Yayasan Wasinus Gugat Perusahaan Hutan CV Bhakti Praja Mulya, Ini Hubungannya dengan Kasus Korupsi Rusli Zainal dan Azmun Jaafar
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Yayasan Wahana Sinergi Nusantara (Wasinus) menggugat CV Bhakti Praja Mulya ke Pengadilan Negeri Pelalawan terkait izin hutan tanaman industri (HTI) yang diduga diterbitkan secara melawan hukum. Ternyata, CV Bhakti Praja Mulya merupakan salah satu perusahaan yang izinnya diterbitkan oleh mantan Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar dan mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal.
Ironisnya, hingga kini izin perusahaan tersebut tak kunjung dibatalkan dan masih saja menjalankan kegiatan industri kayu hutan tanaman akasia (eukaliptus), meski sudah menjerat kedua tokoh dan pemimpin Riau itu.
Diketahui, Azmun Jaafar merupakan mantan narapidana korupsi dalam penerbitan izin Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT). Ia telah divonis bersalah dan dihukum 11 tahun penjara serta membayar kerugian negara sebesar Rp 12,3 miliar.
BERITA TERKAIT: Rusli Zainal Selesai Jalani Masa Hukuman Korupsi Kehutanan, Tapi 9 Perusahaan Ini Tetap Nikmati Keuntungan Izin yang Diterbitkannya, Lucu Gak?
Azmun menerbitkan sebanyak 15 izin IUPHHK-HT atau izin HTI yang melabrak ketentuan kehutanan. Salah satu izin HTI diterbitkan untuk CV Bhakti Praja Mulya.
Izin HTI itu diterbitkan secara melawan hukum karena lokasinya tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat (4) Keputusan Menteri Kehutanan nomor: 10.1/Kpts-II/2000 tentang Pedoman Pemberian IUPHHK-HT.
Azmun Jaafar berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung nomor: 06/Pid.B/TPK/2008/PN.JKT.PST sebagaimana tertulis di halaman 1.132, oleh majelis hakim kasasi menyatakan bahwa penerbitan izin perusahaan telah melanggar ketentuan dan dilakukan secara melawan hukum.
Adapun majelis hakim agung yang memutus perkara kasasi ini diketuai oleh Kresna Menon, Masrudin Chaniago, Dudu Duswara, I Made Hendra Kusuma dan Andi Bakhtiar.
BERITA TERKAIT: Gugatan Yayasan Wasinus ke CV Bhakti Praja Bisa Seret 14 Perusahaan Kehutanan Lain di Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar Pernah Mengadu ke Presiden
Dalam putusan itu, Azmun Jaafar disebut melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.
Sementara, dalam kasus korupsi mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal, melibatkan sebanyak 9 perusahaan HTI yang diterbitkan izinnya oleh politisi senior Partai Golkar tersebut.
Rusli Zainal pada Kamis (21/7/2022) lalu telah dinyatakan bebas bersyarat dalam kasus korupsi pemberian izin terhadap 9 perusahaan kehutanan di Riau. Termasuk salah satunya izin untuk CV Bhakti Praja Mulya.
Rusli Zainal dijerat hukum karena telah menerbitkan izin Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (BKUPHHK-HT) pada 2004 kepada 9 perusahaan kehutanan di Riau tersebut. Sebanyak 8 perusahan ada di Pelalawan dan satu perusahaan di Siak.
Berdasarkan putusan hukumnya, pemberian izin BKUPHHK-HT tersebut bertentangan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 151/Kpts-II/2003 tentang Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman. Atas perbuatan tersebut, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Rusli Zainal telah merugikan negara sebesar Rp 265,9 miliar lebih.
Berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru nomor: 50/Pid.Sus/Tipikor/2013/PN.PBR tanggal 12 Maret 2014 lalu, pada halaman 1.069 berkas putusan, disebutkan bahwa penerbitan izin bagan kerja untuk 9 perusahaan tersebut melanggar ketentuan dan diterbitkan secara melawan hukum. Putusan ini ditetapkan oleh majelis hakim diketuai Bachtiar Sitompul dan dua anggota majelis hakim I Ketut Suarta serta Rahman Silaen. Majelis hakim menjatuhkan vonis 14 tahun penjara untuk Rusli Zainal.
Dalam putusan banding oleh Pengadilan Tinggi Riau, meski hukuman untuk Rusli dipotong menjadi 10 tahun, namun substansi putusan yakni adanya perbuatan melawan hukum dalam penerbitan izin 9 perusahaan HTI itu, tetap memperkuat putusan Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru.
Putusan banding ditetapkan oleh trio majelis hakim diketuai Parlindungan Napitupulu, Nelson Samosir dan Syukri. Adapun putusan banding tersebut bernomor: 11/Tipikor/2014/PTR tertanggal 24 Juli 2014.
Hukuman terhadap Rusli Zainal kembali diperberat oleh hakim kasasi yang diketuai oleh hakim agung Artidjo Alkotsar yang dikenal garang menghukum para koruptor.
Didukung dua anggota majelis hakim agung yakni Muhammad Askin dan Prof Krisna Harahap, vonis Rusli Zainal dinaikkan kembali menjadi 14 tahun, sekaligus dikenakan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik. Adapun putusan kasasi itu bernomor: 1648K/Pid.Sus/2014 tertanggal 17 November 2014.
Hingga akhirnya, hukuman terhadap Rusli Zainal kembali didiskon lewat putusan peninjauan kembali (PK) menjadi penjara 10 tahun lamanya.
Ketua Umum Yayasan Wahana Sinergi Nusantara (Wasinus) Surya Darma SAg, SH, MH menyatakan, gugatan perdata yang dilayangkan terhadap CV Bhakti Praja Mulia, merupakan upaya hukum sebagai tindak lanjut dari vonis berkekuatan hukum tetap yang menjerat Rusli Zainal dan Azmun Jaafar.
Substansi gugatan yakni soal penerbitan izin terhadap CV Bhakti Praja yang menurut putusan pengadikan tipikor dilakukan secara melawan hukum, terbukti dengan adanya kasus korupsi di dalamnya.
"Publik menangkap kejanggalan dalam penegakan hukum perkara tersebut. Kami menangkap dari sisi legalitas perizinan yang diterbitkan oleh narapidana korupsi terhadap implikasi izin yang diterbitkan diduga secara melawan hukum itu," kata Surya Darma, Senin (25/7/2022) kemarin.
"Jadi, kami ingin majelis hakim menyatakan surat izin IUPHHK-HT salah satu perusahaan yang diteken Bupati Azmun Jaafar, yakni CV Bhakti Praja Mulya tidak sah. Azmun Jaafar sesuai putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dalam penerbitan izin tersebut dan sudah divonis penjara," kata Surya.
Surya tak menampik masih ada sejumlah perusahaan lain yang izinnya dipersoalkan dan dinyatakan penerbitannya dilakukan secara melawan hukum oleh pengadilan.
"Fokus kami pada satu perusahaan dulu. Dan nantinya, putusan hukum terhadap gugatan kami ini diharapkan bisa diterapkan untuk perusahaan lainnya," tegas Surya.
Isi Gugatan Yayasan Wasinus
Yayasan Wahana Sinergi Nusantara (Wasinus) telah menggugat CV Bhakti Praja Mulya sebesar Rp 580 miliar. Gugatan dalam jumlah uang jumbo tersebut sebagai dana jaminan pemulihan hutan karena perusahaan HTI itu diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam pengelolaan 5.800 hektar kawasan hutan. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Pelalawan juga didudukkan sebagai turut tergugat.
Yayasan Wasinus telah mendaftarkan gugatannya ke Pengadilan Negeri Pelalawan pada 1 Juli 2022 lalu dengan nomor register perkara: 15/Pdt.G/LH/2022/PN Plw. Gugatan organisasi lingkungan ini terklasifikasi dalam perkara hal-hal yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.
