Jaksa Agung: Kebun Sawit PT Duta Palma Grup Tak Ada Izin, Sebulan Raup Cuan Rp 600 Miliar
SabangMerauke News, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) RI akhirnya buka suara terkait penyitaan sejumlah aset kebun dan pabrik kelapa sawit milik PT Duta Palma Grup di Indragiri Hulu, Riau pada Rabu (22/62/2022) lalu. Korps Adhyaksa memastikan telah melakukan penyidikan terkait penguasaan kebun sawit ilegal diduga dalam kawasan hutan tanpa izin tersebut.
Jaksa Agung, ST Burhanuddin menjelaskan PT Duta Palma Grup diduga melakukan tindak pidana korupsi penyerobotan lahan kawasan hutan untuk kebun sawit seluas 37.095 hektare. Apa yang dilakukan grup perusahaan teeafiliasi Darmex Agro tersebut telah melawan hukum dan secara langsung menyebabkan kerugian keuangan negara.
"Jadi, perusahaan itu memiliki lahan, tapi lahannya tanpa ada surat apa pun," kata Burhanuddin di Kantor Kejagung, Jakarta, Senin (27/6/2022) dikutip kumparan.
BERITA TERKAIT: Terkuak! Sejumlah Pejabat Pemkab Inhu Pernah Diperiksa Jampidsus Terkait Kebun Sawit PT Duta Palma Grup yang Disita Kejagung
Burhanuddin mengungkapkan pemilik PT Duta Palma saat ini berstatus daftar pencairan orang (DPO) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia adalah Surya Darmadi yang menjadi tersangka kasus dugaan suap alih fungsi kawasan hutan provinsi Riau pada 2014 lalu. Kala itu, penyidik KPK menangkap tangan Gubernur Riau, Annas Maamun dan orang dekatnya Gulat Medali Emas Manurung di Cibubur.
BERITA TERKAIT: Kejagung Sita Aset PT Duta Palma Grup di Inhu, Ratusan Polisi Kawal Keamanan
Salah satu petinggi perusahaan Darmex yakni Suheri Terta juga telah diproses hukum dan sedang menjalani hukuman divonis oleh Mahkamah Agung. Annaa dan Gulat sudah juga sudah bebas sejak beberapa tahun lalu.
Jaksa Agung menyatakan, posisi Surya Darmani belum diketahui secara pasti di mana keberadaan sang pemilik perusahaan. Menurutnya, pemilik perusahaan tersebut bekerja sama dengan profesional untuk melakukan kegiatan ilegal itu selama bertahun-tahun.
"Tetapi keuangannya langsung dikirim ke orang DPO itu," sambungnya.
Dalam satu bulan, lahan perkebunan itu diperkirakan meraup cuan hingga Rp 600 miliar.
"Kami akan hitung kerugiannya, sejak perusahaan itu didirikan. Saya minta kepada BPK untuk melakukan penghitungannya sebagai angka kerugian negara," pungkas Burhanuddin. (*)