Bupati Kuansing Andi Putra dan Sudarso Dihukum Kasus Suap HGU PT Adimulia Agrolestari, Kapan KPK 'Urus' Frank Wijaya dan Kakanwil BPN Riau Syahrir?
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Drama hukum kasus suap perpanjangan hak guna usaha perkebunan kelapa sawit PT Adimulia Agrolestari menemui titik terang. Dua orang dalam kasus rasuah ini telah dinyatakan bersalah dan divonis hukuman penjara. Keduanya yakni Bupati Kuantan Singingi nonaktif, Andi Putra dan General Manager PT Adimulia Agrolestari (AA) Sudarso.
Andi Putra, pada Kamis (28/7/2022) lalu dihukum 5 tahun dan 7 bulan kurungan penjara. Politikus muda Partai Golkar tersebut oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor di PN Pekanbaru dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan menerima hadiah dan janji dari Sudarso.
Adapun hadiah yang telah diterimanya berupa uang sebesar Rp 500 juta dari dugaan janji sebesar Rp 1,5 miliar. Diduga kuat uang itu sebagai kompensasi dari PT AA agar 'Sang Bupati' menerbitkan surat rekomendasi tidak keberatan agar kebun plasma (KKPA) PT AA hanya dibangun di Kabupaten Kampar, bukan di Kabupaten Kuansing. Padahal, sebagian lahan PT AA berada di Kabupaten Kuansing.
Majelis hakim yang diketuai Dr Dahlan tidak mencabut hak politik Andi Putra, sebagaimana dituntut oleh jaksa penuntut KPK. Pihak Andi Putra sejauh ini masih pikir-pikir untuk melakukan upaya hukum banding.
Sementara jauh sebelumnya, General Manager PT AA, Sudarso lebih dulu divonis bersalah sebagai pemberi suap atau hadiah kepada Andi Putra. Hukuman 2 tahun penjara ditimpakan majelis hakim kepadanya.
Sudarso menyerah. Ia tak melakukan upaya hukum banding, sama halnya dengan jaksa penuntut KPK yang cukup puas dengan vonis itu, juga tidak melakukan banding. Vonis Sudarso telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap dan kini sedang dijalani oleh Sudarso.
Koordinator Umum Senarai, Jefri Sianturi menilai drama suap menyuap dalam kasus HGU PT Adimulia Agrolestari belum tamat cerita. Meski dua aktor rasuah telah divonis bersalah secara sah dan meyakinkan, namun diduga kuat masih ada aktor-aktor lain yang semestinya disentuh oleh KPK.
Dugaan kedua aktor tersebut mengarah kepada Komisaris PT AA, Frank Wijaya dan Kepala Kanwil Kementerian Agraria Tata Ruang/ BPN Riau, Syahrir. Keduanya, memang kerap disebut-sebut dalam persidangan sebagai orang yang diduga turut serta dalam kasus suap itu.
"Majelis hakim mestinya juga mengaitkan korupsi ini ke pelaku lain. Karena Andi Putra dan Sudarso telah dihukum, tidak serta merta bertindak sendiri,” jelas Jefri, Jumat (29/7/2022).
Jefri menyayangkan putusan majelis hakim yang tidak mempertimbangkan keterlibatan pihak lain dalam peristiwa korupsi tersebut.
“Sayangnya, majelis tidak mempertimbangakn rangkaian peristiwa korupsi itu untuk memerintahkan KPK menyelidiki Frank dan Syahrir,” kata Jeffri.
Jeffri mendesak agar KPK segera menetapkan Syahrir dan Frank tersangka berikutnya. Selain itu, Menteri ATR/ BPN, Hadi Tjahjanto juga diminta segera memberhentikan Syahrir.
Dugaan Keterlibatan dalam Fakta Persidangan
Menurut Jefri, dalam fakta persidangan yang digelar, kedua orang tersebut berada dalam pusaran kasus ini. Frank disebut sebagai orang yang turut serta memberikan perintah pencairan uang cicilan sebesar Rp 500 juta kepada Andi Putra. Perintah itu diketahui dari komunikasi dan pesan chat WhatsApp antara Frank dengan Sudarso.
Meski Frank kerap beralibi uang tersebut adalah bentuk pinjaman kepada Andi Putra, namun Frank tak dapat membuktikannya.
SabangMerauke News yang mengikuti persidangan terdakwa Sudarso juga mencatat soal dugaan keterlibatan Frank dalam proses pencairan uang kepada Andi Putra maupun dugaan pemberian uang kepada Syahrir.
Soal alibi pemberian uang kepada Andi Putra sebagai pinjaman, majelis hakim pun tak meyakininya. Itu terbukti dari amar putusan yang menyatakan Andi terbukti menerima hadiah dan janji dalam jabatannya sebagai kepala daerah, bukan sebagai uang utang pinjaman antara pejabat daerah dengan korporasi.
Bukti klaim hubungan perdata pinjam-meminjam antara Frank dan Sudarso dengan Andi Putra pun nihil. Misalnya, pertanyaan menukik majelis hakim soal adanya dokumen surat perjanjian pinjaman dan kapan uang yang diklaim sebagai pinjaman itu dikembalikan. Namun, hal itu nyatanya tidak pernah ada.
Dalam pertimbangan hukum amar putusan hakim terhadap Sudarso, majelis hakim sebenarnya menyebut ikhwal kait kelindan Frank dalam kasus suap terhadap Andi Putra. Saat pembacaan putusan beberapa bulan lalu, hakim menyebut perbuatan Frank telah terkualifikasi turut serta dalam perbuatan pidana yang dilakukan Sudarso, yakni dalam otoritasnya sebagai pemegang saham PT Adimulia Agrolestari.
Bagaimana dengan dugaan keterlibatan Kepala Kantor Wilayah ATR/ BPN Riau, Syahrir?
Jefri Sianturi menyatakan, pengakuan Sudarso yang telah memberikan uang sebesar Rp 1,2 miliar kepada Syahrir semestinya diusut tuntas secara serius oleh KPK. Fakta persidangan dan dari keterangan Frank juga menyebut adanya dugaan pemberian uang kepada Syahrir.
Sudarso saat diperiksa di Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru, menyatakan secara meyakinkan telah memberikan uang itu kepada Syahrir, yakni sebelum digelarnya rapat ekspos Panitia B yang membahas perpanjangan HGU PT AA di Hotel Prime Park Pekanbaru, September 2021 lalu.
Awalnya, ia mengajukan uang sebesar Rp 150 ribu Dollar Singapura kepada perusahaan. Uang itu hampir setara dengan Rp 1,5 miliar dalam kurs rupiah. Sudarso bahkan mengakui tidak semua uang itu diserahkan kepada Syahrir. Ia menyatakan mengambil sebagian uang untuk keperluan pribadinya.
Syahrir telah membantah keras tudingan serius dari Sudarso itu. Saat diperiksa sebagai saksi di persidangan terdakwa Sudarso dan Andi Putra, ia tetap konsisten membantah tuduhan itu.
"Itu fitnah, tidak ada itu," kata Syahrir yakin.
Juru Bicara KPK, Ali Fikri belum memberikan respon atas pertanyaan konfirmasi yang dilayangkan SabangMerauke News ikhwal langkah lanjutan KPK setelah Sudarso dan Andi Putra dinyatakan bersalah dalam kasus suap PT Adimulia Agrolestari ini. (*)