Bos Duta Palma Surya Darmadi 'Menghilang', Kejagung Periksa Anak dan Adiknya
SABANGMERAUKE NEWS - Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa enam orang saksi terkait kasus dugaan korupsi penyerobotan lahan seluas 37.095 hektar di wilayah Riau oleh PT Duta Palma Group.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menyebutkan saksi yang diperiksa di antaranya merupakan anggota keluarga dari tersangka Surya Darmadi (SD) yang kini masih menjadi buron.
"Sianto Wetan (SW) selaku adik tersangka SD dan direktur di beberapa anak usaha milik tersangka SD," kata Ketut dalam keterangan tertulis, Kamis (4/8/2022).
Selain itu, Kejagung memeriksa Adil Darmadi (AD) yang merupakan anak dari Surya Darmadi. AD diketahui juga menjabat sebagai direktur di beberapa anak usaha milik tersangka.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap keponakan dari Surya Darmadi, Alisati Firman (AF) selaku pengurus logistik PT DPN di Riau.
"Mereka diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan korupsi dalam kegiatan pelaksanaan yang dilakukan PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu," ujar Ketut.
Selain anggota keluarga Surya, penyidik juga memeriksa tiga saksi lainnya. Mereka adalah Jean Lerebulan selaku staf bagian Divisi Marketing & Trading PT Darmex Agro Group, Karenina Gunawan selaku Manajer PT Darmex Plantation, dan David Fernando selaku Legal Humas Perkebunan di Indragiri Hulu.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan korupsi dimaksud," tuturnya.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan Surya dan mantan Bupati Indragiri Hulu R Thamsir Rachman sebagai tersangka kasus korupsi penyerobotan lahan kelapa sawit seluas 37.095 hektare di Riau.
Menurut Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Surya melakukan kesepakatan dengan Raja untuk mempermudah izin kegiatan usaha lima perusahaannya di bawah grup Duta Palma.
Usaha budidaya perkebunan dan pengolahan kelapa sawit itu terletak di kawasan hutan produksi konversi (HPK), hutan produksi terbatas (HPT), dan hutan penggunaan lainnya (HPL) di Indragiri Hulu. Kelengkapan perizinan dibuat secara melawan hukum dan tanpa didahului dengan izin prinsip maupun analisis dampak lingkungan.
Kerugian keuangan negara diperkirakan mencapai Rp78 triliun. (*)