Hutan Konservasi Tesso Nilo Jadi Kebun Sawit, Yayasan Riau Madani Gugat Kepala Balai TNTN ke Pengadilan
SABANGMERAUKE NEWS, Pekanbaru - Pengerusakan secara massif hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di wilayah Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu oleh korporasi dan kelompok masyarakat dinilai sebagai kegagalan negara. Yayasan Riau Madani menempuh upaya gugatan hukum atas ketidakberdayaan pemerintah dalam menjaga kawasan hutan tersebut.
Yayasan Riau Madani yang fokus pada isu kehutanan dan lingkungan hidup ini, menggugat Kepala Balai TNTN ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru.
BACA JUGA: BBKSDA Riau Digugat Yayasan Menara Gara-gara di Suaka Margasatwa Balai Raja Ada Pabrik Kelapa Sawit
Berdasarkan informasi yang diunggah di laman SIPP PTUN Pekanbaru, gugatan telah didaftarkan pada Kamis, 30 Juni lalu dengan nomor perkara 36/G/TF/2022/PTUN.PBR.
Yayasan Riau Madani telah menunjuk kuasa hukumnya M Nur SH dalam menangani gugatan dengan klasifikasi perkara tindakan administrasi pemerintah/ tindakan faktual. Saat ini, proses gugatan masih dalam tahap pemeriksaan persiapan.
Minta Kebun Kelapa Sawit Ditebang
Dalam gugatannya, Yayasan Riau Madani menyertakan bukti berupa 16 titik koordinat diduga kuat berada di wilayah hutan konservasi TNTN yang telah disulap menjadi kebun sawit. Yayasan ini membatasi gugatannya pada lahan seluas sekitar 1.200 hektar yang telah beralih fungsi menjadi kebun kelapa sawit.
"Menghukum tergugat supaya melakukan pemulihan terhadap kawasan hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo yang telah rusak, akibat adanya pembangunan perkebunan kelapa sawit seluas ± 1.200 hektar," demikian petikan gugatan Yayasan Riau Madani dilihat SabangMerauke News, Senin (11/7/2022).
Yayasan Riau Madani juga meminta majelis hakim agar memerintahkan Kepala Balai TNTN menebang seluruh tanaman kelapa sawit yang ada di atas areal seluas 1.200 hektar tersebut (seribu dua ratus) hektar, yang secara geografis berada di antara 16 titik-titik koordinat yang dilampirkan dalam gugatan.
"Setelah itu melakukan penanaman tanaman kehutanan, dengan jenis tanaman kehutanan yang sesuai dengan fungsinya sebagai taman nasional," demikian gugatan Yayasan Riau Madani.
Kepala Balai TNTN, Heru Sutmantoro belum dikonfirmasi ikhwal gugatan Yayasan Riau Madani ini.
TNTN Hancur Lebur
Awal tahun 2022, Kepala Balai TNTN Heru Sutmantoro menerbitkan surat edaran larangan menanam kelapa sawit di kawasan konservasi tersebut. Surat edaran dibuat mengingat kian menyusutnya kawasan tersebut karena perambahan oleh orang tak bertanggung jawab.
Kepala Balai TNTN Heru Sutmantoro menjelaskan, tutupan hutan di TNTN terus berkurang karena keberadaan orang di sekitarnya (perambahan). Pada tahun 2021 kerusakannya mencapai 69.043 hektare. Sementara hutan alam yang tersisa tinggal 13.750 hektare dari luasan total TNTN 81.793 hektare.
Dari jumlah perambahan itu, lebih dari 40.460 hektar kawasan TNTN telah berubah menjadi kebun sawit, baik oleh perorangan ataupun kelompok.
"Kebun kelapa sawit itu telah menghilangkan keanekaragaman hayati, kualitas lahan terus menurun, erosi dan menimbulkan hama bagi tanaman lainnya," kata Heru kala itu.
Heru menjelaskan, erosi karena pembukaan lahan sawit mengancam perairan. Pasalnya, perambah menggunakan pupuk dan pestisida yang bisa saja terbawa air hujan ke aliran sungai sehingga PH air turun.
Di sisi lain, perambah saat membuka lahan di TNTN menggunakan sistem babat habis yang menyebabkan mahluk hidup lainnya terganggu. Sering juga terjadi pembakaran sehingga membuat satwa kehilangan habitat.
"Kemudian menyebabkan polusi udara dan deforestasi," jelas Heru.
Heru menyatakan, keberadaan kebun sawit di TNTN menjadi sumber konflik antara manusia dengan satwa liar, khususnya gajah. Sebab, sawit termasuk tanaman yang disukai gajah untuk dimakan.
Surat edaran Kepala Balai TNTN itu ditujukan kepada 15 kepala desa di sekitar kawasan dan 11 pimpinan adat serta tembusan ke Dirjen Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem, KLHK, Gubernur Riau, Polda Riau dan sejumlah instansi lain termasuk Bupati Pelalawan dan sejumlah camat.
Revitalisasi TNTN Gagal?
Sejak 2016 silam, Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) telah mengampanyekan program revitalisasi ekosistem Tesso Nilo (RETN). Namun, sejumlah pihak menilai program tersebut terindikasi mengalami kegagalan. Alasannya, perambahan hutan konservasi TNTN untuk kebun kelapa sawit justru terus berlanjut.
Menteri LHK, Siti Nurbaya dapat rapat yang berlangsung Desember 2021 lalu bersama Bupati Pelalawan, Wakil Gubernur Riau, Ketua DPRD dan jajaran forum pimpinan daerah menyebut RETN bertujuan penyelamatan kawasan ekosistem baik ekologi maupun sosial ekonomi masyarakat.
”Untuk menjaga kawasan hutan tersisa dan menyelesaikan berbagai konflik serta dinamika yang menyertai,” kata Siti dalam situs KLHK.
KLHK mengklaim telah melaksanakan pekerjaan tapak seperti pendataan, pendampingan, rehabilitasi, penegakan hukum, sampai penyelamatan satwa.
Dalam rilis itu, KLHK menyebut bersama kelompok masyarakat melakukan pemulihan lingkungan melalui program rehabilitasi hutan dan lahan di Tesso Nilo, mencapai 3.585 hektar.
Jenis tanaman seperti merbau, suntai, balam, seminai, pulai dan kulim. Juga ada tanaman kehidupan seperti durian, jengkol, petai, nangka dan cempedak. Program itu melalui pola kerjasama kemitraan konservasi. (*)