Kisah Sejarah 'Polisi Tidur' di Dunia, Begini Regulasinya di Indonesia
SabangMerauke News - 'Polisi tidur' sering Anda jumpai di jalan raya. Bentuknya yang seperti gundukan melintang di tengah jalan berfungsi untuk mengurangi kecepatan kendaraan bermotor di jalan raya. Namun, apakah Anda tahu awal mula istilah polisi tidur?
Keberadaan polisi tidur tak hanya dijumpai di jalan besar, tapi ada juga di pemukiman dan jalan-jalan kecil. Teranyar, polisi tidur di Tangerang menjadi sorotan karena ada setidaknya 20 polisi tidur yang dipasang berdekatan.
Memang, keberadaan polisi tidur tak jarang dianggap mengganggu kelancaran mengemudi. Itu pula yang membuat 20 polisi tidur di Tangerang, tepatnya di daerah Bayu Asih, Mauk akhirnya dibongkar karena meresahkan warga.
Awal Mula Istilah 'Polisi Tidur'
Anda mungkin berpikir istilah polisi tidur hanya populer di Indonesia. Faktanya istilah tersebut awalnya populer di Inggris dengan nama 'sleeping policeman' yang arti literalnya adalah 'polisi tidur'. Di Inggris, polisi tidur lazim ditemui di kawasan industri atau pergudangan yang sibuk dan ramai.
Selain itu, polisi tidur di Inggris juga terlihat di tempat parkir hingga kawasan perumahan privat. Meski istilah sleeping policeman populer di Inggris, awalnya polisi tidur dibuat oleh pekerja bangunan di New Jersey, Amerika Serikat pada 1906.
Polisi tidur saat itu dibuat dengan ketinggian mencapai 13 cm. Namun, ukuran tersebut dianggap kurang efisien dan sulit dilewati kendaraan. Itu yang membuat desain polisi tidur terus diperbarui.
Terlepas dari sejarah itu, penyebutan polisi tidur diambil dari fungsi speed bump alias gundukan di jalan untuk memperlambat kendaraan. Speed bump menjalankan peran polisi, yakni memperlambat lalu lintas kendaraan di jalan untuk menjaga keselamatan pengguna jalan dan masyarakat sekitar.
Sejarah Speed Bump
Seperti disinggung sebelumnya, speed bump atau gundukan kecil di jalan untuk mengurangi kecepatan awalnya dibuat oleh pekerja bangunan di New Jersey, Amerika Serikat pada 1906. Setelah terus dievaluasi, akhirnya ditemukan rancangan ideal untuk speed bump pada 1950 oleh pemenang nobel bidang elektromagnetik bernama Arthur Holly.
Rancangan speed bump karya Arthur Holly akhirnya dipasang di jalanan Universitas Washington, Amerika Serikat. Setelah tiga tahun berjalan, jalan-jalan umum mulai ikut mengaplikasikan model speed bump tersebut.
Istilah speed bump dan sleeping policeman akhirnya diserap ke dalam bahasa Indonesia dan disebut dengan polisi tidur. Istilah ini akhirnya diakui dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga pada 2001.
Dalam KBBI, polisi tidur memiliki arti permukaan bagian jalan yang ditinggikan melintang untuk memperlambat laju kendaraan. Biasanya, polisi tidur banyak terpasang di jalan tol, parkiran, pemukiman, area privat, dan lainnya.
Jenis-jenis Polisi Tidur di Indonesia
Polisi tidur biasanya terbuat dari semen, aspal, batu, bahkan kayu. Sebagai pengaman jalan, sejatinya pembuatan polisi tidur tidak boleh sembarangan karena bisa membahayakan keselamatan pengendara. Jadi, harus sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pembuatan polisi tidur di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor 82 tahun 2018 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan. Sesuai izin dan aturan yang berlaku, polisi tidur di Indonesia terbagi dalam 3 jenis dengan fungsi yang berbeda. Berikut penjelasan lengkapnya:
1. Speed Bump
Jenis yang satu ini dikhususkan untuk jalan lingkungan terbatas, area parkir, dan area privat dengan kecepatan laju kendaraan di bawah 10 kilometer per jam. Pembuatannya dengan kriteria lebar bagian atas minimal 15 cm atau 150 mm, ketinggian maksimal 12 cm atau 120 mm, dan sudut kelandaian 15%.
