Kontras Sebut Polisi Kini Jadi Pelayan Investor, Kriminalisasi Atas Nama Investasi Mengancam
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontas) menemukan adanya indikasi bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mulai menjadi pelayan bagi para investor.
Hal ini disampaikan pihak Kontras dalam laporannya terkait institusi Korps Bhayangkara selama setahun terakhir sejak periode Juli 2021 sampai Juni 2022.
“Kami juga mengindikasikan adanya satu pola baru, yakni polisi sedang mengkonstruksi romantisme bersama dengan investor, atau misalnya kita bisa bilang polisi juga sebagai pelayan dari investor,” kata Anggota Divisi Riset dan Dokumentasi Kontras Rozy Brilian dalam konferensi pers di Kantor Kontras, Jakarta, Kamis (30/6/2022).
Rozy menyampaikan, cikal bakal romantisme Polri bersama investor bersangkat dari adanya arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menginginkan agar investor melakukan investasi guna meningkatkan perekonomian di Tanah Air.
Kendati demikian, menurut dia, hal ini juga berdampak terhadap adanya ekskalasi kekerasan di lapangan.
“Watak-watak developetalis ini sebenernya berhahaya, misal terlihat dalam konteks instruksi presiden dan instruksi kapolri yang akan mencopot kapolda ketika tidak berhasil mengamankan investasi,” kata dia.
Ia menilai, seharusnya Polri bersikap netral dalam hal konteks sengketa lahan hingga konflik agrarian.
Menurut dia, Polri seharusnya tidak melakukan tindakan kriminalisasi, intimidasi, penganiayaan, penembakan, penanganan sewenang-wenang ke masyarakat terkait soal konflik lahan atau investasi.
“Dalam konteks Parigi Moutong, ada 1 korban meninggal ditembak oleh peluru aparat tapi sampai hari ini kami juga belum menemukan atau belum mendapatkan informasi soal terkait kejelasan mengenai kasus itu,” kata dia.
Lebih lanjut, ia mencontohkan adanya keterlibatan aparat penegak hukum dalam penerobosan lahan yang dilakukan PT GKP di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara.
Terkait itu, Kontras mendapatkan informasi adanya upaya intimidasi dari bos PT GKP kepada penolak tambang di lahan itu.
Menurut pihak Kontras, saat itu bos dari PT GKP menyerukan pernyataan untuk memenjarakan warga yang menolak proyek tambang kepada polisi yang ada di sampingnya.
“Seharusnya kepolisian bisa menengahi konflik yang ada di masyarakat dan menemukan solusi atau jalan keluar. Sekaligus polisi juga menegakan hukum,” kata dia.
Kemudian, ia juga menyorot soal upaya penyerbuan aparat kepolisian dan kriminalisasi kepada sejumlah warga di Desa Wadas, Jawa Tengah, pada 7 Februari 2022 lalu.
Berdasarkan informasi yang didapat Kontras, ratusan polisi ikut melakukan pengawalan terhadap proses pengamanan pengukuran proyek Bendungan Bener.
Bahkan, polisi tersebut juga dilengkapi dengan tameng, anjing polisi, dan gas air mata saat mengawal di lokasi.
Contoh kasus lainnya juga terlihat saat polisi seolah mengawal proses mobilisasi alat berat milik PT Tambang Mas Sangihe (TMS) di Sulawesi Utara, pada 13 Juni 2022 lalu, yang masuk ke area pertambangan.
Padahal, dalam putusan PTUN Manado Nomor 503/DPMPTSPD/182/IX/2020 tanggal 25 September 2020 telah membatalkan izin lingkungan dan menunda segala aktivitas PT TMS. (*)