Organisasi Kontraktor Lokal Riau Terbelah di Blok Migas Rokan, Kok Jadi Begini Ya?
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Dua organisasi pengusaha (kontraktor) migas lokal Riau tampaknya terbelah menyikapi dugaan kuat ekspansi massif anak cucu cicit BUMN menggarap proyek di Blok Rokan di era PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).
Jika sebelumnya kedua organisasi mengeluh akibat dominasi perusahaan plat merah yang mengancam mereka gulung tikar dan turun kelas, kini tampaknya mereka berpisah di persimpangan jalan. Satu merasa happy dan satu lainnya tetap merasa tak nyaman.
BERITA TERKAIT: Bertemu Manajemen PT PHR, Ketua Umum AKMR Sebut Peluang Kontraktor Lokal Terbuka: Kontrak Dibuka Secara Fair
Kedua organisasi tersebut yakni Asosiasi Kontraktor Migas Riau (AKMR) dan Asosiasi Pengusaha Jasa Penunjang Migas Indonesia (APJPMI).
Jika ditelisik, kedua organisasi ini pada awalnya diisi oleh pentolan pengurus yang sama. Satu organisasi lain yang launching belakangan yakni Perkumpulan Pengusaha Migas Energi Baru Terbarukan (Permigastara).
BERITA TERKAIT: Komentar Menohok APJPMI Soal Klaim AKMR yang Sebut Kebijakan Proyek di Blok Rokan Sudah Fair dan Transparan: Kayaknya Gak Gitu Sih!
Terbelahnya sikap kedua organisasi pengusaha migas tersebut terkuak, Kamis (4/8/2022) kemarin, usai pengurus AKMR yang diketuai Azwir menggelar pertemuan dengan perwakilan manajemen PT PHR di Rumbai, Pekanbaru.
Azwir yang pada awalnya bersikap kritis dan vokal terhadap tata kelola bisnis, khususnya terkait kebijakan proyek di Blok Rokan, kini tampak lebih akomodatif. Ia bahkan memuji dan menyebut PT PHR sudah menjalankan porsinya dengan baik dalam tata kelola kebijakan proyek di Blok Rokan. Kontrak-kontrak proyek, menurut Azwir, dibuka secara transparan dan fair sehingga peluang bagi pengusaha lokal tetap terbuka.
"Pengusaha lokal memiliki kemampuan yang mumpuni untuk bersaing. Beberapa kontrak besar di lingkungan PHR juga ada yang dimenangkan dan ditangani sendiri oleh pengusaha lokal Riau," kata Azwir dalam keterangan tertulis yang dikirim manajemen PHR ke media ini, Kamis kemarin.
BERITA TERKAIT: Peraturan Menteri Ini Biang Kerok Kontraktor Riau Terancam Bangkrut 'Dimangsa' Anak Cucu Cicit BUMN di Blok Rokan: Diteken Menteri Erick Thohir
"Sebagai asosiasi kontraktor migas, kami berkomitmen untuk terus menjaga kemitraan dengan PHR dalam upaya mencapai target produksi minyak yang ditetapkan pemerintah," katanya.
Dalam catatan SabangMerauke News, Azwir awalnya sempat bersikap frontal dan keras terhadap PT PHR. Ini ditunjukkan dengan ancaman AKMR pada akhir 2021 lalu yang akan menghentikan stop operasional perusahaan anggota AKMR di Blok Rokan. Kala itu, AKMR protes keras dengan kebijakan pengelolaan proyek yang didominasi oleh anak cucu cicit BUMN.
Namun, ultimatum aksi stop operasional itu nyatanya tak pernah terwujud. Suasana setelah itu sempat dingin dan hening.
BERITA TERKAIT: AKMR Dikabarkan Bergerak Sikapi Ancaman 'Kebangkrutan' Kontraktor Migas Riau di Blok Rokan: Perjuangan Dilakukan Massif Berkelanjutan!
Berubah sikapnya AKMR ini direspon dingin oleh saudara mudanya APJPMI. Ketua Umum APJPMI, Helfried Sitompul yang semula menolak berkomentar atas sikap 'happy' AKMR terkait kebijakan proyek di Blok Rokan oleh PT PHR, hanya berkomentar singkat. Menurutnya, pernyataan yang disampaikan oleh Azwir bukan merupakan sebuah kenyataan yang terjadi.
"Kayaknya gak begitu deh. Itu perlu ditelisik (kebenarannya)," kata Helfried yang irit bicara.
Azwir tak mau berpolemik dengan beda sikap antara AKMR dengan APJPMI tersebut.
"Memang gak harus sama. Makanya ada warna kuning, biru, hijau dan merah," terang Azwir merespon beda pendapat dan perasaan antara AKMR dan APJPMI soal kebijakan proyek di Blok Rokan.
Ekspansi Massif Anak Cucu Cicit BUMN di Blok Rokan
APJPMI merupakan salah satu organisasi kontraktor migas beranggotakan pengusaha-pengusaha lokal di Riau. Sejak awal, organisasi ini aktif memberi masukan tentang tata kelola pengadaan barang jasa di Blok Rokan, bahkan saat masa transisi dari PT Chevron ke PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), 9 Agustus 2021 lalu.
APJPMI mengeritik soal ekspansi massif anak cucu cicit BUMN ke Blok Rokan sejak dikelola oleh PT PHR. Apalagi, mekanisme yang dilakukan, hanya bermodalkan penunjukkan langsung (PL).
Hak istimewa yang hanya diberikan kepada anak cucu cicit BUMN, menurut APJPMI telah menyebabkan ekosistem bisnis yang tidak sehat dan kompetitif di Blok Rokan. Kontraktor lokal terancam gulung tikar atau setidaknya turun kelas, karena hanya mendapatnya 'sisa-sisa' pekerjaan yang di-sub-kan oleh anak cucu cicit BUMN tersebut.
Jika sebelumnya, kontraktor lokal berkontrak langsung dengan PT Chevron (sebelum dikelola PHR), kini kontraktor lokal kebanyakan justru hanya berkontrak dengan anak cucu cicit BUMN. Tentu saja, secara ekonomi, bisnis tak lagi 'berminyak' karena margin yang sudah terpotong lebih dulu.
APJPMI sebenarnya tak melulu mengeritik hak istimewa yang diberikan Menteri BUMN kepada anak cucu cicit BUMN dalam menggarap proyek di Blok Rokan. Namun, keadilan ekonomi bagi daerah dan pelaku usaha lokal semestinya juga bisa didapatkan.
"Jika anak cucu cicit BUMN mendapat hak istimewa, mengapa hal yang sama tidak dirasakan oleh pengusaha lokal. Padahal, inikan ada mandat daerah dan menyangkut keadilan bagi masyarakat di daerah," kata Ketua Umum APJPMI, Helfried Sitompul dalam sebuah dialog awal tahun lalu. (*)