Cerita Sedih Siswa Berprestasi Tersinggir Gara-gara 'Titipan' di Sekolah Favorit: Gak Adil Banget
SABANGMERAUKE NEWS, Jawa Barat - Penyesalan kini dirasakan Aiwah. Anaknya gagal masuk salah satu SMP Negeri di Kota Depok, Jawa Barat. Mendaftar lewat jalur prestasi, anaknya tersingkir. Mencoba lewat jalur zonasi pun anaknya terlempar dari daftar karena jarak tempat tinggal yang jauh.
Dalam unggahan yang dia tulis di grup Facebook Info Depok pada 14 Juli lalu, Aiwah menuliskan curahan hatinya. Dia mengakui salah strategi. Awalnya, saat pendaftaran jalur prestasi dibuka 12 Juli 2022, dia mendaftarkan anaknya ke SMPN 4 Depok melalui sistem Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) Online di situs https://depok.siap-ppdb.com/. Sekolah itu dipilih karena favorit dan dekat dengan rumahnya.
"Sengaja saya begadang untuk input data anak saya ke SMPN 4. Pukul 00.05 WIB, data masuk dan terverifikasi pukul 10.45 WIB dan nama anak tercantum di PPDB. Sore hari nama anak saya tersingkir," tuturnya.
Mengetahui nama anaknya terpental dari daftar PPDB di SMPN 4 Depok, Aiwah ragu untuk untuk mendaftar ke SMP negeri lain. "Karena memang cita-cita saya dan anak ke SMPN 4. Walau di SMPN lain dengan nilai cukup memuaskan, anak saya bisa masuk di peringkat 10 besar bahkan 5 besar," ujarnya.
Aiwah pun memutuskan menunggu jalur zonasi dibuka. Dia mendaftar lagi pada 13 Juli. Sempat data anaknya ditolak sistem, Aiwah kemudian lega nama anaknya tercantum di daftar calon siswa SMPN 4. Namun, karena jarak rumahnya di luar zonasi, anaknya gagal diterima.
Aiwah pun ganti strategi. Dia mendaftarkan anaknya ke SMPN 22 Depok melalui jalur zonasi. Data berhasil masuk dan terverifikasi. "Tapi lagi-lagi tersingkir," tukasnya.
Tidak mau putus asa dan ingin anaknya tetap bersekolah di SMP negeri, Aiwah mencoba di SMPN 33 Depok. Hasilnya nihil. Sore harinya, Aiwah mencoba yang terakhir kalinya mendaftarkan anaknya di SMPN 32. Hasilnya pun sama. Anaknya tersingkir karena tidak memenuhi syarat zonasi.
"Rasa menyesal dan bersalah saya mungkin akan terasa seumur hidup karena tidak ambil jalur prestasi ke SMPN lain yang jelas-jelas anak saya diterima walau bukan di SMPN pilihan," ucap Aiwah.
Mencoba berbesar hati, Aiwah pasrah anaknya gagal bersekolah di salah satu SMP negeri di Depok. "Tapi sudahlah, Insyaallah saya bisa ikhlaskan karena kesalahan keputusan ini," ujarnya.
Dari apa yang dia alami, Aiwah punya pertanyaan besar. Mengapa jumlah kuota siswa untuk SMP negeri di Depok sangat sedikit baik melalui jalur prestasi dan zonasi. "Padahal saya melihat dan merasakan langsung antusias para orang tua dan banyaknya siswa yang mendaftar," pungkasnya.
Selain salah strategi dari orang tua murid, kesalahan memasukkan data oleh orang tua murid juga sangat berpengaruh. Seperti yang ditutukan Nurmi Hermawan warga Depok yang mendaftarkan anaknya melalui jalur afirmasi.
Dalam unggahannya, dia menceritakan menuliskan alamat sesuai KTP dan KK di Kampung Sugutamu. "Tapi ternyata titik koordinatnya Kampung Sugutamu yang muncul di sistem berada di Cimanggis, bukan Kampung Sugutamu di Jalan M Yusuf tempat saya tinggal," ujarnya.
Nurmi kemudian menghubungi pihak sekolah untuk memperbaiki data. Namun data yang telah tercatat ternyata tidak bisa diubah. "Ternyata titik koordinatnya sudah terkunci," ujarnya.