"Maka, seharusnya surat yang diterbitkan dengan cara melawan hukum harus dinyatakan tidak berkekuatan hukum. Tindakan tergugat CV Bhakti Praja Mulya juga diduga terkualifikasi sebagai perbuatan melawan itu. Surat izin itu yang kami gugat agar dinyatakan tidak sah" kata Surya Darma.
Ia menjelaskan, meski surat izin Bupati Pelalawan tersebut hingga saat ini tak kunjung pernah dibatalkan, namun kata Surya, CV Bhakti Praja Mulya tidak berarti secara otomatis dapat menggunakannya. Karena surat tersebut, jelas Surya, diterbitkan tidak berdasarkan hukum dan pelakunya sudah dinyatakan bersalah dan menjalani hukuman.
"Tapi faktanya, tergugat tetap melakukan kegiatan usaha hutan tanaman di atas objek sengketa seluas 5.800 hektar. Ini sangat ironi menurut kami," tegas Surya.
Dalam provisi gugatan yang didaftarkan, Yayasan Wasinus meminta majelis hakim PN Pelalawan menghukum tergugat CV Bhakti Praja Mulya agar menghentikan seluruh kegiatan di atas objek sengketa, meskipun perkara belum berkekuatan hukum tetap.
Yayasan Wasinus juga memohon kepada majelis hakim menyatakan surat izin diterbitkan untuk tergugat tidak berkekuatan hukum serta menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Tebang Akasia 5.800 Hektar
Yayasan Wahana Sinergi Nusantara (Wasinus) dalam gugatannya juga meminta majelis hakim menghukum CV Bhakti Praja Mulya memulihkan kembali objek sengketa seluas 5.800 hektar. Caranya dengan menebang seluruh tanaman akasia yang ada di atas lahan hutan tersebut dan kemudian menanam kembali lahan hutan dengan tanaman kehutanan, kemudian menyerahkannya kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
"Menghukum tergugat untuk menyetorkan dana jaminan pemulihan hutan kepada Kementerian LHK sebesar Rp 580 miliar atau sebesar Rp 100 juta per hektar," demikian bunyi gugatan Yayasan Wasinus.
Yayasan Wasinus juga meminta majelis hakim menghukum tergugat CV Bhakti untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 10 juta per hari, apabila tergugat lalai melaksanakan putusan jika dikabulkan majelis hakim.
"Menghukum turut tergugat (Bupati Pelalawan) untuk tunduk dan patuh pada putusan ini," tutup Yayasan Wasinus dalam gugatannya.
Pihak CV Bhakti Praja Mulya belum dapat dikonfirmasi ikhwal gugatan Yayasan Wasinus ini. Demikian halnya dengan Pemkab Pelalawan yang menjadi turut tergugat dalam perkara tersebut.
Azmun Jaafar Pernah Mengadu ke Presiden
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan SabangMerauke News, Tengku Azmun Jaafar pernah mengajukan protes terhadap proses hukum yang dikenakan dirinya. Ia menyebut telah dikorbankan untuk kepentingan bisnis pihak-pihak lain yang menikmati izin-izin HTI yang ia teken tersebut.
Pada Oktober 2009 lalu, Tengku Azmun pernah mengirimkan sepucuk surat kepada Presiden RI saat itu dijabat oleh Soesilo Bambang Yudhoyono. Dalam surat yang dikirim ke Istana Negara itu, ia mengungkap sejumlah kejanggalan dalam kasus yang melilit dirinya.
Azmun mengaku dirinya dihukum bersalah karena menerbitkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT). Namun, hingga kini belasan perusahaan yang mengenyam keuntungan dari izin tersebut masih beroperasi.
“Kalau surat izin yang saya keluarkan dinyatakan tidak sah, mestinya perusahaan-perusahaan itu juga harus berhenti memanfaatkan hutan,” kata Azmun kala itu kepada media.
