Puluhan Tahun Perusahaan Sawit di Riau Beroperasi Ilegal Garap Kawasan Hutan: Ke Mana Selama Ini Aparat dan Pejabat Kita?
SABANGMERAUKE NEWS - Penyitaan 37 ribu hektar lahan kebun sawit dan dua pabrik kelapa sawit PT Duta Palma Grup di Indragiri Hulu oleh Kejaksaan Agung 22 Juni lalu, mendadak jadi pembicaraan publik. Sebagian kaget, namun ada juga yang merasa hal itu biasa-biasa saja.
Kaget lantaran baru kali ini aparat hukum 'berani' melakukan tindakan keras terukur terhadap korporasi perkebunan sawit yang banyak 'minyaknya'.
BERITA TERKAIT: Jaksa Agung: Kebun Sawit PT Duta Palma Grup Tak Ada Izin, Sebulan Raup Cuan Rp 600 Miliar
Bagi yang menilai tindakan penyitaan itu biasa-biasa saja, mungkin sudah paham kalau aksi perambahan hutan oleh korporasi kebun sawit adalah cerita lama. Justru, kelompok yang kedua ini kaget mengapa peristiwa pidana selama puluhan tahun lamanya, baru dilakukan penindakan saat ini.
Kita patut mengapresiasi langkah tegas Kejagung yang melakukan penyidikan terhadap PT Duta Palma Grup, perusahaan yang selama ini memang punya reputasi negatif.
BERITA TERKAIT: Terkuak! Sejumlah Pejabat Pemkab Inhu Pernah Diperiksa Jampidsus Terkait Kebun Sawit PT Duta Palma Grup yang Disita Kejagung
Delapan tahun lalu, korporasi sawit ini terlibat dalam dugaan korupsi suap alih fungsi kawasan hutan pada kebun sawit yang digarapnya bertahun-tahun lamanya. Ceritanya, perusahaan memanfaatkan momentum perubahan kawasan hutan di Riau dan menitipkan lahannya untuk 'diputihkan' lewat usulan Gubernur Riau saat itu dijabat Annas Maamun.
Belakangan terendus kalau perusahaan memberikan segepok uang kepada orang dekat Annas yakni Gulat Medali Emas Manurung untuk lobi perubahan kawasan hutan tersebut. Manajer Legal PT Duta Palma, Suheri Terta telah divonis bersalah Mahkamah Agung dalam kasus tersebut, sebelumnya oleh Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru divonis bebas.
Sang pemilik korporasi Duta Palma yang terafiliasi dengan Darmex Agro, Surya Darmadi sudah berstatus tersangka. Namun, keberadaannya kini tak diketahui hingga ditetapkan dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Di tengah status buron Surya Darmadi, Kejagung 'mengacak-acak' PT Duta Palma Grup di Indragiri Hulu. Jaksa Agung, ST Burhanuddin menegaskan, meski berstatus buron, namun hasil produksi kebun sawit dan pabrik kelapa sawit tetap dikirim ke Surya. Perusahaan dikelola oleh manajemen profesional.
Jaksa Agung menyebut angka uang yang cukup mengagetkan dari hasil kebun sawit dan pabrik PT Duta Palma. Yakni menghasilkan Rp 600 miliar per bulan.
Jajaran Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung tengah menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang dalam kasus ini. Kemarin, Jumat (1/7/2022), mantan Bupati Inhu dua periode, Yopi Arianto diperiksa oleh penyidik Jampidsus di Gedung Bundar, Jakarta.
ST Burhanuddin menyebut perusahaan Duta Palma Grup telah menyerobot hutan negara. Kegiatan perkebunan kelapa sawit tidak mengantongi izin semestinya. Sejauh ini, perwakilan PT Duta Palma tidak pernah melakukan klarifikasi atas persoalan hukum yang melilit perusahaan.
Reputasi PT Duta Palma Grup juga tak baik-baik amat jika berhadapan dengan masyarakat. Sejumlah konflik pecah antara perusahaan ini dengan rakyat. Tak jarang, masyarakat menjadi pesakitan hukum dijerat aparat. Misalnya, kasus kepala desa di Kuansing yang dipenjara karena konflik mempertahankan tanah masyarakat beberapa tahun silam.
