PT Bumi Siak Pusako Kelola Wilayah Kerja CPP Blok Disebut Seperti Beli Kijang Seharga Alphard, Ini Sejumlah Kejanggalannya
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Pengelolaan secara tunggal blok minyak wilayah kerja Coastal Plains Pekanbaru (CPP Blok) oleh PT Bumi Siak Pusako (BSP) dinilai janggal. Harga yang harus dibayar oleh BUMD untuk ladang minyak dengan kondisi sumur tua yang hanya meninggalkan produksi 8 ribuan barel per hari itu, dinilai terlalu mahal dan kurang rasional.
"Itu seperti membeli mobil Kijang seharga Alphard. Sangat tidak rasional. Kata orang tue-tue kite dulu, mike tetipu di tempat terang," kata praktisi perminyakan, Nawasir Kadir dalam pembicaraan via WhatsApp, Kamis (11/8/2022).
Nawasir merupakan salah satu orang yang memimpin tim negosiasi CPP Blok agar dikelola oleh daerah bersama dengan Pertamina Hulu pada 2001 lalu. Hingga akhirnya, terhitung 9 Agustus 2002, CPP Blok diserahkan pemerintah pengelolaannya ke Badan Operasi Bersama (BOB) PT Pertamina Hulu-PT BSP yang sebelumnya dikuasai oleh PT Caltex Pacific Indonesia (CPI).
Sejak 9 Agustus 2022 lalu, PT BSP ditunjuk pemerintah menjadi pengelola tunggal wilayah kerja CPP Blok dengan masa konsesi hingga 2042 mendatang.
Nawasir menjelaskan, PT BSP sangat tertutup dan terlalu percaya diri saat melakukan penawaran dan negosiasi untuk pengelolaan tunggal wilayah kerja CPP Blok. Ia menduga BUMD yang saham terbesarnya dimiliki Pemkab Siak itu, mengabaikan keterlibatan pihak-pihak yang lebih berpengalaman dalam operasi produksi maupun alih kelola blok migas yang penuh risiko itu.
BACA JUGA: Waduh! Mantan Dirut Gugat PT Bumi Siak Pusako Rp 560 Miliar, Begini Perkaranya
Nawasir mempertanyakan dasar harga penawaran signature bonus yang dibayar PT BSP sebesar 10 juta USD tanpa diskresi (tanpa tambahan split minyak). Padahal, PT Pertamina Hulu tanpa beban dan rela kalah lelang, hanya bersedia memberi signature bonus 1 juta USD tanpa diskresi atau 5 juta USD dengan diskresi (tambahan split 5%) serta 20 juta USD dengan diskresi 10%.
Pada sisi lain, proposal investasi komitmen kerja pasti (KKP) yang diajukan PT BSP juga dinilai janggal. Awalnya, PT BSP menetapkan KKP sebesar 41 juta USD, sementara Pertamina mengajukan sebesar 61 juta USD.
Namun, setelah negosiasi dilakukan, PT BSP secara mengejutkan mengajukan nilai KKP hingga menjadi 130,4 juta USD. Angka tersebut naik lebih tiga kali lipat dari proposal KKP pertama yang hanya 41 juta USD. Menurutnya, angka KKP tersebut merupakan pembiayaan investasi pada fase pertama, belum termasuk fase selanjutnya.
"Itu harga yang terlalu mahal. Baik signature bonus maupun besaran KKP-nya. Ini tidak rasional," kata Nawasir.
Ia membandingkan dengan kondisi ketika pada tahun 2002 lalu, angka signature bonus yang diajukan oleh PT BSP-PT Pertamina hanyalah sebesar Rp 5 juta USD. Masing-masing, ditanggung kedua perusahaan sebesar 2,5 juta USD.
Kala itu, kata Nawasir, produksi CPP Blok mencapai 40 ribu barel per hari. Sementara, kondisi hari ini produksi minyak di CPP Blok tinggal seperlimanya atau sekitar 8 ribuan barel per hari.
"Wajar saja kalau Pertamina sekarang hanya menawarkan signature bonus 1 juta USD. Tapi, aneh justru PT BSP berani mengajukan 10 juta USD. Padahal, ladang minyak sudah mature dan produksi hanya tinggal seperlima dari kondisi 2002 lalu. Kini hanya sekitar 8 ribuan barel per hari," kata Nawasir.
Nawasir menilai, pembuatan proposal PT BSP terkesan dibuat jauh dari memadai dan tidak akurat. Hal itu, kata Nawasir, mengesankan manajemen PT BSP jauh dari profesional, tidak mumpuni dan proposal dibuat kurang bermutu.
Ia mengkhawatirkan, jika dengan besarnya signature bonus dan nilai investasi KKP yang diajukan namun produksi tidak meningkat, maka akan menjadi beban besar bagi PT BSP.
"Apakah pemda pemegang saham, khususnya Pemkab Siak sebagai pemegang saham terbesar mau menanggungnya? Atau mungkin manajemen PT BSP berfikir, toh yang bayar bukan mereka, tetapi diambil dari uang perusahaan dan masyarakat Riau tidak akan tahu?" duga Nawasir.
Pihak manajemen PT BSP tidak memberikan penjelasan dan tanggapan terkait penilaian janggal serta tak rasionalnya penawaran yang diajukan untuk mengelola secara tunggal wilayah kerja CPP Blok.
Direktur Utama PT BSP, Iskandar tidak merespon pesan konfirmasi yang dilayangkan SabangMerauke News, sejak Jumat (12/8/2022). Pun demikian, humas PT BSP Devi Oktafiani tak memberikan tanggapan apapun. (*)