Kasus Kematian Brigadir J Mesti Jadi Momentum Reformasi Total Polri
SABANGMERAUKE NEWS - Direktur Imparsial Gufron Mabruri memandang bahwa kasus kematian Brigadir J alias Nopriansyah Yosua Hutabarat perlu menjadi perhatian serius pemerintah dan Polri untuk menyelesaikannya. Proses hukum terhadap kasus ini perlu dilakukan dengan segera dan dijalankan secara transparan dan akuntabel.
"Berbagai fakta hukum yang terjadi perlu dibuka secara terang-benderang kepada masyarakat dan tentu tidak boleh ada yang ditutup-tutupi. Tim khusus yang dibentuk oleh Mabes Polri harus menjawab secara transparan dan akuntabel beragam keganjilan di publik dan yang paling penting lagi adalah pemenuhan keadilan bagi korban dan keluarga korban," kata Gufron dalam keterangan tertulisnya, Minggu (31/7/2022).
Menurutnya, pengawasan oleh masyarakat juga menjadi bagian elemen penting dalam menuntaskan kasus tewasbya Brigadir J. Karena itu, Imparsial mendorong Kompolnas dan Komnas HAM melakukan pengawasan efektif dan independen terhadap kasus ini untuk memastikan upaya pengungkapan kasus ini berlangsung secara transparan dan akuntabel.
Gufron menilai kasus kematian Brigadir J dimanfaatkan sebagai momentum oleh Mabes Polri untuk mendorong kembali agenda reformasi kepolisian. Secara historis, proses perubahan politik 1998 memang telah mendorong dijalankannya reformasi kepolisian sebagai bagian dari agenda reformasi sektor keamanan.
"Agenda ini salah satunya bertujuan mendorong adanya penghormatan pada prinsip-prinsip negara hukum dan hak asasi manusia di dalam institusi-institusi keamanan yang ada, termasuk kepolisian," katanya.
Institusi kepolisian sebagai bagian dari institusi penegakan hukum, kata Gufron, perlu menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional, akuntabel, dan transparan. Namun dalam perjalanannya, proses reformasi kepolisian masih menyisakan pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan. Salah satu persoalan yang perlu dibenahi adalah terkait dengan masih terjadinya penggunaan kekuatan senjata api yang tidak proporsional dan berlebihan yang berdampak pada terjadinya aksi-aksi kekerasan yang berlebihan. Dalam beberapa kasus, beberapa praktik penyiksaan dan pelanggaran HAM lainnya masih terjadi.
Penggunaan kekuatan senjata api oleh kepolisian memang menjadi masalah serius yang perlu di benahi dalam institusi kepolisian. Aparat kepolisian perlu memperhatikan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 34/169 mengenai prinsip-prinsip berperilaku bagi aparat penegak hukum yang dituangkan dalam Code of Conduct Law Enforcement dan UN Basic Principle on the Use of Force and Fireams by Law Enforcement Officials mengenai penggunaan kekerasan dan penggunaan senjata api.
Ada tiga asas esensial dalam penggunaan senjata kekerasan dan senjata api yang penting untuk diperhatikan polisi yaitu asas legalitas (legality), kepentingan (necessity), dan proporsional (proportionality). Meski penggunaan kekerasan dan senjata api tidak dapat dihindarkan, aparat penegak hukum harus mengendalikan sekaligus mencegah dengan bertindak secara proporsional berdasarkan situasi dan kondisi lapangan.
"Penyalahgunaan kekerasan dan senjata api dapat mengakibatkan petugas mendapatkan masalah, apalagi yang mengakibatkan kematian. Penyalahgunaan kewenangan ini mengakibatkan pelanggaran pidana sekaligus pelanggaran atas harkat dan martabat manusia," katanya. (*)