Pecah Rekor! Kasus Korupsi Kerugian Negara Terbesar di Indonesia Ada di Riau: Skandal Bank Century Kalah Jauh, Ini Datanya
SABANGMERAUKE NEWS - Rekor baru kasus korupsi dengan perkiraan kerugian negara terbesar sepanjang sejarah Republik Indonesia yang ditangani aparat hukum akhirnya pecah.
Pengumuman Kejaksaan Agung RI terkait kasus korupsi PT Duta Palma Grup di Indragiri Hulu, Riau, Senin (1/8/2022) lalu mengubah ranking perkara korupsi kakap yang selama ini terjadi.
Akhirnya, kasus korupsi dengan kerugian negara terbesar berada di Provinsi Riau. Jika selama ini kasus-kasus korupsi kakap terjadi di ibukota negara, kini locus delicti perkara korupsi jumbo dengan kerugian negara terbesar sentralnya terjadi di Provinsi Riau.
Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut kerugian keuangan dan perekonomian negara dalam kasus dugaan korupsi terkait lahan PT Duta Palma ditaksir mencapai Rp 78 triliun.
Dalam perkara ini, dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Yakni mantan Bupati Indragiri Hulu, Raja Thamsir Rachman dan pemilik PT Duta Palma Grup (Darmex Agro), Surya Darmadi. Thamsir saat ini sedang dipenjara karena kasus lain, sementara Surya Darmadi merupakan buron KPK.
Berikut ini lima kasus megakorupsi yang dirangkum hingga Senin (1/8/2022):
1. Kasus Lahan Duta Palma
Jaksa Agung St Burhanuddin menyebut kerugian keuangan dan perekonomian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp 78 triliun. Burhanuddin mengatakan kerugian negara itu diduga diakibatkan perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan Thamsir pada saat menjabat Bupati Indragiri Hulu. Saat itu, menurut Burhanuddin, Thamsir telah menerbitkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan di kawasan Indragiri Hulu seluas 37.095 hektare kepada lima perusahaan.
"Menimbulkan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara berdasarkan hasil perhitungan ahli dengan estimasi kerugian sebesar Rp 78 triliun," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam keterangannya melalui video yang diterima, Senin (1/8/2022).
"Bahwa Bupati Indragiri Hulu Provinsi Riau atas nama RTR periode 1999-2008, secara melawan hukum telah menerbitkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan di kawasan di indragiri hulu atas lahan seluas 37.095 ha kepada lima perusahaan," sambung Burhanuddin.
Izin lokasi dan izin usaha itu diduga diberikan Thamsir kepada PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu, dan PT Kencana Amal Tani yang merupakan milik Surya Darmadi. Kemudian, izin itu digunakan Surya Darmadi untuk membuka perkebunan dan produksi kelapa sawit tanpa izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan dan tanpa adanya hak guna usaha dari Badan Pertanahan Nasional.
"Izin usaha lokasi dan izin usaha perkebunan dipergunakan oleh SD dengan tanpa izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan serta tanpa adanya hak guna usaha dari Badan Pertanahan Nasional telah membuka dan memanfaatkan kawasan hutan dengan membuka perkebunan kelapa sawit dan memproduksi sawit," ujar Burhanuddin.
2. Kasus Kondensat Rugikan Negara Rp 37,8 Triliun
Pada awal 2020, publik digegerkan oleh kasus kondensat yang merugikan negara Rp 37,8 triliun. Hakim telah menjatuhkan hukuman 16 tahun penjara kepada eks Dirut PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), Honggo Wendratno. Hakim juga memerintahkan perampasan aset milik Honggo.
Kasus ini bermula saat BUMN PT TPPI limbung diterpa krisis 1998. Setelah itu, perusahaan tersebut dibantu bangkit oleh pemerintah.
Puncaknya, PT TPPI mengalami kesulitan keuangan pada 2008. Sebab, harga bahan baku sangat mahal, namun harga jual sangat murah. Alhasil, PT TPPI merugi.
Untuk menyelamatkan PT TPPI, Wapres Jusuf Kalla (JK) melakukan rapat dengan petinggi migas di Indonesia. Hasilnya, JK meminta agar PT TPPI diselamatkan.
Setelah itu, BP Migas menindaklanjuti arahan tersebut dengan menyuntik USD 2,7 miliar. Belakangan, tindakan penyelamatan TPPI bermasalah. Kasus ini kemudian diusut Mabes Polri sejak 2015 saat posisi Kabareskrim dijabat Komjen Budi Waseso.
