Siswi SMA Dipaksa Pakai Jilbab Berujung Depresi, Ini 5 Fakta yang Terjadi Kemudian
SABANGMERAUKE NEWS, Yogyakarta - Kasus pemaksaan penggunaan jilbab kepada seorang siswi SMA Negeri 1 Bantul, Yogyakarta sempat membuat heboh masyarakat. Kasus tersebut sampai saat ini masih dalam proses penyelidikan di Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Yogyakarta.
Berikut ini merupakan lima fakta dari kasus pemaksaan penggunaan jilbab kepada siswi yang merupakan atlet sepatu roda tersebut.
1. Siswi mengalami depresi
Menurut Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY), siswi itu mengalami depresi usai dipaksa memakai hijab. Adapun pemaksaan terjadi saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
Koordinator AMPPY yang juga pendamping siswi dalam kasus ini, Yuliani Putri Sunardi, menceritakan peristiwa itu terjadi pada 18 Juli 2022. Saat itu siswi masuk sekolah tanpa mengenakan hijab. Hal itu lantas membuatnya mendapat panggilan dari bagian Bimbingan Konseling (BK) di sekolahnya.
Setelah menerima panggilan itu, siswi itu disebut menangis selama 1 jam di toilet sekolah karena depresi. "Izin ke toilet kok enggak masuk-masuk kan mungkin BK ketakutan terus diketok, anaknya mau bukain pintu dalam kondisi sudah lemas terus dibawa ke UKS. Dia baru dipanggilkan orang tuanya," kata Yuli.
Yuli menduga siswi itu mengalami trauma karena dua kali dipanggil oleh BK. Selain itu, siswi juga mengurung diri seharian di kamar rumahnya pada 24 Juli 2022 dan tidak mau berbicara dengan keluarga.
2. Sekolah klaim hanya memberikan tutorial bukan pemaksaan
Kepala SMAN 1 Banguntapan Bantul, Agung Istiyanto membantah guru BK dan wali kelas di sekolahnya memaksa siswa memakai jilbab. Guru BK hanya menyarankan siswa untuk mengenakan jilbab sebagai bagian dari pembentukan karakter.
Saat siswa itu datang ke ruangan, guru BK, kata Agung dengan nada guyon menanyakan siswa itu pernah tidak memakai jilbab. Lalu guru BK tersebut mencontohkan pemakaian jilbab. “Sekolah tidak pernah memaksa. Kalau menyarankan iya sebagai sesama Muslim,” kata dia.
Namun pernyataan Agung ini dibantah oleh Yuliani. Ia menyebut ada indikasi sekolah memaksa siswi mengenakan jilbab. Seperti misalnya label sekolah yang ada di jilbab.
"Jilbab wajib dibeli (di sekolah). Dari situ sudah jelas, kalau dia memaksakan kenapa bikin hijab. Dan itu kan sudah melanggar di aturan PP dan Permendikbud itu kan jelas enggak boleh kayak gitu," kata Yuliani.
3. Siswi disebut alami perundungan
Yuliani menyebut siswi tersebut mengalami perundungan lantaran menolak memakai jilbab. Hal itu terjadi terhadap siswa beragama Islam tersebut sejak 19 Juli sebelum guru BK memaksanya mengenakan jilbab. Sejumlah guru di sekolah itu menegur siswa itu, lalu guru BK an wali kelas mengundangnya datang ke ruangan melalui pesan WhatsApp.
Kepada siswi berumur 16 tahun itu, guru-guru menyatakan bila tidak mengenakan jilbab maka dia menjadi berbeda dan kapan lagi bisa belajar kalau tidak sekarang. Siswi tersebut menolak hingga menjadi omongan para guru. “Siswi tambah stres karena guru-guru ngrasani. Puncaknya tanggal 26 dia mengurung diri di toilet,” ujar Yuliani.
Selain itu, guru BK tersebut juga melontarkan kalimat, "bapak ibumu tidak salat kan, bapakmu mualaf". Perundungan hingga pemaksaan itulah yang membuat siswa tersebut depresi berat. Yuliani dan orang tua siswa kini rutin mengantarnya menemui psikolog dari KPAI. “Dia sudah mau keluar kamar. Tapi, kondisinya masih labil,” kata Yuliani.
4. Dinas pendidikan turun tangan
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY, Didik Wardaya mengatakan akan menjalankan rekomendasi dari psikolog ihwal pindah sekolah. Didik menyebutkan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk DIY telah turun untuk mendampingi siswa. Fokusnya membawa suasana ceria hingga dia bisa kembali belajar.
“Kami akan carikan tempat belajar yang nyaman,” kata dia.
Timnya juga telah memanggil kepala sekolah, pendamping siswa, dan orang tua untuk mendapatkan keterangan. Didik menekankan sekolah negeri tidak boleh memaksa siswa mengenakan jilbab karena bukan sekolah berbasis agama. “Sekolah harus mereplikasi suasana kebhinekaan,” kata dia.
Bila sekolah tersebut terbukti bersalah, maka Dinas Pendidikan, kata dia akan menggunakan Peraturan Pemerintah Nomer 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Sanksi terhadap pelanggar aturan itu kata dia disesuaikan dengan tingkat kesalahannya.
5. Siswi bakal pindah sekolah
Yuliani menyatakan siswi tersebut telah menyampaikan keinginan untuk pindah sekolah. Yuliani lantas menawarkan beberapa pilihan sekolah di Kota Yogyakarta.
Selain itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia juga telah menyarankan agar siswi dipindahkan ke sekolah lain. “Pindah supaya kesehatan mentalnya kondusif,” ujar pendamping siswa, Yuliani. (*)