Nurmi bingung harus mengadu ke mana karena pihak sekolah tidak memberikan solusi. "Bagaimna prosedurnya apakah harus ke Disdukcapil atau ke Diknas," tulis dia.
Jarak Zonasi Tidak Masuk Akal
Keluhan soal penerimaan siswa baru melalui jalur zonasi hampir terjadi tiap tahun. Dari data yang diumumkan sistem PPDB online Depok misalnya, untuk siswa SMPN 1 Depok, dari 144 siswa baru yang diterima, jarak tempat tinggal siswa paling jauh 985 meter alias di bawah 1 kilometer.
Banyak orang tua murid yang gagal mendaftarkan anaknya di sekolah favorit karena terbentur zonasi tempat tinggal. Untuk diketahui, di Kota Depok ada 33 SMP negeri dengan rata-rata siswa baru tiap tahun ajaran mencapai 150 orang.
"Bagaimana nasib anak-anak yang lokasi rumahnya di atas 1 km. Sungguh tidak masuk akal. Kalau ada yang bilang pakai jalur prestasi dll, tidak semua anak kemampuannya di atas rata-rata. Zaman kita kecil pakai sistem rayon, siapapun bisa masuk tanpa dipersulit aturan," tulis Ahmad Sany.
Pengakuan salah satu warga bernama Mei Yunita hampir sama. Bahkan dia mencoba lewat jalur 'orang dalam' yakni staf tata usaha agar anaknya bisa diterima dengan membayar sejumlah uang.
"Udah ngalamin ribetnya amat sangat. Akhirnya main belakang. Semua sekolah negeri staf TU menawarkan harga yang beragam sampai benar-benar nego harga ke kepala sekolah," tulisnya di Info Depok.
Ternyata, jumlah uang yang disetorkan Mei kalah dari orang tua murid lain. "Uangku dibalikin. Ada yang lebih besar dari 3 ribu (Rp3 juta) hanya untuk bayar bangku masuk sekolah negeri," ungkapnya.
Sebenarnya, selain zonasi, sistem PPDB online membuka jalur lainnya. Sistem zonasi mendapat kuota paling besar yakni minimal 50 persen dari calon siswa baru setiap sekolah.
Jalur zonasi mensyaratkan domisili calon peserta didik berdasarkan alamat pada Kartu keluaga (KK) yang diterbitkan paling singkat 1 tahun sebelum tanggal pendaftaran PPDB. Calon siswa yang tidak memiliki KK, dapat menggunakan Surat Keterangan Domisili dari RT/RW yang dilegalisir oleh Lurah/Kepala Desa atau pejabat setempat.
Kedua, jalur afirmasi. Kuotanya berbeda-beda tiap daerah namun ada yang beberapa wilayah menetapkan 15 persen di tiap sekolah negeri. Jalur ini khusus untuk calon siswa dari keluarga yang tidak mampu dan anak penyandang disabilitas.
Ketiga adalah jalur perpindahan orang tua/wali dan anak guru. Jalur ini dikhususkan untuk calon peserta didik yang orang tua atau walinya dipindah tugaskan serta anak dari guru. Maksimal kuota PPDB yang diberikan untuk jalur ini adalah sebanyak 5 persen. Jalur inilah yang rawan penyelewengan karena dalam beberapa kasus, pihak sekolah memanfaatkan dengan meminta bayaran.
Keempat, jalur prestasi. Jalur ini menggunakan nilai rapor calon peserta didik sebagai bahan pertimbangan seleksi. Persyaratan untuk mendaftar jalur prestasi yakni menggunakan rapor 5 semester terakhir yang dilengkapi dengan Surat Keterangan Peringkat Rapor peserta didik dari sekolah asal. Prestasi lain juga bisa menjadi pertimbangan, baik prestasi akademik maupun non akademik pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Titipan dan Orang Dalam
Ketatnya persaingan masuk sekolah negeri menghadirkan praktik-praktik curang. Dalam beberapa kasus muncul surat titipan dari pejabat, atau tawaran dari 'pihak sekolah' untuk bangku kosong yang dihargai jutaan rupiah.
