Kajari Musi Banyuasin Sampai Presiden Digugat Terkait Penahanan Terdakwa Kasus Mobil Pengacara: Restorative Justice Diduga Ajang Pemerasan?
SABANGMERAUKE NEWS, Sumsel - Kepala Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin digugat praperadilan terkait penahanan Arifianto, terdakwa kasus rusaknya mobil seorang pengacara. Gugatan praperadilan didaftarkan pada 29 Juni 2022 lalu ke Pengadilan Negeri Sekayu, Musi Banyuasin, karena penahanan yang dilakukan kejaksaan diduga cacat hukum.
Tim kuasa hukum Afrianto dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Muba (LKBHM) yang diketuai Muhammad Wisnu SH, MH dkk dalam gugatannya menjelaskan, penahanan yang dilakukan Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Musi Banyuasin atas nama Kajari Musi Banyuasin terhadap Arifianto agak aneh. Soalnya, saat kasus disidik oleh Polres Musi Banyuasin, tersangka Arifianto tidak ditahan. Namun, saat pelimpahan perkara ke kejaksaan, Arifianto ditahan oleh jaksa penuntut pada 28 Juni lalu.
"Tidak ditahannya klien kami oleh penyidik Polres tentu karena mempertimbangkan klien kami tidak melarikan diri dan selama ini kooperatif. Terbukti, klien kami hadir saat penyerahan ke jaksa penuntut," kata Wisnu, Rabu (6/7/2022).
Wisnu menyoroti pengenaan pasal yang didakwakan kepada terdakwa dengan pidana pokok pasal 406 ayat 1 KUHPidana yang mana ancaman hukumannya paling lama 2 tahun dan 8 bulan. Dengan demikian, kata Wisnu, Arifianto sebenarnya tidak dapat ditahan karena perbuatan pidana yang dituduhkan ancaman hukumannya di bawah 5 tahun.
Wisnu juga mempertanyakan pengenaan pasal 335 ayat 1 KUHPidana kepada kliennya. Adapun ancaman hukumannya adalah paling lama 1 tahun, justru lebih ringan dari pidana pokok yang dikenakan. Diakuinya, pasal 335 ayat 1 itu merupakan tindak pidana yang terdakwanya dapat ditahan sebagaimana dalam ketentuan pasal 21 ayat (4) b KUHAP.
Wisnu menilai, penerapan pasal 335 ayat 1 tersebut cenderung dipaksakan, agar kliennya terlihat layak dilakukan penahanan. Ia yakin unsur-unsur pasal 335 ayat 1 itu tidak terpenuhi.
Apalagi, kejadian rusaknya mobil pengacara Titis Rahmawati, kata Wisnu, dapat dikategorikan sebagai kecelakaan lalu lintas. Saat kejadian, kliennya Arifianto mempertanyakan maksud kedatangan Titis ke kebun yang dalam proses sengketa ahli waris.
Arifianto adalah salah satu ahli waris kebun almarhum H Basir Thalid dari istri pertamanya. Sementara, kata Wisnu, Titis adalah pengacara ahli waris Basir dari istri yang lainnya.
"Maksud klien kami mengejar mobil saudari Titis Rahmawati adalah menanyakan maksud kedatangannya ke kebun yang sedang bersengketa. Akan tetapi mobil tersebut tidak berhenti. Namun beberapa saat kemudian mobil Toyota Fortuner itu mengerem secara tiba-tiba. Sehingga mobil klien kami tertabrak dan mobilnya rusak," kata Wisnu.
Wisnu juga menduga kalau pelaksanaan restorative justice yang dilakukan di kantor Kejari Musi Banyuasin diduga menjadi ajang pemerasan terhadap kliennya. Soalnya, sempat terjadi penawaran ganti rugi sebesar Rp 400 juta, namun kliennya hanya mampu membayar ganti rugi sebesar Rp 250 juta.
"Selanjutnya tidak terjadi kesepakatan perdamaian. Karenanya pelimpahan perkara dari penyidik ke Kejari Musi Banyuasin dilakukan penahanan yang surat penahanannya diteken oleh Kepala Seksi Pidana Umum Sdr. Habibi SH atas nama Kajari," jelas Wisnu.
Wisnu mempertanyakan apakah ada dugaan kesengajaan penahanan kliennya karena tidak tercapainya restorative justice tersebut.
"Menimbulkan pertanyaan besar bagi kami, apakah penahanan yang dilakukan Kejari benar-benar objektif atau ada unsur persekongkolan," kata Wisnu.
Dalam gugatan praperadilan nomor register perkara: 4/Pid.Pra/2022/PN Sky, terdapat 8 pihak yang menjadi termohon. Yakni Jaksa Agung, Kepala Kejati Sumatera Selatan, Kepala Kejari Musi Banyuasin, Kepala Seksi Pidsna Umum Kejari Musi Banyuasin, Ketua Komisi Kejaksaan RI, Menpan RB, Menteri Hukum dan HAM dan Presiden RI.
Dalam permohonannya, tim kuasa hukum Arifianto meminta majelis hakim membatalkan surat perintah penahanan tingkat penuntutan nomor: PRINT-129/L.6.16/Eoh.2/06/2022 tanggal 28 Juni 2022 cacat hukum dan tidak berkekuatan hukum tetap.
Juga meminta hakim menyatakan penahanan yang dilakukan oleh Kejari Musi Banyuasin tidak sah dan tidak berkekuatan hukum tetap, serta membebaskan pemohon dari penahanan.
Pihak Kejari Musi Banyuasin dan Titi Rahmawati belum dapat dikonfirmasi oleh media ini. (*)