Tidak Ditahan, Polda Riau Tetapkan Wajib Lapor Dekan FISIP Universitas Riau
SM News, Riau - Polda Riau menetapkan status wajib lapor kepada dosen tersangka kasus dugaan pelecehan mahasiswi, Syafri Harto (SH). Dekan FISIP Universitas Riau ini tidak dilakukan penahanan.
Kabid Humas Polda Riau, Kombes (Pol) Sunarto menyatakan, SF wajib lapor dua kali dalam sepekan.
"Senin dan Kamis. Wajib lapor dua kali dalam sepekan," kata Kombes Sunarto kepada wartawan, Selasa (23/11/2021).
SF pada Senin kemarin telah menjalani pemeriksaan untuk pertama kali dalam status tersangka. Ia diperiksa 10 jam lebih dan dicecar sebanyak 70 pertanyaan.
SF tidak ditahan karena juga sudah mendapat jaminan dari kuasa hukum tersangka. SF juga dinilai kooperatif dan tidak menghalangi proses penyidikan.
Pemeriksaan Pakai Alat Pendeteksi Kebohongan
Diwartakan sebelumnya, penyidik Mabes Polri telah menurunkan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) untuk memeriksa Syafri Harto, dosen terlapor kasus dugaan pencabulan terhadap mahasiswi LB (20). Pemeriksaan menggunakan lie detector untuk mengecek kebenaran keterangan yang sudak dikorek dari Syafri Harto.
Penanganan kasus ini sudah dinaikkan ke jenjang penyidikan pada pekan lalu. Namun, Polda Riau belum mengumumkan status hukum Syafri Harto setakad ini masih disebut terlapor.
Kabid Humas Polda Riau, Kombes (Pol) Sunarto menyatakan, penggunaan lie detector untuk mengetahui apakah keterangan yang diberikan Syafri Harto bohong atau tidak.
"Turun petugas dari Mabes Polri untuk menggunakan alat lie detector," kata Sunarto kepada media, Senin (15/11/2021).
Saat ini penyidik Polda Riau sudah memeriksa lebih dari 13 orang saksi. Termasuk pelapor, terlapor, keluarga pelapor dan sejumlah staf Dekanat FISIP Universitas Riau. Pada Jumat pekan lalu, Rektor Universitas Riau, Prof Aras Mulyadi juga sudah dimintai keterangan sebagai saksi.
Penyidik Polda Riau telah menggelar pra-rekonstruksi kasus dugaan dosen FISIP Universitas Riau, Syafri Harto yang dituduh mencium mahasiswi LB (20). Usai menggelar pra-rekonstruksi yang menghadirkan pelapor, terlapor dan saksi lainnya secara terpisah, Polda Riau menaikkan perkara tersebut ke jenjang penyidikan.
Polda Riau juga sudah memasang segel police line di ruangan kerja Syafri Harto yang juga merupakan Dekan FISIP Universitas Riau. Penyegelan dilakukan untuk mengamankan lokasi kejadian yang diduga tempat Syafri Harto mencium pipi mahasiswi LB.
Saling Lapor Polisi
Sebelumnya saling lapor ke polisi terjadi antara Syafri Harto (SH) dengan LB. SH melaporkan LB dan akun instagram Komahi_UR ke Polda Riau atas dugaan pidana penghinaan dan pencemaran nama baik lewat media informasi transaksi elektronik (ITE) pada Sabtu (6/11/2021) lalu. Akun instagram tersebut memuat testimoni mahasiswi LB yang mengaku telah dilecehkan oleh SH saat melakukan konsultasi bimbingan skripsi ke SH. LB mengaku kejadian tersebut terjadi pada 27 Oktober lalu.
LB menuding SH telah mencium pipinya dan juga ingin mencium bibirnya namun urung terjadi. Unggahan video di instagram Komahi_UR tersebut viral hingga ditonton jutaan orang. Tak hanya akun Komahi_UR yang memposting, namun video itu juag dibagikan oleh banyak orang, termasuk kalangan selebgram nasional.
Sehari sebelumnya yakni Jumat (5/11/2021), mahasiswi LB lebih dulu melaporkan SH ke Polresta Pekanbaru. Ditemani LBH Pekanbaru dan elemen mahasiswa kampus, LB melaporkan dugaan pelecehan yang dialaminya tersebut.
Sebaliknya, SH menyatakan laporan yang dilayangkannya ke Polda Riau semata untuk mencari keadilan akibat telah rusaknya nama baik dan marwah dirinya akibat viralnya video testimoni mahasiswi LB tersebut.
"Video tersebut telah merusak nama baik saya dan juga merusak marwah institusi tempat saya bekerja. Sebagai warga negara yang baik, saya menempuh upaya hukum," kata SH yang merupakan Dekan FISIP Universitas Riau.
Pihak Rektorat Universitas Riau mengklaim telah membentuk tim pencari fakta (TPF) untuk menelisik kasus dugaan pelecehan di lingkungan kampus tersebut. Wakil Rektor I Universitas Riau, Prof Sujianto menyatakan tim akan bekerja secara independen untuk mengungkap fakta yang sebenarnya terjadi. (*)