Warna dari speed bump adalah kombinasi hitam dan kuning atau hitam dan putih. Untuk warna hitam ketentuannya dicat selebar 30 cm dan untuk warna kombinasinya 20 cm. Ketentuan sudut pewarnaannya ke kanan sebesar 30 hingga 45 derajat.
2. Speed Hump
Selanjutnya speed hump yang dibuat untuk jalan lokal dengan kecepatan laju kendaraan maksimal 20 km per jam. Ketentuan pembuatannya adalah lebar maksimal 39 cm, ketinggian 5-9 cm, dan sudut kelandaian 50%. Polisi tidur jenis ini berbentuk penampang melintang dengan beberapa ketentuan khusus.
Ketentuan dari pembuatan selain yang disebutkan di atas adalah dicat dengan kombinasi warna hitam dan kuning atau hitam dan putih. Sedangkan ketentuan lebar catnya sama dengan ketentuan pada speed bump, yaitu warna hitam 30 cm dan warna kombinasi selebar 20 cm.
Fungsi speed hump adalah mengatur kecepatan kendaraan pada jalan operasional yang bisa diseberangi oleh pejalan kaki semacam zebra cross. Bentuknya memiliki tonjolan dan permukaannya lebih luas dari speed bump. Jenis ini sering dipasang di jalan lokal dan jalan lingkungan.
3. Speed Table
Terakhir ada speed table yang dibuat untuk jalan lebar (penyeberangan jalan) dengan laju kecepatan maksimal 40 km per jam. Polisi tidur ini biasanya disebut garis kejut yang dibuat untuk jalan lokal, jalan kolektor, dan jalan lingkungan. Umumnya, speed table dijumpai di jalan menuju gerbang jalan tol.
Ketentuan lebarnya mencapai 660 cm (6600 mm) dengan kelandaian 15% dan tinggi maksimum 8-9 cm (80-90 mm). Sementara, bentuk dari speed table lebih lebar daripada jenis yang lainnya.
Sama seperti ketentuan pada jenis lainnya, kombinasi warna yang digunakan adalah warna hitam dan kuning atau warna hitam dan putih. Lebar warna hitamnya 30 cm dan 20 cm untuk warna kombinasinya. Sementara, spesifikasi permukaannya terbuat dari bahan dengan mutu material setara K-300.
Regulasi Pembuatan Polisi Tidur di Indonesia
Ketiga jenis polisi tidur di Indonesia memiliki ketentuan berbeda sesuai dengan fungsi serta disesuaikan dengan lokasi penempatannya. Pembuatannya juga harus meminta izin ke aparat yang berwenang pada daerah setempat. Berikut regulasi pembuatan polisi tidur.
Jika ingin membuat polisi tidur, masyarakat harus melapor dan izin ke Dinas Perhubungan setempat untuk alasan keamanan sesuai ketentuan yang berlaku dan penggunaannya harus sesuai standar.
Bahan yang digunakan harus terbuat dari bahan yang dijamin aman, misalnya menggunakan aspal, semen, atau bahan karet.
Ketentuan wajib lainnya adalah harus terdapat garis serong kombinasi cat warna hitam dan kuning atau hitam dan putih agar mudah terlihat pengendara.
Kini, polisi tidur sudah banyak dijual di pasaran dalam bentuk jadi dengan ketinggian maksimal 12 cm dan hanya tinggal dipasang. Dengan begitu, ini bakal mudah menyiapkannya.
Beda Speed Bump dengan Speed Trap
Selain polisi tidur atau speed bump, ada juga speed trap. Sekilas mungkin Anda menganggap keduanya adalah hal yang sama. Namun, ternyata speed bump dan speed trap adalah jenis pembatas jalan yang berbeda.
Disebut juga dengan pita penggaduh, speed trap biasanya berdekatan dengan speed bump. Umumnya, speed trap hanya berwarna putih melintang pada badan jalan dengan ketebalan sekitar 4 cm dan berbahan cat saja atau bisa bahan lain seperti karet ban.
Jumlah speed trap diulang-ulang atau dalam berbentuk satu kelompok pada badan jalan sesuai ketentuan dan aturan yang berlaku. Namun, speed trap juga berfungsi untuk mengatur laju kecepatan kendaraan yang melintas di jalan. (*)