Tim Inventarisasi Penguasaan Hutan Ilegal di Riau Berakhir Tapi Belum Diumumkan Menteri LHK, Jikalahari: Berapa Triliun Penerimaan Negara?
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) menunggu diumumkannya hasil kerja tim pendataan dan konsolidasi penggunaan kawasan hutan tanpa izin (ilegal) di Provinsi Riau. Tim jumbo berjumlah 439 personil bentukan Menteri LHK Siti Nurbaya tersebut, sesuai batas waktu harusnya sudah menuntaskan hasil kerjanya pada Minggu (31/7/2022) lalu.
"Kami juga menunggu hasil kerja tim KLHK," kata Kordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Made Ali.
Made Ali menjelaskan, merujuk undang-undang (UU) Cipta Kerja dan peraturan pemerintah (PP) 24 tahun 2021 tentang poin pengenaan sanksi administratif penguasaan hutan tanpa izin, Kementerian LHK memang diberi kewenangan untuk melakukan validasi data yang ada.
"Setidaknya, data sawit dalam kawasan hutan mulai tertata dengan baik. Hasil akhirnya, kira-kira berapa miliar atau triliun yang masuk ke negara," jelas Made.
Made juga mengatakan, tidak mudah mengumpulkan sawit dalam kawasan hutan yang berjumlah 1,8 juta hektar untuk 378-an korporasi sawit. Sementara untuk non korporasi, hampir sejuta hektar luasannya.
"Yang perlu dikawal, pasca KLHK menemukan data lapangan. Siapa saja perusahan dan non perusahaan yang akan membayar denda? Bila denda tak dibayar, merujuk PP 24 tahun 2021 akan ada konsekuensi sanksi," pungkas Made.
Tim Bentukan Menteri LHK
Pembentukan tim secara besar-besaran dengan jumlah personil 439 ini sebagai tindak lanjut hasil rapat antara Komisi IV DPR RI yang mengeritik keras kinerja Kementerian LHK soal lambannya inventarisasi penguasaan hutan ilegal di Riau yang diperkirakan mencapai 1,8 juta hektar
Dalam surat tugas diteken langsung oleh Siti Nurbaya tertanggal 28 April 2022 lalu itu, hanya menugaskan pejabat dan pegawai KLHK. Sementara, unsur pemerintah daerah (provinsi/ kabupaten dan kota) tidak terlibat di dalam tim.
"Melaksanakan identifikasi dan konsolidasi data dan informasi kegiatan usaha terbangun dan tidak memiliki perizinan bidang kehutanan di Provinsi Riau" demikian perintah yang tercantum dalam surat tugas tersebut.
Adapun identifikasi dan pendataan yang dilakukan, tidak saja soal keberadaan perkebunan ilegal. Namun juga menyasar usaha lain yakni sektor pertambangan dan kegiatan ilegal lain tanpa izin.
Dalam butir kedua surat tugas tersebut, tim hanya ditugaskan melakukan koordinasi dan komunikasi dengan bupati dan pengelola kawasan hutan serta pihak lain yang terkait dengan tugas identifikasi usaha ilegal tanpa izin kehutanan. Tidak tercantum soal koordinasi tim dengan Gubernur Riau sebagai otoritas wilayah di Riau.
Adapun durasi waktu kerja tim identifikasi dan pendataan ini dibatasi hanya sekitar 72 hari. Yakni, tim mulai bekerja sejak 19 Mei hingga 31 Juli mendatang dan harus melaporkannya ke Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK selaku Ketua Tim Identifikasi dan Konsolidasi Kegiatan Usaha Ilegal di Kawasan Hutan serta Menteri LHK sebagai tembusan.
Tim verifikasi penggunaan kawasan hutan ilegal di Riau ini dipimpin oleh Direktur Pencegahan dan Pengamanan Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK, Sustyo Iriyono sebagai Ketua Tim Teknis. Sementara, Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan KLHK, Herban Heryanda sebagai Wakil Ketua Tim Teknis.
Tim verifikasi ini dipecah dalam sejumlah wilayah kerja untuk setiap kabupaten/ kota di Riau. Bahkan, daerah yang memiliki kawasan hutan relatif luas, dibagi kembali dalam dua orang koordinator kabupaten. (cr4)