Menanti Vonis 'Sang Pengadil' Misteri Korupsi Turap Ambruk di Pelalawan
SABANGMERAUKE, RIAU - Majelis hakim pengadilan Tipikor Pekanbaru dijadwalkan akan menjatuhkan vonis kasus dugaan korupsi akibat ambruknya turap menuju danau wisata Tajwid di Pelalawan, Kamis (21/10/2021) besok. Dalam kasus ini mantan Plt Kepala Dinas PUPR Pelalawan, MD Rizal menjadi terdakwa bersama seorang operator alat berat Tengku Pirda.
Keduanya dituduh telah merusak bagian bangunan turap sepanjang 20 meter hingga turap tersebut ambruk. Pasal yang dikenakan yakni pasal 10 huruf a UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Perkara ini dilidik dan disidik oleh Kejaksaan Tinggi Riau.
Proyek itu dibiayai APBD Pelalawan tahun 2018 lalu. Nilai kontrak sekitar Rp 6 miliar. Namun baru sebesar Rp 2 miliar yang dibayarkan oleh Pemkab Pelalawan. Sisa dana Rp 4 miliar 'tersangkut'. Kontraktor PT Raja Oloan menagihnya bahkan sampai harus mengajukan gugatan perdata di PN Pelalawan. Dua putusan tingkat pertama dan banding dimenangkan oleh kontraktor. Kasus ini masih sedang menunggu putusan kasasi dari Mahkamah Agung.
Keseluruhan fakta persidangan, barang bukti, alibi dan dalil serta pembelaan sudah terpapar sepanjang 10 kali persidangan yang sudah digelar. Dinamika persidangan membuka banyak tabir dan fakta-fakta baru.
Jaksa penuntut umum tentu saja ngotot dengan dakwaannya, membuktikan kesalahan MD Dahlan dan Tengku Pirda. Sebaliknya, penasihat hukum terdakwa, Megawaty Matondang SH dengan kepiawaiannya berusaha mencari kelemahan dakwaan dengan dalil dan bukti.
Kasus ini diadili oleh trio hakim diketuai Dr Dahlan SH, MH yang juga merupakan Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru. Dahlan baru sekitar 4 bulan memimpin di PN Pekanbaru.
RiauBisa.com (News Network Sabang Merauke) memantau sejak awal pelaksanaan persidangan ini. Kami mencoba mengikuti denyut persidangan, merekam keterangan para saksi yang dihadirkan jaksa maupun tim kuasa hukum terdakwa. Sesekali kami juga memotret raut wajah dan gestur para saksi saat memberikan keterangan.
Kerap kali hakim Dahlan menyampaikan pernyataan yang mengejutkan saat memimpin persidangan. Misalnya saja soal pendapatnya ada kemungkinan dugaan korupsi baru dalam perkara ini. Bahkan ia sempat menyebut dugaan korupsi menyangkut pasal 2 dan pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor.
Lain waktu ia juga 'mencecar' ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum. Ia bahkan terkesan 'menguliahi' ahli yang bergelar doktor tersebut.
Sebenarnya, tak hanya dalam kasus ini hakim Dahlan menunjukkan jam terbangnya memegang palu sidang. Pada sejumlah kasus lain, hakim Dahlan juga sering memunculkan pertanyaan sekaligus pernyataan yang menohok para saksi. Saksi pun dibuat grogi dan juga 'terjebak' dengan jawabannya sendiri.
Kembali ke kasus dugaan korupsi ambruknya turap menuju Danau Tajwid. Senjata pamungkas terdakwa MD Rizal adalah pledoi (pembelaan) yang disampaikannya Kamis (14/10/2021) lalu. Pledoi adalah kesempatan terakhir kali seorang terdakwa untuk mencurahkan isi hatinya. Hakim bebas menilai, apakah pledoi itu benar atau sekadar karangan penggugah rasa iba.
MD Rizal menyatakan kalau dirinya telah menjadi semacam tumbal dari kegagalan konstruksi bangunan turap tersebut. Ia mengaku kalau turap sudah ambruk lebih dulu, sebelum ia memerintahkan Tengku Pirda untuk mengerahkan alat berat. Ia menyatakan penggalian tanah di sekitar turap untuk mengurangi beban agar turap tidak rusak lebih parah.
Pledoi yang disampaikan kuasa hukum MD Rizal dan dalam pengamatan awak media sepanjang persidangan mengungkap tidak adanya saksi dihadirkan jaksa penuntut umum yang melihat adanya alat berat saat turap ambruk. Ini menjadi unsur penguat pengakuan seorang saksi a de charge yang berada tepat di dekat saat turap runtuh. Sang a de charge menyebut tidak ada kendaraan yang melintas di jalan yang bersisian langsung dengan turap.
Tapi, lagi-lagi persidangan terkadang ibarat sebuah drama tontotan. Jalan ceritanya menyenangkan, namun akhir kisahnya bisa menyedihkan. Meski ada pula sinetron yang selalu berakhir dengan happy ending.
Putusan yang akan ditentukan "Trio Pengadil" penyandang status Yang Mulia akan kita dengar esok siang. Yakni sebuah vonis yang ditentukan semata-mata oleh hati nurani dan keyakinan majelis hakim. Yang lebih berat adalah beban putusan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 'Trio Pengadil' apapun putusannya tetap saja menyandang predikat 'Wakil Tuhan di Muka Bumi'. Mereka langsung berhubungan dengan urusan 'ke atas'.
Fiat justitia ruat caelum. (*)