Anak Orang Terkaya di Indonesia Mengadu ke Amnesty Internasional, Gak Dapat Warisan Rp 737 Triliun
SABANGMERAUKE NEWS - Konflik harta warisan Keluarga Widjaja terus berlanjut. Setelah gugatannya ditolak Mahkamah Agung (MA), Freddy Widjaja, kini melapor ke Amnesti Internasional.
"Kami atas nama Freddy Widijaja menyampaikan laporan pengaduan kepada Amnesty International terkait dengan hilangnya hak hukum kami sebagai anak dari alm. Eka Tjipta Widjaja yang meninggal pada Januari 2019," seperti dikutip dari keterangan tertulis yang ditandangani oleh Freddy Widjaja, Rabu (29/6/2022).
Ia menjelaskan, alasan pelaporan dan pengaduannya lantaran dirinya merasa dizalimi oleh putusan MA yang membatalkan status hukum sebagai anak dari almarhum Eka Tjipta Widjaja. Ia sangat menyayangkan bahwa putusan MA tersebut justru memperkuat tuduhan bahwa dirinya adalah anak zina dari, pendiri Sinarmas, Almarhum Eka Tjipta Widjaja.
Putusan tersebut membuat Freddy kehilangan hak hak asasi yang dijamin oleh UUD 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM). "Yang hilang atau terlanggar bukan hanya hak perdata kami yang oleh sebagian pihak dianggap sebatas hak hak waris, tetapi yang terlanggar adalah hak yang lebih mendasar lagi, yaitu hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum," imbuh Freddy.
Padahal, Pasal 4 UU Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa "hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Hak yang telah dijamin UU ini juga diperkuat oleh UUD 1945 hasil amandemen II pada tahun 2000.
"Kami perlu menegaskan bahwa kami bukan anak zina, melainkan anak yang sah. Tuduhan bahwa kami adalah anak zina semula bermula dari tiga orang saudara tiri kami yang juga merupakan anak dari alm. Eka Tjipta Widjaja dari perkawinan dengan ibu berbeda. Ketiga orang tersebut adalah Indra Widjaja, Muktar Widjaja, dan Franky Oesman Widjaja," terang Freddy.
Bunyi Putusan MK
Menurutnya, tuduhan tersebut sama saja dengan menghina dan merendahkan harkat dan martabat ayah biologis kami, yang juga ayah biologis mereka, yaitu alm. Bapak Eka Tjipta Widjaja adalah orang yang berzina atau pelanggar hukum kriminal berupa zina. Ini tuduhan tidak benar.
Semua pihak, terutama anak anak biologis almarhum, terlepas dari siapa istri almarhum dan terlepas dari tercatat atau tidaknya pernikahan mereka, seharusnya menghormati nama baik almarhum, apalagi ketika telah meninggal dunia.
"Kalau pun kami terlahir dari seorang ibu yang pernikahannya dengan almarhum Eka Tjipta Widjaja tidak tercatat oleh negara, itu tidak berarti bahwa negara dapat begitu saja tanpa alasan yang adil dapat menghilangkan hak kami. Tidak berarti bahwa kami sama sekali tidak memiliki hak hukum apa pun," sambung Freddy yang juga melampirkan kutipan dari Mahkamah Konstitusi (MK) soal hak hukum setiap warga negara.
Sesuai putusan MK No. 46/PUU VIII/2010, setiap anak yang terlahir secara biologis dengan laki laki dan perempuan yang pernikahannya tidak resmi tercatat negara, tetap memiliki hubungan perdata dengan ibu biologis dan ayah biologis beserta keluarganya. Berikut bunyi putusan MK.
'Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.'
Sayangnya, lanjut Freddy, atau bahkan parahnya, pembatalan status hak hukum kami di MA didasarkan pada bukti-bukti surat atau dokumen yang palsu. Atas pemalsuan surat/dokumen ini, Freddy telah melaporkannya kepada kepolisian pada bulan November 2021.
"Namun, hingga delapan bulan berlalu, kami belum melihat ada kemajuan berupa penyidikan kepolisian. Oleh karena itu kami ingin mengadukan masalah ini kepada Amnesti Internasional dan memohon bantuan untuk mengawasi kinerja kepolisian dalam penegakan hukum yang adil, melayani setiap warga negara tanpa dibeda-bedakan secara diskriminatif. Mohon kiranya rekan-rekan Amnesti Internasional bersedia mendorong jajaran kepolisian untuk meningkatkan status penyelidikan ke tingkat penyidikan atas pengaduan kami yang sebelumnya, melalui pemeriksaan saksi-saksi, ahli, serta alat bukti lainnya. Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan bantuannya diucapkan banyak terima kasih," papar Freddy.
Freddy sudah sejak lama memperjuangkan apa yang menjadi haknya. Terlebih, nilai warisan yang diberikan kepadanya senilai Rp 1 miliar dinilai kurang adil.
"Pembagian harta warisan itu saya permasalahkan kenapa? Karena di mana logikanya, bekas orang terkaya di Indonesia membagikan harta warisan hanya Rp 1 miliar kepada ahli warisnya. Dan Rp 737 triliun itu hanya referensi," kata Freddy. (*)