3. Kasus ASABRI
Kerugian negara dalam skandal Asabri disebut mencapai Rp 23,7 triliun. Dalam kasus ASABRI, Kejagung telah menjerat delapan tersangka. Mereka adalah:
1. Mayjen Purn Adam Rachmat Damiri, Direktur Utama PT ASABRI periode 2011-2016
2. Letjen Purn Sonny Widjaja, Direktur Utama PT ASABRI periode 2016-2020
3. Bachtiar Effendi, Kepala Divisi Keuangan dan Investasi PT ASABRI periode 2012-2015
4. Hari Setianto, Direktur Investasi dan Keuangan PT ASABRI periode 2013-2019
5. Ilham W Siregar, Kepala Divisi Investasi PT ASABRI periode 2012-2017
6. Lukman Purnomosidi, Presiden Direktur PT Prima Jaringan
7. Heru Hidayat, Presiden PT Trada Alam Minera
8. Benny Tjokrosaputro, Komisaris PT Hanson International Tbk
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung saat itu, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, menerangkan bahwa Adam dan Sonny, yang kala itu menjabat Direktur Utama ASABRI, berafiliasi dengan pihak swasta, yaitu Benny Tjokro dan Heru Hidayat. Tujuannya, menukar saham portofolio dengan harga yang tinggi.
"Bahwa pada tahun 2012 sampai dengan 2019 Direktur Utama, Direktur Investasi dan Keuangan, serta Kadiv Investasi PT ASABRI bersama-sama telah melakukan kesepakatan dengan pihak di luar PT ASABRI yang bukan merupakan konsultan investasi ataupun manajer investasi, yaitu HH, BTS, dan LP," ucap Leonard pada 2021.
"Dengan tujuan agar kinerja portofolio PT ASABRI terlihat seolah-olah baik," sambungnya.
Setelah itu, saham-saham tersebut dikendalikan oleh Heru, Benny, dan Lukman. Hasilnya, ternyata saham-saham itu hanyalah transaksi yang menguntungkan pihak-pihak tertentu.
"Seolah-olah saham tersebut bernilai tinggi dan likuid, padahal transaksi-transaksi yang dilakukan hanya transaksi semu dan menguntungkan pihak HH, BTS, dan LP serta merugikan investasi atau keuangan PT ASABRI, karena PT ASABRI menjual saham-saham dalam portofolionya dengan harga di bawah harga perolehan saham-saham tersebut," jelas Leonard
"Untuk menghindari kerugian investasi PT ASABRI, maka saham-saham yang telah dijual di bawah harga perolehan, ditransaksikan kembali dengan nomine HH, BTS, dan LP serta ditransaksikan atau dibeli kembali oleh PT ASABRI melalui underlying reksadana yang dikelola oleh manajer investasi yang dikendalikan oleh HH dan BT," imbuh Leonard.
Leonard mengatakan, pada periode 2012-2019, seluruh kegiatan PT ASABRI tidak dikendalikan sendiri, melainkan semuanya dilakukan oleh Heru, Benny, dan Lukman. Leonard mengatakan semua kegiatan itu menyebabkan negara rugi berdasarkan perhitungan sementara, yaitu lebih dari Rp 23 triliun.
4. Kasus Jiwasraya
Kejaksaan Agung menyebut dugaan kerugian negara terkait kasus korupsi Jiwasraya bertambah. Angkanya ditaksir mencapai Rp 17 triliun.
"Sementara ini ya Pak Jaksa Agung bilang Rp 13,7 triliun, ini sudah ketemu di atas itu, perkiraan kemungkinan sekitar angka Rp 17 triliun," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) saat itu, Febrie Adriansyah, di Gedung Bundar, Jalan Sultan Hasanudin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada akhir Februari 2020.
Ada enam tersangka yang kemudian ditahan Kejagung. Aset dengan nilai ratusan miliar rupiah telah disita Kejagung. Kasus ini masih diselidiki di Kejagung.
"Dirutnya menyatakan bahwa kerugian negara dalam bentuk gagal bayar Jiwasraya sekitar Rp 13 T lebih. Itu semuanya sahamnya kepunyaan klien kami Benny Tjokrosaputro. Ini tentu tidak sesuai dengan fakta. Kami anggap ini merupakan fitnah yang merugikan juga nama baik dari klien kami," kata kuasa hukum Komisaris PT Hanson International Benny Tjokrosaputro, Muchtar Arifin.
5. Kasus Bank Century
Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Budi Mulya dihukum 15 tahun penjara. Budi dihukum dalam kasus korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Majelis kasasi dalam pertimbangan hukumnya menilai pemberian FPJP yang dilakukan Budi tidak disertai dengan iktikad baik. Akibatnya negara mengalami kerugian senilai Rp 8 triliun.
Dirut Bank Century, Robert Tantular, dikenai UU Perbankan/Pencucian Uang dan dijatuhi 21 tahun penjara. Robert kini bebas bersyarat. (*)