Wow! Kebun Sawit 2 Pengusaha Ini Lebih Luas dari Negara Singapura
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI (periode 2015-2019) Darmin Nasution yang juga pernah menjadi Direktur Jenderal Pajak (periode 2006-2009) mengisahkan perjuangannya menarik pajak pengusaha kelas kakap di Indonesia. Ia bercerita mendapatkan data ada dua pengusaha di Indonesia yang punya lahan sawit lebih luas dari Singapura.
Darmin mengatakan, penarikan pajak pengusaha kelas kakap di Indonesia itu terjadi pada 2008 di tengah adanya fasilitas Sunset Policy yang digaungkan pemerintah.
Padahal di saat itu juga rencana awal pemerintah adalah mengadakan pengampunan pajak alias Tax Amnesty. Sayang ide untuk melakukan tax amnesty ditolak oleh parlemen.
"Sunset Policy (ada) karena waktu kita tidak bisa goal-kan tax amnesty, karena terlalu dekat dengan krisis 1998-1999. Orang teringat terus dengan BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia)," jelas Darmin di perayaan Hari Pajak yang digelar DJP, Selasa (19/7/2022).
"Di DPR bilang, gimana solusinya BLBI? Sehingga disetujui Sunset Policy. Yang diberi keringanan itu dendanya saja, bukan pokok (pajaknya)," jelas Darmin lagi.
Saat itu, Darmin mengenang, DJP di bawah kepemimpinannya membentuk tim Direktur Peraturan Perpajakan. Mereka lantas memanggil para pengusaha kelas kakap di tanah air. Saat itu, harga komoditas sedang melejit, dua pengusaha di sektor kelapa sawit dan batu bara yang dipanggil ke kantornya.
"Itu kita panggil hanya dua industri, kelapa sawit yang punya 100.000 hektare ke atas, yang kecil belum kita sentuh. Ada lima pemilik pabrik pertambangan batu bara, itu kita panggil satu persatu-satu pemiliknya, bukan direksinya. Kita hitung pajak dia di depan dia," jelas Darmin.
Setelah dilakukan pemeriksaan pajak terhadap pengusaha besar kelapa sawit tersebut, kemudian Darmin menyadari bahwa ada dua kelas kakap pengusaha sawit yang memiliki lahan lebih dari 1,2 juta hektare. Luasnya melebihi luas dari Singapura.
"Kita bacain, ada yang punya lahan kelapa sawit 1,2 juta hektare, ada dua (pengusaha) di republik ini yang punya kelapa sawit 1,2 juta hektare. Itu lebih luas dari Singapura," jelas Darmin.
"Kita hitung anda segini luasnya, dengan produktivitas sekian, hasilnya segini. Berarti biayanya segini, berarti profit Anda segini, pajaknya segini bayar," kata Darmin lagi.
Saat perhitungan pajak itu, sang pengusaha diakui Darmin masih mengelak, karena tak semua hasil panennya bagus. Namun, pemerintah memiliki bukti lain.
"Kita kasih lihat (lewat) GPS, ini kebunmu bagus. Akhirnya bayar juga, bayarnya itu Rp 1 triliun sampai Rp 1,5 triliun. Hasil sunset policy lumayan," jelas Darmin.
Darmin merasa terkejut karena tak menyangka dari adanya program Sunset Policy tersebut, akhirnya banyak wajib pajak lain yang melaporkan secara sukarela.
"Dan sejak Agustus 2008, kita sudah kira-kira 13% sampai 14% di atas target kita capai. Tapi kemudian terjadi krisis keuangan global. Setelah terjadi krisis, (realisasi penerimaan pajak) jadi cuma 3% sampai 4% di atas target pajak. Itu sekali-sekalinya melampaui target yang ditetapkan DPR," jelas Darmin lagi.
Sebagai gambaran, Sunset Policy adalah kebijakan pemberian fasilitas perpajakan, yang berlaku hanya pada tahun 2008, dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga yang diatur dalam Pasal 37A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007).
Melalui UU 28/2007, DJP memiliki kewenangan menghimpun data perpajakan dan mewajibkan instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lainnya untuk memberikan data.
Ketentuan ini memungkinkan otoritas pajak mengetahui ketidakbenaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilaksanakan oleh masyarakat.
Oleh karena itu, untuk menghindarkan masyarakat dari pengenaan sanksi perpajakan yang timbul, pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mulai memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela dan melaksanakannya dengan benar. (*)