumsi dalam negeri tidak dikendalikan," kata dia melalui keterangan tertulis, Jumat, 12 Agustus 2022.
Sementara itu, untuk BBM subsidi berjenis solar telah disalurkan sebanyak 9,9 juta kiloliter dari total kuota yang telah ditetapkan tahun ini 14,9 juta kiloliter. Artinya, sisa penyaluran BBM solar juga tinggal 5 kiloliter. Oleh sebab itu, Achmad memperkirakan stok BBM kedua jenis itu akan sulit dicari pada September 2022.
"Akibatnya, bulan September tidak akan ada lagi pertalite dan solar di pasar dan hal tersebut merupakan kiamat kecil bagi masyarakat kecil ke bawah. Ini sebabkan masyarakat akan dipaksa beli BBM non subsidi yang lebih mahal," ujar Achmad.
Dengan permasalahan ini, Achmad memperkirakan ada efek rambatan terhadap perekonomian masyarakat, khususnya yang selama ini menggantungkan biaya transportasinya pada BBM jenis subsidi. Efek ekonominya adalah, harga-harga akan ikut terkerek mahal.
Efek domino ini kata dia terjadi karena biasanya masyakarat dan mobil transportasi untuk mengeluarkan biaya bahan pokok membayar sekitar Rp 7.650/liter karena menggunakan pertalite, tapi kini menjadi Rp 12.500 karena menggunakan pertamax atau biaya BBM untuk transportasinya naik 64 persen saat pertalite tidak ada di pasar.
"Kenaikan 64 persen tersebut sangat memberatkan masyarakat dan dampak berikutnya harga-harga bahan pokok akan naik karena naiknya ongkos transportasi. Tercatat pada pertengahan Agustus 2022 ini, publik sudah merasakan kelangkaan Pertalite dibeberapa SPBU," ujar Achmad.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya juga telah kembali meminta agar PT Pertamina (Persero) bisa mengendalikan volume penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Dengan begitu, postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa tetap terjaga.
"Tentu saya berharap Pertamina untuk betul-betul mengendalikan volumenya, jadi supaya APBN tidak terpukul," kata Sri Mulyani di Jakarta, Rabu, 10 Agustus 2022.
Dengan tak terkendalinya penjualan BBM bersubsidi, menurut dia, alokasi subsidi dan kompensasi energi dapat melebihi dari pagu anggaran APBN yang sebesar Rp 502 triliun pada tahun ini. "Meskipun APBN-nya bagus, surplus sampai Juli, tapi tagihannya nanti kalau volumenya tidak terkendali akan semakin besar di semester dua," ucap Sri Mulyani. (*)