BERITA TERKAIT: Inilah 8 Perusahaan Seluas 75 Ribu Hektar Dikelola PT Surya Dumai Grup Diduga Tanpa Izin Pelepasan Kawasan Hutan
Di tengah proses penyidikan PT Duta Palma, data terbaru dirilis oleh lembaga Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) dan Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI). Kedua NGO ini menduga 8 perusahaan kelapa sawit milik PT Surya Dumai Grup (First Resource) diduga tidak mengantongi izin pelepasan kawasan hutan.
Diduga kuat perusahaan sejak lama telah menanam sawit di kawasan hutan tanpa izin pelepasan hutan dengan total luasan mencapai 75.378 hektar. Selain itu, sebagian lahan tersebut juga diduga tidak mengantongi hak guna usaha (HGU) dengan total luas 47.479 hektar. Hingga kini manajemen First Resource belum memberikan klarifikasi soal tudingan serius ini.
Untuk dugaan kasus First Resource ini, semestinya aparat penegak hukum pun harus menyentuhnya. Apalagi, data yang dibeberkan CERI dan LPPHI cukup gamblang. Agar tidak terjadi tebang pilih dalam proses penegakan hukum. Apalagi, negara berpotensi kehilangan triliunan rupiah, jika benar puluhan ribu hektar kawasan hutan yang disulap jadi kebun sawit tak mengantongi izin alias ilegal.
Kasus Lama
Aksi perambahan hutan untuk kegiatan perkebunan kelapa sawit di Riau bukan cerita baru. Ini adalah fakta lama yang tak kunjung diproses hukum secara tegas dan tuntas.
Perampokan kawasan hutan oleh kalangan korporasi telah membuat segelintir orang menjadi konglomerat. Aset mereka melimpah bahkan mengalir hingga ke luar negeri. Pada sisi lain, nasib pekerja perusahaan miris. Mereka umumnya adalah buruh pekerja murah yang rentan tanpa perlindungan.
Publik mempertanyakan mengapa peristiwa pidana ini tak ditelisik secara awal. Kegiatan pembukaan kebun sawit secara ilegal, sesungguhnya bukan perkara sulit.
Anak tamatan SMK yang biasa menggunakan alat Global Positioning System (GPS) dapat dengan mudah mengetahui soal keberadaan sah tidaknya usaha perkebunan. Tracking posisi koordinat secara sederhana lalu disandingkan dengan peta kawasan hutan, secara gamblang bisa menunjukkan ilegal tidaknya kebun sawit atau usaha lainnya.
Tapi mengapa aparat dan pejabat serta otoritas terkait terkesan tak mampu menindaknya. Publik mencurigai kalau kegiatan ilegal ini sudah terlalu lama dibiarkan terjadi. Dugaan motif tutup mata pun merebak. Ada yang menyebut pembiaran itu identik dengan peliharaan junto sapi perahan.
Publik meragukan keseriusan negara melalui aparat dan pejabatnya untuk menindak 'partai besar' korporasi perambah hutan. Beda, ketika pelakunya rakyat jelata yang berusaha 2-5 hektar, aparat tampak sigap dan cekatan.
Fakta-fakta terpapar jelas dan gamblang dilihat mata. Tengoklah hancurnya kawasan hutan di Riau, termasuk hutan konservasi dan hutan lindung.
Taman Nasional (TN) Tesso Nilo, TN Bukit Tigapuluh, Suaka Margasatwa (SM) Balairaja dan SM Kerumutan. Keempat kawasan konservasi itu hancur luluh lantak oleh aksi kanibalisasi kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit. Kejadian sudah berlangsung lama, tetapi terkesan dibiarkan dan negara tak berdaya.
Wajar saja, ketika Kejagung RI mengusut dugaan korupsi PT Duta Palma Grup, publik kembali bertanya: ke mana selama ini aparat dan pejabat kita? Atau dengan kata lain, di mana posisi negara? (*)