Giliran PKS Gugat PT 20 Persen, Sudah 30 Penggugat Ditolak MK
SABANGMERAUKE NEWS - Presiden PKS Ahmad Syaikhu yakin gugatan soal presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden ke Mahkamah Konstitusi bakal dikabulkan.
PKS menggugat Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang ambang batas pencalonan presiden pada Rabu (6/7/2022).
Adapun Pasal ini menjadi salah satu pasal yang paling banyak digugat ke MK hingga sekarang.
"Tim hukum PKS telah mengkaji tidak kurang dari 30 permohonan judicial review presidential threshold yang pernah diajukan ke MK," kata Syaikhu kepada wartawan usai mendaftarkan permohonan uji materi beleid tersebut ke MK, Rabu (6/7/2022).
"PKS mengikuti alur pemikiran Mahkamah Konstitusi yang telah mengadili setidaknya 30 permohonan uji materi terkait Pasal 222 UU Pemilu," jelasnya.
Salah satu poin yang digarisbawahi Syaikhu adalah MK telah membuat putusan bahwa ambang batas pencalonan presiden 20 persen kursi DPR yang diatur Pasal 222 UU Pemilu adalah open legal policy pembentuk undang-undang.
"PKS sepakat dengan argumentasi ini, namun open legal policy ini seharusnya disertakan dengan landasan, rasional proporsional agar tidak bertentangan dengan UUD 1945," ujar Syaikhu.
Selain itu, PKS juga mencermati putusan MK atas perkara sejenis, nomor 74/PUU-XVIII/2020 yang dilayangkan Rizal Ramli dan Abdulrachim Kresno.
Saat itu, MK memutuskan tak dapat menerima gugatan tersebut karena menganggap para pemohon tidak memiliki legal standing dan kerugian konstitusional akibat presidential threshold 20 persen.
MK menilai bahwa partai politik atau gabungan partai politik lah yang mempunyai legal standing untuk itu.
Syaikhu menegaskan, pihaknya percaya diri hal itu akan menguntungkan PKS meskipun mereka termasuk salah satu pihak yang turut membahas UU Pemilu pada 2017 di dalam parlemen.
"Partai politik atau gabungan partai politik walaupun tadi sudah melakukan pembahasan dia bisa memiliki legal standing terkait dengan judicial review ini," ungkapnya.
"Karena dalam seluruh proses pembahasan itu tentu ada hal-hal titik-titik lemah yang di antaranya adalah penentuan 20 persen itu. Tadi saya katakan, tidak ada landasan ilmiah yang kuat terkait dengan penetapan angka itu," jelasnya. (*)