Di Kota Serang, viral surat Wali Kota Syafrudin yang ditujukan kepada kepala sekolah SMAN 1 Serang yang merekomendasikan agar menerima salah satu calon siswa yang mengikuti PPDB.
"Untuk dapat dibantu masuk ke SMAN 1 Kota Serang dalam seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru yang sedang diselenggarakan," demikian isi surat yang diteken Syafrudin dan dicap basah bertanggal 20 Juni 2022.
Saat dikonfirmasi, Wali Kota Syafrudin membenarkan surat rekomendasi dibuat olehnya. Namun Syafrudin membantah pihak yang dibantu adalah anak pejabat.
"Warga biasa, ada tukang ojek tukang becak ada warga tidak mampu. Bukan pejabat," tegas Syafrudin kepada wartawan, Selasa (28/6/2022).
Syafrudin mengakui mengeluarkan surat rekomendasi tersebut hanya untuk membantu warga. "Boleh (ngasih rekomendasi), aturannya mana enggak boleh. Siapapun saya kasih. Enggak ngasih uang juga, artinya hanya membantu," ujarnya.
Dia menjelaskan, banyak warga Kota Serang yang tidak bisa mengakses PPDB jalur zonasi karena terkendala jarak ke sekolah yang mencapai tiga sampai lima kilometer.
"Zonasi di Kota Serang banyak yang enggak dapat kayak di Banjaragung jauh SMA 6, jauh lima kilometer, tiga kilometer. Urusan lulus (diterima) itu sekolah, jangan nyalahkan saya," ujarnya.
Selain menggunakan titipan, ada orang tua murid yang rela membayar jutaan rupiah. Biasanya mereka ditawarkan oleh pihak sekolah atau guru hingga pihak satpam.
Seperti diceritakan Erni (bukan nama sebenarnya). Warga Depok itu ingin anaknya yang akan lulus tahun depan bersekolah di salah satu SMP negeri favorit. Berdasarkan jarak tempat tinggal, rumah Erni berada di luar zonasi. Nilai anaknya juga tidak terlalu menonjol sehingga sulit lolos lewat jalur prestasi.
Namun dia mendapat info ada 'bangku kosong' yang bisa dibayar. Bersama suaminya, Erni kemudian mendatangi sekolah untuk mencari informasi. Saat bertemu satpam, Erni malah mendapat tawaran jika bisa dibantu untuk pendaftaran.
"Terus dia (satpam) bilang, misalkan bapak 'ada' tanda kutip katanya, tapi bukan main belakang katanya, pokoknya ada urusan belakangan gitu. Dalam hati saya berarti bisa nih," ujar Erni kepada merdeka.com pekan lalu.
Erni kemudian menemui kepala sekolah dan mengonfirmasi tawaran dari satpam itu. "Kata kepala sekolahnya, 'emang bisa Bu ya asal ada duitnya aja'. Oh berarti bisa ya, bisa kata dia. Berarti enggak murni dong kalau gitu. Jadi kalau anak saya bisa dong tolong titip. Bisa Bu tenang aja, kata dia. Yang penting KK-nya sini dulu Bu," ujarnya.
Dalam percakapan itu, Erni mengungkapkan, kepala sekolah menyebut ada operator yang akan mengurus pendaftaran titipan itu.
"Berapa saya tanya, katanya 5 (juta) ada 10 (juta) ada. Gampang kalau itu Bu. Jadi itu beli bangku kan Pak? Nanti misalnya begini, sanggup enggak segini, kalau enggak sanggup, saya yang gantiin. Itu kata dia," lanjut Erni.
Meski begitu, lanjut Erni, uang yang sudah disetorkan tidak menjamin anaknya bisa masuk ke sekolah itu. Anaknya bisa tersingkir jika ada orang tua calon murid lain yang berani membayar lebih besar. Demikian juga jika kuota 'bangku kosong' sudah habis.
Erni menyebut, uang yang diminta itu ibarat tanda 'booking'. Jika anaknya gagal diterima, uang akan dikembalikan. "Dikembalikan. Jadi misalnya kita ditawarin segini, emang enggak bisa kurang, nggak bisa. Bisa aja cuma kegeser sama yang lebih ada," pungkasnya. (*)