Kenyataannya, izin yang ia terbitkan itu masih dipakai oleh perusahaan pemegang izin usaha pemanfaatan hutan tersebut.
“Sampai sekarang, izin yang saya terbitkan tidak pernah dicabut. Ini kan aneh,” ujar Azmun saat itu.
Dalam lampiran suratnya kepada Yudhoyono, Azmun mengaku telah menerbitkan izin untuk 15 perusahaan. Adapun daftar perusahaan tersebut yakni PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Selaras Abadi Utama, PT Uniseraya, CV Putri Lindung Bulan, CV Tuah Negeri, dan CV Mutiara Lestari.
Juga ada PT Rimba Mutiara Permai, PT Mitra Taninusa Sejati, CV Bhakti Praja Mulia, PT Triomas FDI, PT Satria Perkasa Agung, PT Mitra Hutani Jaya, CV Alam Lestari, CV Harapan Jaya, dan CV Madukoro. Perizinan itu dikeluarkan selama periode Desember 2002-Januari 2003.
“Kalau dinyatakan melakukan perbuatan korupsi bersama-sama, kenapa cuma saya yang dihukum? Ini tidak adil,” kata Azmun saat itu.
Soal uang pengganti sebesar Rp 12,3 miliar, ia juga tidak terima jika harus menanggung semuanya. Sebab, masih banyak orang yang menerima duit itu tapi belum tersentuh hukum.
“Upaya pemberantasan korupsi jangan tebang pilih,” kata Azmun.
KPK Dikritik Tebang Pilih
Kritik terhadap KPK juga saat itu sempat disuarakan Koalisi Anti Mafia Hutan. Mereka menyebut, para perusak hutan bisa disidik dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010, tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang telah mencantumkan kejahatan kehutanan sebagai salah satu kejahatan asal (proceeds of crime) pencucian uang.
Akan tetapi, hingga saat ini tidak satu pun perusak hutan yang dihukum dengan menggunakan undang-undang ini.
Boyamin Saiman, aktivis LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) juga pernah mengingatkan KPK agar tidak hanya membawa Teuku Azmun Jaafar ke Pengadilan Tipikor. Dia mendesak KPK juga menyeret pihak-pihak lain yang terlibat kasus ini.
Menurutnya, pimpinan sejumlah perusahaan yang menerima izin juga harus diusut secara tuntas oleh KPK agar kerugian negara yang mencapai Rp 1,2 triliun bisa dikembalikan ke kas negara.
“Sekarang masalahnya, KPK berani tidak menyeret bos perusahaan-perusahaan itu,” katanya waktu itu.
Boyamin menilai, kelihatan sekali kepala daerah dengan kekuasaannya memberikan kemudahan terhadap perusahaan-perusahaan rekanan. Maka, tak jarang korupsi terjadi dan hanya berhenti pada Bupati yang bersangkutan.
Untuk itu, kata Boyamin, manajemen 15 perusahaan yang menikmati korupsi izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan hutan tanaman (IUPHHK-HT) harus diusut KPK juga.
“KPK harus menelusuri kasus penguasa yang memanfaatkan kewenangannya untuk kepentingan sendiri, apalagi mencari keuntungan dengan bekerjasama dengan swasta," tegas Boyamin.
Selain itu, menurut dia, apa yang diterima Bupati sebagai uang korupsi masih tergolong kecil dari keuntungan yang didapatkan atas terbitnya izin tersebut, karena negara dirugikan Rp 1,2 triliun.
Boyamin yakin, meski Azmun Jafaar sudah dihukum, tapi pelanggaran akan terus terjadi, karena izin tersebut sudah didapat perusahaan-perusahaan tersebut.
“Semua proses tentunya akan dilanggar juga. Maka KPK jangan berhenti di pelaku, tapi kejar juga jaringan lain yang merugikan negara lebih besar,” tandasnya. (R-05)